Republik Sosialis Soviet Abkhazia
Republik Sosialis Soviet Abkhazia (RSS Abkhazia)[a] adalah sebuah republik berusia pendek yang terletak di daerah Kaukasus di Uni Soviet. Republik yang terdiri dari wilayah Abkhazia ini berdiri dari tanggal 31 Maret 1921 hingga 19 Februari 1931, dan dibentuk seusai serangan Tentara Merah ke Georgia pada tahun 1921. RSS Abkhazia awalnya merupakan sebuah negara yang berdiri sendiri, tetapi pada tanggal 16 Desember 1921, republik ini menandatangani sebuah perjanjian yang menyatukannya dengan Republik Sosialis Soviet Georgia (RSS Georgia). Status RSS Abkhazia sebagai sebuah "republik traktat" yang tunduk kepada Georgia mirip dengan republik otonom di Uni Soviet, walaupun sebenarnya republik ini masih merdeka secara de facto dari Georgia karena RSS Abkhazia memiliki beberapa hak yang hanya dinikmati oleh republik-republik anggota Uni Soviet, seperti hak untuk memiliki satuan militernya sendiri. Pada tahun 1922, Abkhazia menjadi bagian dari Republik Sosialis Federatif Soviet Transkaukasia yang menyatukan RSS Armenia, Azerbaijan, dan Georgia. RSS Abkhazia dibubarkan pada tahun 1931 dan digantikan oleh Republik Sosialis Soviet Otonom Abkhaz di RSS Georgia. Dalam sejarahnya, RSS Abkhazia dipimpin oleh Nestor Lakoba yang secara resmi menjabat sebagai Ketua Dewan Komisar Rakyat, tetapi ia sangat mengendalikan republik tersebut sampai-sampai muncul kelakar yang menyematkan julukan "Lakobistan" kepada republik ini. Berkat hubungan erat Lakoba dengan pemimpin Soviet Josef Stalin, kolektivisasi ditangguhkan sampai Abkhazia digabung dengan Georgia. Abkhazia tetap menjadi produsen tembakau utama di masa tersebut, dan wilayah ini menghasilkan lebih dari setengah persediaan tembakau Uni Soviet. Abkhazia juga menghasilkan produk-produk pertanian lainnya, seperti teh, wine, dan buah sitrus, alhasil Abkhazia menjadi salah satu wilayah terkaya di Uni Soviet. Selain itu, iklim subtropisnya menjadikannya sebagai tujuan wisata utama di Uni Soviet; Stalin dan para pemimpin Soviet lainnya memiliki dacha (vila) di wilayah ini dan menghabiskan banyak waktu di tempat tersebut. Walaupun Abkhazia adalah sebuah wilayah yang memiliki keanekaragaman etnis, republik ini dipimpin oleh suku Abkhaz yang hanya mewakili kurang dari 30% populasi. Kelompok-kelompok besar lainnya meliputi orang Georgia, Armenia, Yunani, dan Rusia. Meskipun mereka bukan kelompok mayoritas, suku Abkhaz diberi banyak keistimewaan, dan bahasa Abkhaz juga digalakkan sebagai bagian dari kebijakan korenizatsiia pada masa tersebut. Jati diri nasional Abkhaz dikembangkan lewat kebijakan ini, sehingga nasionalisme Abkhaz pun bangkit. Pendirian republik ini sendiri berdampak besar terhadap sejarah orang Abkhaz, karena untuk pertama kalinya ada sebuah satuan geografi yang diberi nama Abkhazia. Meskipun republik setengah merdeka ini diturunkan statusnya pada tahun 1931, suku Abkhaz masih tetap mengingat keberadaan negara tersebut. Pada saat pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev menggalakkan program glasnost dan perestroika pada akhir dasawarsa 1980-an, para pemimpin Abkhaz menyerukan agar negara Abkhazia dibentuk kembali dan dipisahkan dari Georgia, dan mereka menjadikan RSS Abkhazia sebagai landasannya. Hal ini berujung pada pemulihan konstitusi RSS Abkhazia tahun 1925, yang kemudian memicu perang Abkhazia-Georgia pada tahun 1992–1993 serta konflik Abkhaz–Georgia pada zaman modern. Latar belakangKekaisaran Rusia mengambil alih Abkhazia pada awal abad ke-19 dan telah menancapkan kekuasaannya di kawasan tersebut pada tahun 1864.[1] Rusia tidak ingin mendirikan satuan wilayah yang dilandaskan pada kelompok etnis, sehingga mereka memutuskan untuk memasukkan wilayah Abkhazia ke dalam Kegubernuran Kutais.[2] Kemudian terjadi pemindahan penduduk dalam jumlah yang besar, alhasil persebaran etnis di Abkhazia pun berubah drastis. Ribuan orang Abkhaz diusir dari rumah mereka, dan kemudian suku Mingrelia didatangkan untuk menggantikan mereka.[3][4] Setelah meletusnya Revolusi Februari pada tahun 1917 yang mengakhiri riwayat Kekaisaran Rusia, status Abkhazia menjadi tidak jelas.[5] Wilayah ini terbebas dari kekuasaan Rusia dan sempat mempertimbangkan untuk bergabung dengan Republik Pegunungan Kaukasus Utara pada tahun 1917, tetapi akhirnya mereka memutuskan untuk tidak melakukan hal tersebut akibat jarak antara Abkhazia dengan kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam pembentukan republik tersebut.[6] Pada Februari 1918, kaum Bolshevik Abkhazia mencoba mendirikan sebuah komune yang mirip dengan sistem Soviet (dewan) yang dibentuk di Rusia. Upaya ini kandas dan kedua tokoh Bolshevik Abkhazia, Efrem Eshba dan Nestor Lakoba, melarikan diri.[7] Dewan Rakyat Abkhaz (DRA) kemudian dibentuk dan secara de facto menjadi penguasa wilayah ini. Setelah Republik Demokratik Georgia didirikan pada Mei 1918, negara tersebut mengambil alih Abkhazia dan menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Georgia. Georgia tidak dapat mengendalikan seluruh wilayah Abkhazia, sehingga DRA masih menguasainya hingga Abkhazia diserang oleh Bolshevik pada tahun 1921.[8] Status Abkhazia ditetapkan oleh konstitusi Georgia tahun 1921. Pasal 107 menjamin otonomi "Abkhazeti[b] (distrik Soukhoum)" dalam "mengelola urusan mereka".[9] Konstitusi tersebut dikumandangkan setelah Tentara Merah menyerang Georgia pada Februari 1921; hakikat dari status otonomi yang telah dijanjikan ini sendiri tidak pernah dijabarkan.[10] Walaupun begitu, menurut sejarawan Timothy Blauvelt, peristiwa ini sangat berdampak terhadap sejarah Abkhazia, karena untuk pertama kalinya Abkhazia ditetapkan sebagai satuan geografinya sendiri.[11] PembentukanPada tanggal 15 Februari 1921, Tentara Merah menyerang Georgia, dan Abkhazia juga ikut diserang pada tanggal 17 Februari.[12] Eshba dan Lakoba kembali ke Abkhazia sebelum serangan tersebut dimulai dan membentuk Komite Revolusioner (Revkom) untuk mempersiapkan pendirian sebuah pemerintahan Bolshevik.[13] Ibu kota Abkhazia di Sukhumi direbut pada tanggal 4 Maret. Ketika pertempuran masih berkecamuk di Georgia, Revkom (yang tidak menduga bahwa mereka akan menjadi satu-satunya yang memiliki wewenang di Abkhazia) memanfaatkan keadaan dan menyatakan Abkhazia sebagai sebuah republik yang merdeka.[14] Mereka mengirim sebuah telegram ke Moskwa yang meminta nasihat dan juga mengusulkan agar republik ini bergabung dengan Republik Sosialis Federatif Soviet Rusia, tetapi Sergo Ordzhonikidze (tokoh Bolshevik dan pemimpin Biro Kaukasus atau Kavbiuro) menolak gagasan tersebut.[15] Akibatnya, pada 31 Maret 1921, republik tersebut mengumandangkan bahwa "atas kehendak dari para buruh, Republik Sosialis Soviet Abkhazia yang baru telah lahir."[16] Abkhazia pun menjadi sebuah republik yang merdeka dengan kesepahaman di pihak Abkhazia dan Georgia bahwa Abkhazia kelak akan bergabung dengan Republik Sosialis Soviet Georgia (RSS Georgia) yang baru saja dibentuk.[16] Sebelum hal ini dapat diwujudkan, Abkhazia akan dianggap sebagai wilayah yang terpisah dari Georgia. Revkom Georgia (yang berperan sebagai badan pemerintahan RSS Georgia) menerima Abkhazia dalam sebuah telegram pada 21 Mei 1921, dan juga menyatakan bahwa status hubungan di antara keduanya sebaiknya diselesaikan dalam Kongres Buruh pertama di masing-masing republik.[17] StatusRevkom Abkhaz merasa enggan untuk menjadwalkan sebuah kongres yang akan menentukan status Abkhazia, karena mereka tidak ingin melepaskan kekuasaan mereka. Kavbiuro memaksa Revkom untuk mengambil tindakan, dan perundingan antara Abkhazia dan Georgia dimulai pada Oktober 1921.[18] Hasilnya adalah sebuah perjanjian yang terdiri dari dua pasal, dan perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 16 Desember 1921:
Perjanjian ini menyatukan kedua negara tersebut, sehingga Abkhazia menjadi sebuah "republik traktat" yang tunduk kepada Georgia.[20] Status istimewa Abkhazia semakin diperkuat dalam konstitusi Georgia tahun 1922, yang menyebutkan "perjanjian penyatuan istimewa" di antara kedua negara tersebut. Konstitusi Abkhazia 1925 memberikan catatan bahwa Abkhazia bersatu dengan Georgia "atas dasar perjanjian istimewa".[21] Pada tanggal 13 Desember 1922, saat masih bersatu dengan Georgia, Abkhazia bergabung dengan Republik Sosialis Federatif Soviet Transkaukasia (RSFST), bersama dengan Armenia dan Azerbaijan. Federasi baru tersebut seolah-olah dibentuk atas dasar ekonomi, tetapi kemungkinan hal ini dilakukan untuk mengukuhkan kekuasaan Soviet di wilayah tersebut.[22] Abkhazia dianggap sebagai wilayah Georgia, meskipun status Abkhazia sebenarnya tidak biasa bila dibandingkan dengan republik-republik otonom lainnya di Uni Soviet, karena Abkhazia memiliki simbol nasional (sebuah bendera dan lambang) dan satuan angkatan daratnya sendiri, padahal hak ini hanya diberikan kepada republik anggota Uni Soviet.[23] Lambang Abkhazia awalnya dirincikan di dalam konstitusi 1925 sebagai sebuah lambang yang "terdiri dari palu-arit emas dengan latar bentang alam Abkhazia dan dengan kutipan dalam bahasa Abkhaz 'RSS Abkhazia'".[24] Rincian ini sedikit diubah pada tahun 1926: semboyan republik tersebut (dan juga semboyan di seluruh Uni Soviet), "Kaum proletar dari semua negara, bersatulah!", kini dituliskan dalam bahasa Abkhaz, Georgia, dan Rusia (sebelumnya hanya ditulis dalam bahasa Abkhaz).[24] Abkhazia juga memiliki konstitusinya sendiri, yang dirumuskan pada 1 April 1925, walaupun hak untuk menetapkan konstitusi hanya dimiliki oleh republik anggota.[25] Rakyat dan tokoh masyarakat Abkhaz tidak menyukai penyatuan dengan Georgia.[11] Penyatuan ini juga tidak disukai di Georgia, dan bahkan muncul kecurigaan bahwa penyatuan tersebut merupakan tipu daya Bolshevik agar Georgia mengalihkan kebencian mereka kepada orang Abkhaz, terutama mengingat bahwa pada saat itu orang Georgia merupakan salah satu kelompok yang paling bermusuhan terhadap kaum Bolshevik.[26] Sebagai "republik traktat" satu-satunya di Uni Soviet, status RSS Abkhazia yang sebenarnya menjadi perhatian pemerintah Soviet dan Georgia, karena mereka tidak ingin wilayah lain menuntut status serupa.[27] Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah memutuskan untuk menurunkan status Abkhazia. Pada 19 Februari 1931, Abkhazia dirombak menjadi Republik Sosialis Soviet Otonom Abkhaz yang tunduk kepada RSS Georgia (yang saat itu juga masih menjadi anggota Republik Transkaukasia).[28] Tindakan tersebut menimbulkan protes, dan ini adalah demonstrasi besar pertama yang menentang pemerintah Soviet di Abkhazia.[29] PolitikPada mulanya, Abkhazia berada di bawah kendali Revkom Abkhaz (yang dipimpin oleh ketuanya, Efrem Eshba) hingga sebuah lembaga yang lebih permanen dapat didirikan.[17] Pada tanggal 17 Februari 1922, Dewan Komisar Rakyat dibentuk, dan Nestor Lakoba dipilih menjadi ketuanya, sehingga ia menjadi kepala republik secara de facto; jabatan ini hanya menjadi formalitas bagi Lakoba, karena ia sudah mengendalikan Abkhazia semenjak kaum Bolshevik menguasai wilayah tersebut pada tahun 1921.[30][31] Lakoba dan Eshba sendiri sudah menjadi pemimpin kaum Bolshevik di Abkhazia setelah meletusnya Revolusi Rusia. Lakoba dan Eshba dua kali mencoba merebut Abkhazia pada Februari dan April 1918, tetapi upaya-upaya ini kandas. Setelah kegagalan yang kedua, mereka melarikan diri dari Abkhazia dari baru kembali pada Maret 1921 setelah Bolshevik mengukuhkan kekuasaannya di wilayah tersebut.[32] Lakoba menguasai Abkhazia seperti wilayahnya sendiri, sampai-sampai muncul gurauan yang menyebut Abkhazia dengan nama "Lakobistan". Statusnya sebagai kepala republik tidak pernah ditentang.[33] Ia berupaya melawan berbagai kebijakan menindas yang diberlakukan di wilayah-wilayah lainnya di Uni Soviet, termasuk kebijakan kolektivisasi. Lakoba juga memasok dana kepada para bangsawan Abkhaz, dan ia dapat melakukan hal ini berkat hubungannya yang erat dengan pemimpin Soviet, Josef Stalin.[34] EkonomiPada masa Soviet, Abkhazia menjadi penghasil tembakau utama. Pada dasawarsa 1930-an, wilayah ini memasok hingga 52% dari seluruh ekspor tembakau Uni Soviet.[35] Produk-produk pertanian lainnya, seperti teh, wine, dan buah sitrus (khususnya tangerine) juga dihasilkan dalam jumlah yang besar, sehingga Abkhazia menjadi salah satu wilayah paling kaya di Uni Soviet, dan bahkan lebih kaya daripada Georgia.[36] Sumber-sumber daya alam tersebut menjadikan Abkhazia sebagai "sebuah pulau kemakmuran di wilayah Kaukasus yang dirusak perang".[37] Beberapa pabrik juga dibangun di Abkhazia sebagai bagian dari kebijakan pembangunan Uni Soviet, walaupun pabrik-pabrik ini tidak terlalu berdampak terhadap kekuatan ekonomi Abkhazia.[38] Abkhazia juga dikenal sebagai tujuan wisata utama bagi kaum elit Soviet sekaligus rakyat jelata. Pada dasawarsa 1920-an, Stalin berkunjung setiap tahunnya ke wilayah ini, dan ia juga diiringi oleh rekan-rekannya dari Kremlin yang mencoba memanfaatkan waktu tersebut untuk mendapatkan kepercayaannya.[39] Sebagai tuan rumah, hubungan Lakoba dengan Stalin menjadi semakin erat. Lakoba juga menjadi orang kepercayaannya, dan Stalin juga membiarkan Lakoba mengendalikan Abkhazia.[40] Hal ini tampak jelas ketika Lakoba menolak melaksanakan kebijakan kolektivisasi, karena menurutnya tidak ada kulak (petani kaya) di Abkhazia.[41] Sikap Lakoba dibela oleh Stalin, yang menyatakan bahwa kebijakan anti-kulak tidak "mempertimbangkan kekhususan dalam struktur sosial Abkhaz dan melakukan kesalahan dengan memindahkan model pengaturan sosial ala Rusia ke wilayah Abkhaz".[42] Kolektivisasi baru mulai dijalankan setelah status Abkhazia diturunkan pada tahun 1931, dan akhirnya dilaksanakan secara utuh pada tahun 1936 setelah kematian Lakoba.[43] Dalam sejarahnya yang singkat, mata uang resmi yang digunakan oleh republik ini adalah rubel Soviet.[44] DemografiRSS Abkhazia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman etnis, dan komposisi etnisnya mengalami perubahan besar semenjak wilayah tersebut dikuasai oleh Rusia. Pada akhir abad ke-19, jumlah orang Abkhaz yang diusir dari wilayahnya mencapai 100.000 jiwa, dan kebanyakan dari mereka dideportasi ke Kesultanan Utsmaniyah.[45] Pada saat RSS Abkhazia dibentuk, kelompok etnis Abkhaz hanya mewakili kurang dari 30% populasi. Kebijakan korenizatsiia kemudian dilaksanakan pada masa tersebut dengan tujuan untuk mendukung kelompok-kelompok minoritas di Uni Soviet, alhasil jumlah orang Abkhaz pun meningkat: dari tahun 1922 hingga 1926, jumlah orang Abkhaz bertambah sekitar 8%, sedangkan jumlah orang Georgia turun sebesar 6%. Oleh sebab itu, menurut hasil sensus Soviet 1926 (satu-satunya sensus yang diadakan saat RSS Abkhazia berdiri), jumlah orang Abkhazia mencapai 55.918 jiwa atau mewakili 27,8% populasi, sementara jumlah orang Georgia tercatat sebesar 67.494 jiwa (36%). Jumlah penduduk Abkhazia sendiri secara keseluruhan mencapai 201.016. Sementara itu, kelompok etnis besar lainnya yang dihitung dalam sensus tahun 1926 adalah orang Armenia (25.677 atau 12,7%), orang Yunani (14.045, atau 7%), dan orang Rusia (12.553, atau 6,2%).[46][47] Budaya dan bahasaAksara yang dipakai untuk menuliskan bahasa Abkhaz diubah pada masa RSS Abkhazia. Menurut kebijakan korenizatsiia, suku Abkhaz tidak dianggap sebagai suku bangsa yang "maju" di Uni Soviet, sehingga kebijakan ini berupaya mengembangkan bahasa dan budaya mereka.[48] Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, bahasa Abkhaz (dan bahasa-bahasa daerah lainnya di Uni Soviet) dilatinisasi pada tahun 1928, sehingga bahasa ini tidak lagi dituliskan dengan aksara Kiril.[49] Kebijakan ini juga berupaya menggalakkan kebudayaan Abkhaz melalui dukungan dan pendanaan.[38] Untuk semakin memajukan upaya ini, Perhimpunan Ilmiah Abkhazia dibentuk pada tahun 1922, sementara Akademi Bahasa dan Sastra Abkhazia didirikan pada tahun 1925.[50] Untuk mengakui keanekaragaman etnis di Abkhazia, Pasal 8 Konstitusi Abkhazia tahun 1925 mencantumkan tiga bahasa resmi, yaitu bahasa Abkhaz, Georgia, dan Rusia, sementara hasil amendemen pada masa berikutnya menyatakan, "Semua suku bangsa yang menghuni RSS Abkhazia dijamin hak atas pembangunan secara bebas dan penggunaan bahasa asli baik dalam badan nasional-budaya maupun dalam badan kenegaraan secara umum".[51][52] Sebagian besar penduduk Abkhazia tidak bisa bahasa Abkhaz, sehingga bahasa Rusia menjadi bahasa yang dominan di dalam pemerintahan, sementara daerah-daerah tertentu menggunakan bahasa yang paling sering dituturkan di kawasan tersebut.[53] Tinggalan sejarahStatus Abkhazia sebagai "republik traktat" tidak pernah diperjelas pada masa berdirinya, dan sejarawan Arsène Saparov bahkan menyatakan bahwa para pejabat pada masa itu tak memahami arti dari istilah tersebut.[54] Status ini memiliki makna simbolis bagi suku Abkhaz, yang tak pernah melupakan bahwa mereka pernah memiliki negaranya sendiri, paling tidak di atas kertas.[55] Seruan untuk mengembalikan status Abkhazia seperti semula muncul ketika kebijakan glasnost dan perestroika digalakkan pada masa pemerintahan Mikhail Gorbachev pada dasawarsa 1980-an. Sebuah majelis di Lykhny pada tahun 1989 meminta agar pemerintah Soviet mengubah status Abkhazia menjadi republik anggota dan mengklaim RSS Abkhazia sebagai landasan yang dapat membenarkan tindakan tersebut.[56] Saat Abkhazia mengumandangkan kemerdekaannya pada tahun 1990, mereka meminta agar konstitusi tahun 1925 dipulihkan, dan konstitusi ini sendiri menyerukan penyatuan Abkhazia dan Georgia, sehingga konstitusi ini tetap memberikan ruang bagi penyatuan dengan Georgia.[57] Pemulihan konstitusi tahun 1925 kemudian menjadi pemantik perang melawan Georgia pada tahun 1992–1993 dan sengketa mengenai status Abkhazia. Hasilnya adalah kemerdekaan Abkhazia secara de facto semenjak tahun 1992.[43] ReferensiCatatan
Kutipan
Daftar pustaka
|