Rumah Panggang PeRumah Panggang Pe atau juga disebut sebagai Rumah Cakrik adalah salah satu rumah adat yang berasal dari budaya Etnis Jawa, khususnya yang berada di Jawa Tengah. Arti nama Panggang Pe sendiri terdiri dari dua kata, yakni panggang dan ape yang secara harfiah (dalam Bahasa Indonesia) berarti 'dijemur'. Asal nama ini dikarenakan pada zaman dahulu Rumah Panggang Pe berfungsi untuk menjemur barang-barang komoditas hasil pertanian, seperti daun teh, ketela dan sebagainya.[1][2][3][4][5] Rumah Panggang Pe juga dianggap sebagai salah satu rumah adat Jawa yang paling sederhana dari segi arsitektur, karena rumah ini lebih didominasi oleh tiang-tiang daripad tembok. Rumah Panggang Pe juga biasanya berbentuk bujur sangkar atau persegi, rumah Panggang Pe juga memiliki empat hingga enam tiang penyangga tiang utama atau yang disebut sebagai saka, jumlah tiang-tiang itu dibagi antara sisi depan dan belakang rumah. Tiang-tiang yang menyangga sisi belakang rumah biasanya dibuat lebih panjang karena sisi belakang rumah biasanya lebih tinggi dan sisi depan dibuat lebih miring.[6][7][8][9][2][10][11][12] Rumah Panggang Pe juga tidak hanya terdapat di Jawa Tengah, tetapi juga menyebar hingga Banten. Namun Rumah Panggang Pe yang ada di Banten tidak terlalu memiliki arsitektur yang berbeda dengan yang terdapat di Jawa Tengah.[13] Keberadaan rumah Panggang Pe di Banten kemungkinan ada hubungannya dengan pengaruh kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa seperti Demak dan Mataram. Variasi Bentuk RumahMeskipun menjadi rumah adat Jawa yang paling sederhana, tetapi Rumah Panggang Pe juga memiliki bentuk dan varian yang beragam, sehingga rumah ini menjadi lebih menarik dan khas. Berikut ini adalah beberapa varian yang biasa terdapat dalam Rumah Panggang Pe.
Fungsi RumahKarena arsitekurnya yang sederhana dan proses pembuatannya yang tidak terlalu rumit, Rumah Panggang Pe biasanya difungsikan untuk hal-hal yang sederhana, seperti untuk mejemur hasil pertanian,[1][9][11] ataupun pula untuk manusia bisa untuk berlindung sementara dari angin, terik matahari, hujan ataupun cuaca dingin, seperti halnya rumah pada umumnya. Selain sebagai tempat menyimpan hasil pertanian dan berteduh, Rumah Panggang Pe juga mengalami perkembangan dan dapat berfungsi sebagai rumah makan, pos ronda, atau kios sederhana atupun juga pabrik, namun pabrik yang digunakan biasanya baru sebatas home industry sehingga tidak bisa digunakan untuk melakukan proses produksi massal yang besar.[1][2][6][8][9][11] Panggang Pe di BantenPengaruh budaya Jawa dalam hal arsitektur perumahan juga menyebar hingga ke Banten, salah satu dari pengaruh itu adanya keberadaan Rumah Panggang Pe di daerah Cilegon, Banten. Seperti halnya di Jawa Tengah, Rumah Panggang Pe di Banten juga memiliki bentuk dan arsitektur yang terlalu berbeda. Bentuk paling umum dari Rumah Panggang Pe yang ada di Banten adalah bentuk Panggang Pe Pokok (orang Banten menyebutnya sebagai Panggang Pe undak usuk, yakni atap rumah bagian belakang dibuat lebih tinggi dibanding bagian depan). Bagi orang Banten rumah Panggang Pe undak usuk memiliki makna filosofis yakni Wong Tue Ngayomi Anak, yang artinya orang tua mengayomi anak-anaknya.[13] Selain itu juga terdapat Panggang Pe di Banten juga membangunnya dalam varian Panggang Pe Barengan, yang artinya mereka membangun rumah-rumah Panggang Pe dengan berjajar. Namun yang membedakannya adalah rumah Panggang Pe Barengan di Banten dibangun menyamping, sehingga rumah satu dengan yang lainnya berhimpitan dengan rumah di kanan atau kirinya, hanya dibatasi dengan satu tembok saja, orang Banten menyebutnya sebagai nggentep. Biasanya rumah yang berhimpitan itu adalah rumah orang tua dan anaknya, hal ini terkait dengan budaya patrenial yang masih tinggi.[13] Catatan kaki
|