Randan Batu, Makale Selatan, Tana Toraja

Randan Batu
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenTana Toraja
KecamatanMakale Selatan
Kodepos
91815
Kode Kemendagri73.18.29.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Randan Batu adalah sebuah lembang yang berada dalam wilayah Kecamatan Makale Selatan, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Luas wilayah Lembang Randan Batu adalah 9,41 km2 dengan kondisi berbukit pada ketinggian 1.300–1.500 mdpl. Lokasi Lembang Randan Batu termasuk kawasan hulu Sungai Saddang.

Penduduk Lembang Randan Batu berasal dari wilayah bagian selatan Kabupaten Tana Toraja yang berbatasan dengan Kabupaten Enrekang. Pada tahun 2022, penduduk di Lembang Randan Batu berjumlah 2.761 orang dengan kepadatan sebesar 293 orang tiap km2.[1] Mata pencaharian utama penduduk di Lembang Randan Batu adalah petani dengan lahan pertanian dan perkebunan. Jenis tanaman yang dihasilkan meliputi sayur, kopi, cengkih, kakao dan jagung.

Tempat peribadatan yang tersedia di Lembang Randan Batu adalah masjid dan gereja. Selain itu, terdapat PLTA Malea yang menyediakan akses listrik bagi penduduk Lembang Randan Batu dan lembang-lembang lain di sekitarnya. Keberadaan PLTA Malea mengakibatkan hilangnya sumber mata air di Lembang Randan Batu yang menyebabkan penduduk dari lembang lainnya mengalami kekurangan air untuk kebutuhan harian.

Wilayah administrasi

Lembang Randan Batu berlokasi di hulu sungai Saddang yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Makale Selatan, Kabupaten Tana Toraja.[2] Wilayahnya merupakan perbukitan dengan ketinggian 1.300–1.500 meter di atas permukaan laut.[3] Luas wilayah Lembang Randan Batu adalah 9,41 km2 dan mencakup 15,25% dari total luas Kecamatan Makale Selatan.[4] Lembang Randan Batu terbagi wilayahnya menjadi 12 rukun tetangga.[5]

Demografi

Penduduk

Asal-usul

Penduduk Lembang Randan Batu awalnya berasal dari bagian selatan Kabupaten Tana Toraja yang berbatasan dengan Kabupaten Enrekang. Mereka mulai menghuni wilayah Lembang Randan Batu sejak daswarsa 1950-an hingga awal dasawarsa 1960-an. Alasan perpindahan mereka saat itu karena menghindarkan diri dari pasukan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia yang menyebar di wilayah Sulawesi Selatan. Setelah itu, mereka memilih menetap dan membuat sawah dan ladang di wilayah Lembang Randan Batu.[6]

Jumlah dan kepadatan

Jumlah penduduk di Lembang Randan Batu pada tahun 2022 sebanyak 2.761 orang. Penduduk perempuan berjumlah 1.328 orang dan penduduk laki-laki berjumlah 1.433 orang.[7] Jumlah penduduk di Lembang Randan Batu pada tahun 2022 mencakup 18% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Makale Selatan.[8] Pada tahun 2022, kepadatan penduduk di Lembang Randan Batu sebesar 293 orang tiap km2.[1]

Perekonomian

Sebelum tahun 1960-an, penduduk Lembang Randan Batu yang bekerja sebagai petani hanya menanam sayur sebagai sumber penghidupan. Jenis sayur yang ditanam ialah buncis, kol, wortel, kacang merah dan bawang prei. Pada dasawarsa 1960-an, para petani di Lembang Randan Batu merintis perkebunan kopi. Kemudian pada tahun 1986, didirikannya PT. Sulotco Jaya Abadi membuat perkebunan kopi di Lembang Randan Batu mengalami perkembangan yang pesat. Pada dasawarsa 1990-an, para petani di Lembang Randan Batu mulai merintis perkebunan kakao karena harga jual yang tinggi.[3]

Pada awal dasawarsa 2000-an, para petani di Lembang Randan Batu mulai menerapkan pertanaman campuran. Berbagai jenis sayur ditanam bersama dengan kakao dan kopi.[3] Para petani di Lembang Randan Batu melakukan perambahan hutan di hulu Sungai Saddang untuk dijadikan sebagai perkebunan dan pertanian. Perambahan hutan mulai dilakukan pada tahun 2000 untuk membuat kebun dengan tanaman campuran. Jenis tanaman yang ditanam ialah kopi, kakao, kemiri, ubi jalar, cengkeh, kacang tanah, dan jagung. Namun sejak tahun 2009, petani Lembang Randan Batu mulai mengubah perkebunan campuran menjadi pertanian dengan pertanaman tunggal. Tanaman yang ditanam ialah jagung.[9] Pada awal dasawarsa 2010-an, para petani di Lembang Randan Batu mulai menanam cengkih.[3]

Pada November 2021, penduduk Lembang Randan Batu telah membentuk kelompok usaha perhutanan sosial khusus kopi. Karena itu, penduduk Lembang Randan Batu dapat menentukan harga jual kopi dan mengurangi rantai pasar yang mengurangi harga jual. Kondisi demikian membuat peningkatan terhadap pendapatan penduduk Lembang Randan Batu.[10]

Fasilitas publik

Pada tahun 2022, seluruh penduduk di Lembang Randan Batu telah mengakses listrik yang sepenuhnya disediakan oleh hPerusahaan Listrik Negara.[11] Di Lembang Randan Batu terdapat tempat peribadatan berupa gereja dan masjid. Gereja di Lembang Randan Batu terdiri dari Gereja Protestan dan Gereja Katolik, Pada tahun 2021, jumlah Gereja Protestan sebanyak 17 gereja dan Gereja Katolik sebanyak 3 gereja. Sementara itu, masjid hanya ada satu.[12]

Pada tahun 2009, wilayah Lembang Randan Batu direncanakan menjadi bagian dari perluasan lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Malea (PLTA Malea). PLTA Malea dikelola oleh perusahaan PT Malea Energy. Kapasitas pembangkitan listrik pada PLTA Malea direncanakan meningkat hingga 315 MW.[13] Izin lokasi untuk pembangunan PLTA Malea di wilayah Lembang Randan Batu dan lembang lainnya di Kabupaten Tana Toraja, diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Tana Toraja dengan menerbitkan surat izin tertanggal 19 Desember 2016. Pembangunan PLTA Malea masih berlanjut hingga tahun 2019.[14]

Perhubungan

Lokasi Lembang Randan Batu berjarak 7 km dari ibu kota Kecamatan Makale Selatan. Jarak Lembang Randan Batu dari ibu kota Kabupaten Tana Toraja adalah 13 km.[15]

Bencana

Kekurangan sumber daya air

Sumber mata air di Lembang Randan Batu menjadi hilang akibat pembangunan terowongan sepanjang 9,4 km untuk kebutuhan PLTA Malea. Hilangnya sumber mata air di Lembang Randan Batu membuat Kelurahan Sandabilik di sekitar bendungan PLTA Malea mengalami kekurangan air untuk kebutuhan sehari-hari.[16]

Tanah longsor

Tanah longsor terjadi di Lembang Randan Batu karena penanaman tanaman di kemiringan lereng. Kerentanan terhadap longsor terjadi pada musim hujan. Longsor pernah terjadi pada bulan April 2020 di Dusun Putu, Lembang Randan Batu.[3] Dusun Putu kembali mengalami longsor pada November 2021.[6]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Riswan dan Pratama 2023, hlm. 21.
  2. ^ Project Officer Kabupaten Tana Toraja, Konsorsium Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (Desember 2020). Laporan Kegiatan: Pertemuan Sosialisasi Perhutanan Sosial dan Pembentukan Kelompok Tani Hutan di Desa Sese Salum Paku dan Randan Batu (PDF). Tana Toraja. hlm. 2. 
  3. ^ a b c d e Saputra, dkk. 2022, hlm. 4.
  4. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 6.
  5. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 14.
  6. ^ a b Saputra, dkk. 2022, hlm. 6.
  7. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 22.
  8. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 23.
  9. ^ Saputra, dkk. 2022, hlm. 2.
  10. ^ Saputra, dkk. 2022, hlm. 18.
  11. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 40.
  12. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 44.
  13. ^ Pabidang, S., dan Tallulembang, B., ed. (2022). Perjalanan Hidup Seorang Anak Toraja (Sebuah bunga rampai) (PDF). Sleman: Penerbit Gunung Sopai. hlm. 225. ISBN 978-623-95300-8-2. 
  14. ^ Abdullah, dkk. 2021, hlm. 62.
  15. ^ Riswan dan Pratama 2023, hlm. 7.
  16. ^ Abdullah, dkk. 2021, hlm. 58.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya