Referendum konstitusional Islandia 1944Referendum konstitusional Islandia tahun 1944 adalah suatu referendum yang diselenggarakan antara tanggal 20 dan 23 Mei 1944 di Islandia.[1] Para pemilih ditanyai apakah uni personal dengan Denmark harus dihapuskan, dan apakah Islandia akan mengadopsi konstitusi republik yang baru. Kedua pilihan tersebut disetujui dengan persentase lebih dari 98%. Jumlah pemilih yang hadir adalah 98,4%;[2] dan bahkan 100% di dua konstituen, yaitu Seyðisfirði dan Vestur-Skaftafjellssýsla.[3] Pelaksanaan referendum tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Penyatuan Denmark-Islandia tahun 1918. Undang-undang tersebut sebelumnya juga telah memberi kemerdekaan bagi Islandia, tetapi tetap mempertahankan perserikatan kedua negara dalam bentuk uni personal, di mana Raja Denmark juga menjadi Raja Islandia. HasilMenghapuskan Undang-Undang Penyatuan
Konstitusi republik yang baru
KesudahanSebagai hasil dari referendum tersebut, sebuah negara Islandia yang independen terbentuk pada tanggal 17 Juni 1944. Karena Denmark pada saat itu sedang diduduki oleh Nazi Jerman, banyak orang Denmark yang merasa tersinggung bahwa langkah tersebut dilakukan pada saat sepert itu. Meskipun demikian, Raja Christian X dari Denmark tetap mengirimkan ucapan selamat bagi rakyat Islandia. Konstitusi Islandia yang diadopsi oleh referendum pada tahun 1944, memberikan hak kekuasaan kepada seorang Presiden (yang fungsinya terutama bersifat seremonial), seorang Perdana Menteri, serta pada lembaga-lembaga Legislatif dan Yudikatif.[4] Presiden terpilih secara langsung, dan bertugas untuk masa jabatan selama empat tahun.[4] Badan legislatif yang unikameral (satu kamar) juga terpilih untuk bekerja selama empat tahun (atau sampai terjadi pembubaran).[4] Perayaan RepublikPerayaan Republik diadakan di Þingvellir pada tanggal 17 Juni 1944. Pada pukul 13.30, Perdana Menteri Björn Þórðarson secara resmi membuka perayaan, setelah itu dilanjutkan dengan upacara keagamaan. Bendera Islandia dinaikkan dan para anggota parlemen berdiri dari tempat duduk mereka saat lonceng-lonceng gereja berdentang. Semua menyatakan secara unilateral bahwa Islandia selanjutnya akan menjadi republik. Para anggota parlemen kemudian memilih Sveinn Björnsson sebagai presiden yang pertama. Björnsson telah menjabat sebagai wali penguasa dan mewakili Raja selama masa perang. Ia adalah satu-satunya presiden yang tidak dipilih langsung oleh rakyat Islandia. Lihat pulaReferensi
|