Pura Beji Ananthaboga
Pura Beji Ananthaboga adalah sebuah pura dan petirtaan yang terletak di lereng Gunung Raung serta menempati wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Barat seluas 3 hektar. Letaknya di perbatasan dusun Selorejo, desa Kaligondo dan desa Sumbergondo, kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Tempat ibadah ini dibangun menyatu dengan lingkungan alam sekitar, yaitu hutan pinus dan bebatuan yang membentuk gumuk batu. Pura ini merupakan salah satu situs Rsi Markandeya yang terbentang dari Gumuk Payung hingga Gumuk Kancil. Keunikan dari Pura Beji Ananthaboga adalah bergabungnya Padmasana dengan Lembu Nandini ("Padmasana Nandini") sebagai simbol dari Purusha dan Pradana yang menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan. Padmasana dan Lembu Nandini ini dibangun di atas gumuk batu dan diharapkan akan menjadi ikon umat Hindu di Jawa Timur.[1] Dua petirtan di pura ini dinamai Tirta Amerta dan Tirta Gedongan. PenamaanAnanthaboga merupakan nama dari salah satu Sang Hyang Naga Tiga, yaitu Sang Hyang Naga Ananthaboga yang melambangkan bumi. Bersama dengan Sang Hyang Naga Basuki (melambangkan air) dan Sang Hyang Naga Taksaka (melambangkan udara), ketiganya dipercaya membentuk pulau Bali.[2] SejarahPada awal tahun 2011, umat Hindu di Pura Sandya Dharma, Dusun Selorejo, memperoleh taksu (Bali: "melihat") yang turun pada situs purbakala lingga yoni yang terdapat di pura tersebut. Dengan bantuan umat Hindu dari Bali, area tersebut dibuka dan selesai pada bulan Juli 2011. Piodalan pura beji ini adalah tanggal 7 Juli. Pura Sandya Dharma menjadi sekretariat dari Pura Beji Ananthaboga.[3] Lokasi petirtan Ananthaboga yang berada di tengah KPH Perhutani Banyuwangi Barat sempat memunculkan keberatan dari pihak-pihak tertentu. Hasil musyawarah memutuskan bahwa lokasi ini juga diperbolehkan bagi umat beragama lain. Oleh sebab itu, Yayasan Lingga Dharma Putra didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 70 Menkumham AHU-2930.AH.01.04 tahun 2013 untuk menaungi peribadatan di tempat tersebut. Setelah sebelumnya menjadi tempat peribadatan umat Hindu dan Budha (Konghucu), di dekat pintu masuk pura juga dibangun surau bagi umat beragama Islam. Selanjutnya dibagun pula tempat peribadatan umat Katolik yang proses pemberkatannya dilakukan pada tanggal 4 Juni 2016. KonstruksiArea tempat Pura Beji Anathaboga dibangun memiliki lima belas mata air sehingga oleh masyarakat sekitar disebut Pancur sewu (Jawa: "seribu pancuran") dan tujuh diantaranya berlokasi di sebelah barat. Salah satu mata air di sebelah barat mengeluarkan air yang meluap sehingga disebut Tirta Mumbul dan telah dibangun pelinggih serta dijadikan sebagai tempat petirtaan.[4][5][6] Bangunan peribadatan HinduPadmasana Nandini dan Pelinggih Siwa BuddhaPadmasana Nandini dibangun pada lokasi tertinggi di area Pura Beji Ananthaboga. Selain terletak pada elevasi tanah tertinggi, Padmasana Nandini dibangun di atas sebuah gumuk batu sehingga untuk mencapainya harus menaiki anak tangga. Bangunan Padmasana Nandini terdiri atas sebuah Padmasana berukuran besar dengan arca lembu Nandini di bagian kakinya. Di selatan gumuk ini, pada elevasi tanah yang lebih rendah, terdapat pohon beringin yang menaungi Pelinggih Siwa Budha. Pelinggih Siwa Budha berlokasi di bawah pohon beringin tua besar yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Bagian bawah pohon beringin membentuk rongga yang bisa dimasuki satu orang untuk bermeditasi. Karena banyak umat yang bemeditasi di tempat ini, pada area ini telah dibangun Bale Wantilan (gasebo) kecil.[7] Petirtan dan Pelinggih Dewi GanggaTiga buah mata air di bawah Gumuk Padmasana Nandini dibangun menjadi Petirtan dan Pelinggih Dewi Gangga. Lokasi ini sering digunakan sebagai tempat upacara Mendak Tirta dan ruwatan oleh umat Hindu serta juga digunakan sebagai tempat upacara oleh umat Kejawen.[8] Gumuk Bedawang Nala, Gumuk Ganesha, dan Campuhan TigaGumuk Bedawang Nala merupakan sebuah gumuk batu dengan tumpukan menyerupai kura-kura raksasa. Di sebelah tumpukan batu tersebut terdapat tempat duduk batu untuk semadi. Umat Hindu menyakini adalah tempat Rsi Markandeya bersemedi. Di bawah Gumuk Bedawang Nala terdapat mata air yang bergabung dengan mata air yang lain, yaitu mata air yang keluar dari bawah pohon beringin dan mata air di depan Gumuk Ganesha. Lokasi menyatunya ketiga aliran mata air itu disebut Campuhan Tiga.[4][9][10] Semenjak menjadi lokasi tempat ibadah bagi beberapa agama, lokasi Gumuk Ganesha dipindahkan di depan Petirtan lain yang digunakan sebagai tempat pembersihan sebelum beribadah oleh umat Hindu. Gumuk Lingga YoniPelinggih Lingga Yoni dibangun di atas gumuk batu dengan ketinggian 15 meter. Lokasi ini sering digunakan umat Kejawen untuk bermeditasi, terutama pada tanggal 1 Suro.[11] Bangunan lainPura Beji Ananthaboga juga memiliki pelinggih untuk Wisnu, Brahma, Ibu Pertiwi, dan Ratu Gede Dalem Ped sebagai Dewa Penjaga. Bangunan peribadatan Budha dan KonghucuLokasi peribadatan umat Budha dan Konghucu berupa altar bagi Dewi Kwan Im yang sebelumnya berada di sekitar pohon beringin besar. Proses relokasi altar, yang dilakukan menurut tata cara Hindu, berlangsung cukup lama hingga akhirnya diperoleh lokasi yang sesuai yaitu di salah satu petirtan Beji Ananthaboga. Pada tahun 2014, seorang warga Bali menyumbang pembangunan patung Dewi Kwan Im, yang sebelumnya berada di sekitar pohon beringin besar. Pembangunan berlanjut hingga tahun 2015 sebelum tempat peribadatan agama lain dibangun. Bangunan peribadatan IslamSebuah surau kecil dibanfgun di dekat pintu masuk Beji Ananthaboga, di bawah petirtan Dewi Gangga dan Dewi Kwam Im. Bangunan peribadatan KatolikLokasi peribadatan bagi umat Katolik terletak di sisi timur Padmasana Nandini, berupa bukit Maria Medali Wasiat, bukit Yesus, dan bukit Maria yang memangku Yesus setelah disalib. Proses pemberkatan dihadiri oleh umat Katolik dan Hindu pada tanggal 4 Juni 2016. Umat Katolik melakukan Misa setiap Hari Minggu keempat setiap bulannya. GaleriGaleri Hindu dan Budha
Lain-lain
Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Pura Beji Ananthaboga. Wikimedia Commons memiliki media mengenai Pura Beji Ananthaboga. |