Said NaumSa'id bin Salim Na'um Basalamah [1] (Arab: سعيد بن سالم نعوم با سلمه, translit Sa'id bin Salim Na'um Bā Salamah.) Atau yang lebih dikenal dengan nama Said Naum (Arab: سعيد نعوم, translit Sa'id Na'um; pengucapan bahasa Arab:. [Saʕiːd bin Salim Naʕuwm Basalamah]) adalah yang pertama Kapitan Arab di Batavia dan dermawan Muslim di Hindia Belanda pada abad ke-19. Dia dikenal karena amal dan abadi dari tanah besar untuk digunakan sebagai sekolah dan pemakaman saat ini berada di Tanah Abang.[2] SejarahSaid Na'um adalah seorang Hadhrami dan sempat tinggal di Palembang untuk sebelum kemudian pindah ke Pekojan di Batavia. Said adalah seorang pedagang kaya yang memiliki banyak kapal perdagangan dan sebagai tuan tanah di Batavia yang memiliki tanah yang sangat luas. Dia juga seorang yang saleh, memiliki hati bersih, mencintai orang saleh, menghormati fakir-miskin dan yang membutuhkan dan dikenal kedermawanannya dengan Wakaf al-Turbah (tanah wakaf), di mana ia mewakafkan berhektar tanahnya untuk digunakan buat sekolah-sekolah, pemakaman dan masjid [2][3] Ia menikah dengan seorang gadis bernama Zainah bint Ubaid, yang memberinya satu-satunya putra bernama Muhammad yang kemudian meninggal, dan beberapa anak perempuan. Tertua adalah Syekhah, yang menikah dengan orang yang benar, Sheikh Salim bin Umar Bahfen. Putrinya lainnya adalah Ruqayyah, yang menikah dengan Sheikh Abdullah bin Said Basalamah, dan yang terakhir adalah Nur, yang menikah dengan Sheikh Said bin Ahmad Jawwas. Semua dari mereka memiliki anak.[2] Setelah pindah ke Batavia, ia kemudian menikahi wanita lain (hal biasa di zaman itu bagi pria untuk memiliki beberapa istri) bernama Nur binti Muhammad Audhah, yang memberinya seorang putri bernama Muznah yang kemudian menikah dengan Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, seorang Wulayti Hadhrami dari Dammun, satu kota kecil dekat Tarim.[2][4] Pernikahan Muznah dengan Ali Said ini memberikan Said beberapa cucu, yaitu Abubakar, Muhammad, dan sidah.[5] Cucunya yang bernama Abubakar kemudian menjadi kepala sekolah pertama di Jamiat Kheir. Di Batavia, Said membeli sebidang besar tanah di daerah Pekojan yang disebut Tanah Tinggi. Di tana ini ia kemudian membangun sebuah masjid yang disebut Masjid Tanah Tinggi pada bulan November 1833 CE (Rajab 1249 AH). Karena popularitasnya di kalangan Arab Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda menunjuknya sebagai Kapten Arab di Batavia dari 1844 ke 1864. .[6][7] Di nasa akhir hidupnya ketika kondisi fisik dan bisnisnya menurun, bisnisnya diserahkan kepada seorang mantunya yang bernama Abdullah bin Said Basalamah. Pada tahun 1844, ia menyumbangkan 22.240 meter persegi (5,50 ekar) bidang tanah untuk pemakaman di daerah Tanah Abang, Batavia[8] Naum was buried in his endowed cemetery near the grave of Sheikh Salim bin Abdullah bin Sumair who died in 1855 CE (1271 AH).[2] Pada tahun 1970-an, pemerintah Jakarta melakukan tindakan kontroversial dengan merelokasi pemakaman tersebut ke Karet. Mereka menggali kuburan dan sisa-sisa ratusan mayat untuk dipindahkan ke lokasi baru. Beberapa bagian dari tanah yang diwakafkan sekarang digunakan sebagai sekolah yang diberi nama sesuai namanya. Lihat jugaReferensi
|