Reformatio imperiiReformatio imperii (bahasa Jerman: Reichsreform, bahasa Indonesia: reformasi kekaisaran) adalah upaya yang dilancarkan pada abad ke-15 dan ke-16 untuk mereformasi struktur dan tatanan konstitusi Kekaisaran Romawi Suci agar menjadi lebih sesuai dengan ciri-ciri negara modern. Reformasi ini juga dimaksudkan untuk mendirikan suatu pemerintahan yang berada di bawah kekuasaan dewan kekaisaran (Reichsstand) dan kaisar. Upaya-upaya pertamaUpaya-upaya pertama untuk mereformasi kekaisaran dilancarkan dari tahun 1434 hingga 1438 dalam pertemuan Reichstag di Eger dan Nuremberg. Pemrakarsanya adalah Kaisar Sigismund dan para pangeran-elektor. Kedua belah pihak ingin untuk mendirikan pemerintahan yang lebih efektif, tetapi masing-masing memiliki kepentingan yang saling berlawanan. Kaisar ingin memperkuat kekuasaannya, sementara para pangeran menginginkan kepemimpinan yang juga melibatkan mereka. Publikasi-publikasi yang diterbitkan pada saat itu (seperti Reformatio Sigismundi) menunjukkan bahwa kelas-kelas terdidik yang mewakili wilayah-wilayah para graf dan baron (Freiherren), ksatria dan kota kekaisaran, dan wilayah-wilayah keuskupan yang lebih kecil mendukung kaisar karena akan melindungi mereka dari permintaan tuan-tuannya. Namun, kaisar sendiri (yang selalu berasal dari Wangsa Habsburg) menggunakan politik kekaisaran hanya untuk memperkuat posisi di negaranya. Reformasi tahun 1495Setelah jatuhnya Wangsa Hohenstaufen pada pertengahan abad ke-13, kekuasaan para kaisar melemah dan wewenang negara-negara bagian semakin menguat (terutama para pangeran-elektor yang ditetapkan oleh Bulla Emas 1356). Namun, negara-negara bagian Romawi Suci yang otonom sadar bahwa ketiadaan wewenang pusat merugikan mereka pada saat meletusnya konflik seperti Perang Husite. Pada tahun 1495, dilancarkan upaya reformasi dalam pertemuan Reichstag di kota Worms untuk mendirikan struktur baru untuk Kekaisaran Romawi Suci. Landasan utama reformasi ini adalah teori keserasian antara kaisar dengan dewan kekaisaran yang dikembangkan oleh Nicholas dari Kues. Kaisar Romawi Suci pada saat itu Maximilian I dari Habsburg meminta para anggota dewan agar menaikkan pajak dan menyiapkan pasukan untuk menghadapi ancaman Kesultanan Utsmaniyah (terutama setelah Jatuhnya Konstantinopel). Para anggota perwakilan yang dipimpin oleh Kanselir Uskup Agung Mainz Bertold von Henneberg-Römhild menyetujui pemberlakuan pajak kekaisaran, tetapi sebagai gantinya memberikan beberapa syarat, seperti pendirian pemerintahan kekaisaran akan menggantikan Reichstag yang dianggap terlalu lamban. Pemerintahan yang terdiri dari dua puluh pangeran spiritual dan duniawi serta perwakilan dari kota-kota bebas kekaisaran ini dimaksudkan untuk mengontrol kebijakan keuangan dan luar negeri kaisar. Maximilian menolak pembatasan ini dan baru menyetujuinya pada pertemuan dewan di Augsburg pada tahun 1500 setelah negara-negara bagian menyerahkan pasukan Landsknecht mereka kepadanya, tetapi Maximilian membubarkan pemerintahan ini dua tahun kemudian. Pajak kekaisaran sendiri ditolak oleh berbagai negara bagian dan Konfederasi Swiss bahkan menolak membayar sepeserpun; penolakan Swiss menjadi salah satu faktor yang memicu Perang Swabia pada tahun 1499. Daftar pustaka
Bacaan lanjut
|