Rara Sekar
Rara Sekar Larasati, juga dikenal dengan moniker Hara (lahir 7 Juni 1990) adalah seorang penyanyi-penulis lagu dan peneliti berkebangsaan Indonesia. Rara dikenal sebagai mantan anggota dari grup musik Banda Neira yang ia bentuk bersama Ananda Badudu. Ia memulai proyek solonya dengan moniker Hara sejak 2020.[1] Selain sebagai musisi, Rara merupakan peneliti lepas di bidang sosial dan budaya dan pendidik setelah mendapatkan gelar magister dari Universitas Victoria Wellington. Ia juga aktif sebagai pegiat lingkungan dengan menyuarakan isu-isu lingkungan dan mempraktikkan gaya hidup berkelanjutan. Kehidupan awal dan pendidikanRara Sekar Larasati lahir di Bandung pada 7 Juni 1990. Rara adalah putri sulung dari pasangan dosen grafologi Sapta Dwikardana dan guru musik Luana Marpanda. Ia memiliki adik perempuan bernama Isyana Sarasvati–yang berprofesi sebagai penyanyi.[2] Saat kecil ia sering berpindah-pindah domisili, ia sempat menghabiskan masa kecilnya di Belgia karena ayahnya melanjutkan studi untuk mendapatkan gelar PhD.[3] Rara lahir dari keluarga yang memiliki kecintaan terhadap musik. Ayahnya merupakan mantan vokalis grup musik indie Bandung, Sangkuriang Voice sedangkan ibunya menjadi penanggung jawab audio di grup tersebut.[4] Berbagai bunyi nada pun sudah familiar dengannya sejak usia kanak-kanak, ibunya adalah orang pertama yang memperkenalkannya terhadap musik terutama musik klasik.[5] Sepulangnya ia ke Indonesia, ia dan adiknya mengikuti berbagai les musik mulai dari olah vokal hingga berbagai instrumen di antaranya piano, biola, flute, electone, gamelan, dan suling. Namun Rara mengaku tidak menikmati mempelajari musik lewat berbagai les musik yang diberikan orang tuanya dan memutuskan berhenti ketika memasuki masa kuliah. Adapun sewaktu Rara berusia 11 tahun dan adiknya berusia 9 tahun, keduanya pernah membuat sebuah album bertajuk Rara & Isyana yang dijual terbatas di kalangan tetangga dan teman-teman orang tuanya berisi cover lagu-lagu jazz klasik. Meski diperkenalkan pada dunia musik, Rara mengaku bahwa keluarga memberikan sepenuhnya kebebasan pada apa yang ia inginkan dan apapun pilihannya.[6] Rara menyadari renjananya bukan di musik, tapi di bidang pendidikan.[7] Rara merupakan anak yang pandai di bidang akademik, ia kerap mengikuti kompetisi debat bahasa Inggris dan juga mendapat kerap beasiswa. Rara menguasai beberapa bahasa asing antara lain Turki, Belanda, Prancis dan Spanyol. Skor rata-rata tes IELTS-nya mencapai 8,5.[8] Rara mengenyam pendidikan S-1 program studi Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan. Ia kemudian mendapatkan beasiswa dan melanjutkan pendidikan S2 program studi Antropologi Budaya di Universitas Victoria Wellington. Rara lulus dengan fokus penelitian di persimpangan isu pendidikan, pembangunan, anak muda, dan adat. Selama kuliah ia juga bekerja sebagai asisten dosen di jurusan Antropologi Budaya mengampu kelas Antropologi HAM dan Pembangunan.[9] Karier musik2012–2016: Banda NeiraPada Februari 2012, Rara membentuk sebuah grup musik bersama Ananda Badudu yang bernama Banda Neira. Terbentuknya grup tersebut dilatarbelakangi proyek iseng dari keduanya ketika ditunjuk untuk bermain musik di sebuah acara gigs. Keduanya kemudian sepakat untuk serius melanjutkan proyek. Mereka menyewa studio untuk merekam lagu untuk album mini perdana bertajuk Paruh Waktu yang terdiri dari empat trek. Album tersebut diunggah di SoundCloud dan mendapatkan respon positif.[10] Di tahun-tahun berikutnya Banda Neira merilis beberapa album di bawah naungan Sorge Records. Banda Neira merilis album studio perdananya Berjalan Lebih Jauh pada 2013.[11] Kemudian pada 2015, Banda Neira berkolaborasi bersama Gardika Gigih, Layur, Jimi Pangekshi, dan Suta Suma mengeluarkan album rekaman langsung kolaboratif bertajuk Kita Sama-Sama Suka Hujan yang diambil dari konser "Suara Awan, Sebuah Pertemuan".[12][13] Pada 2016, Banda Neira merilis album studio kedua, Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti yang dibagi dalam dua cakram, "Yang Patah Tumbuh" dan "Yang Hilang Berganti".[14] Setelah empat tahun berkarya, pada 23 Desember 2016 Banda Neira secara resmi membubarkan diri. Hal tersebut disampaikan oleh Rara Sekar dan Ananda Badudu melalui akun Instagram resmi Banda Neira. Menurut mereka, bubarnya Banda Neira sudah lewat pemikiran panjang nyaris setahun lamanya.[15][16] 2017–2020: Daramuda ProjectPada Maret 2017, Rara berkolaborasi dengan Danilla Riyadi dan Sandrayati Fay dalam proyek musik kolektif bernama Daramuda. Daramuda dibentuk untuk menyalurkan sisi santai ketiganya sebagai seorang musisi dan tidak berfokus mengenai berapa banyak album yang terjual maupun bagaimana respon para pendengar.[17][18] Pada 2019, Daramuda merilis album bertajuk Salam Kenal yang berisikan tujuh trek lagu dengan rincian satu lagu dinyanyikan bersama dan masing-masing dua lagu dinyanyikan secara solo. Rara membawa lagu berjudul "Apati" dan "Growing Up".[19][20] Setahun berikutnya, Daramuda merilis album mini bertajuk Pertigaan yang berisikan tiga trek lagu yang dinyanyikan bersama.[21] Tujuh hari setelah merilis album Pertigaan, Daramuda memutuskan untuk bubar dan merilis lagu "Selamat Tinggal" sebagai persembahan terakhir.[22][23] 2020–sekarang: Hara2020: Debut singelPada 2020, Rara memulai proyek musiknya sebagai solois dengan moniker Hara (digayakan huruf kecil semua) dinaungi oleh label rekaman Akar Wangi Records dan distribusi digital oleh Redrose Records. Rara merilis singel pertamanya dengan membawakan ulang lagu "Ati Bolong", sebuah karya seorang dalang almarhum Ki Slamet Gundono yang ia aransemen dengan genre folk.[24] 2021: KenduriSatu tahun kemudian, pada 7 Juni 2021, Rara merilis album mini perdananya, Kenduri yang terdiri dari empat trek lagu yakni "Tembang Tandur", "Akar Wangi", "Arumdalu" serta satu singel berjudul "Kebun Terakhir" yang telah dirilis sebulan sebelumnya. Seluruh lagu dalam album tersebut terinspirasi dari pengalamannya selama berkebun dan berkaitan erat dengan isu alam.[25][26] 2023: Layar Terkembang (With Sails Unfurled)Sebagai kado penutup tahun, Rara merilis mini album keduanya bertajuk Layar Terkembang (With Sails Unfurled) pada 22 Desember 2023. Album ini tidak membicarakan tema secara khusus. Rara memaknai album ini sebagai Side B dari karya-karyanya. Album terdiri dari lima trek lagu dengan komposisi dua buah lagu baru dan tiga buah lagu lama yang diaransemen ulang dengan format bersama string quintet. Ketiga lagu tersebut adalah “Tembang Tandur” dan “Kebun Terakhir”, serta “Growing Up”. Fokus trek dari album terletak pada dua lagu baru yakni “Sebuah Lagu Untuk Teman (A Song for a Friend)” dan “Layar Terkembang (With Sails Unfurled).”[27] AktivismeSetelah Rara lulus dari Universitas Katolik Parahyangan, ia memilih berkarya di jalur independen sebagai seorang pekerja lepas, peneliti, dan pegiat sosial. Menurutnya, hal tersebut lebih menarik perhatian, terutama karena ia lebih nyaman saat turun langsung di lapangan untuk melakukan sesuatu.[28] SosialDi Jakarta, Rara pernah aktif menjadi aktivis HAM dengan menjadi tenaga magang di Kontras, LSM pembela korban penghilangan paksa dan korban kekerasan bentukan almarhum Munir. Sebelumnya ia juga menjadi peserta pelatihan Sekolah HAM untuk Mahasiswa (Sehama) angkatan pertama yang diinisiasi oleh Kontras.[29][30] Rara kemudian hijrah ke Bali dari 2012 hingga 2014 untuk bekerja sebagai project officer di Yayasan Kopernik, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pengentasan kemiskinan yang berlokasi di Sayan, Ubud, Gianyar. Organisasi tersebut bertujuan untuk menyediakan kebutuhan dasar masyarakat di daerah-daerah terpencil.[31] PendidikanBersama seorang temannya, Ana Agustina, ia menggagas untuk mendirikan sekolah alternatif gratis bernama Sekolah Kita di Rumpin, Bogor, Jawa Barat pada 2012 bersama warga setempat. Sekolah tersebut adalah sekolah non-formal untuk anak-anak korban sengketa tanah. Di sekolah tersebut ia bertugas sebagai Kakak Dewan Pembina Kurikulum yang membuat profil, ragam kegiatannya, serta merancang kurikulum sekolah.[32] LingkunganRara memiliki minat yang tinggi terhadap pelestarian lingkungan hidup. Rara telah lama mendalami pengetahuan terkait isu lingkungan dan menekuni gaya hidup berkelanjutan. Sejak 2016, Rara aktif menyuarakan isu-isu lingkungan dan mempraktikkan berbagai kegiatan ramah lingkungan di antaranya menerapkan konsep 8R, memilah sampah berdasarkan kategorinya, berkebun, memilih produk yang bertanggung jawab kepada lingkungan, dan membuat kompos sendiri.[33][34] Rara kerap terlibat dalam acara bertema lingkungan seperti mengkampanyekan gerakan untuk memanfaatkan lahan sempit di rumah untuk bercocok tanam bersama dengan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Tani Centre IPB di masa pandemi Covid-19 2020,[35] menjadi inspirator dalam manifesto Orang Muda Indonesia untuk Perubahan Iklim pada Youth Virtual Conference "Untukmu Bumiku" yang digelar 6 Juni 2021[36], serta menjadi narasumber dalam acara webinar World Environment Day 2021 di Uni Eropa.[37] [38] Rara seringkali mengkampanyekan ketahanan pangan dengan penampilan bermusiknya di dalam dan tentang alam, seperti menggabungkan makanan lokal, mencari makan, dan keanekaragaman hayati di setiap musiknya. Hal ini terlihat pada projek solo Rara dengan moniker Hara dalam album mini Kenduri yang memadukan musik tradisional Indonesia dengan tema-tema ekologi, kehidupan, krisi iklim, duka, kepedulian kolektif, tradisi dan ritual. Karya musik dari Rara membicarakan mengenai isu-isu lingkungan dan sosial yang dilatari oleh penilai kritis dari penelitian dan menghormati ritual dan tradisi Jawa.[39] Kehidupan pribadiRara menikah dengan seorang dosen dan peneliti, Ben Kristian Citto Laksana pada 2015.[40] Rara merupakan vegetarian sejak 2011, kemudian pada 2019 ia memutuskan menjadi fleksitarian karena pekerjaan yang mengharuskannya keliling Indonesia untuk waktu yang lama sehingga sulit untuk tetap menjaga kesehatan dengan makanan nabati yang ada di daerah-daerah yang ia datangi.[41] DiskografiSebagai Rara Sekar (2018–2020)Singel
Penampilan tamu
Sebagai Hara (2020–sekarang)Album mini
Singel
Karya tulis
Siniar2019–sekarang: Benang MerahDalam menyuarakan isu sosial, Rara dan suaminya, Ben Laksana, aktif dalam siniar mereka yang bernama Benang Merah. Keduanya membuka ruang diskusi alternatif mengenai isu sosial yang terjadi di masyarakat.[55] Siniar disiarkan di Spotify, Apple Podcast, Anchor, dan YouTube. Episode pertama disiarkan pada 21 Maret 2019. Hingga 2023, Benang Merah memiliki 20 episode.[56] Penghargaan dan nominasi
Referensi
|