Psikologi sastraPsikologi sastra adalah cabang ilmu kajian sastra yang melihat karya sastra sebagai aktivitas dan pantulan kejiwaan. Karya sastra sendiri memiliki arti karya cipta yang berisi permasalahan yang ada di lingkungan sekitar atau permasalahan yang dialami oleh pengarangnya.[1] Gejala jiwa yang ditemukan oleh pengarang di kehidupan sehari-hari dituangkan dalam teks. Ketika meneliti mengenai kajian psikologi sastra objek kajiannya memiliki empat konsep penelaahan. Pertama, fokus penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai tipe. Kedua, meneliti bagaimana proses kreatif pengarang terhadap kejiwaannya. Ketiga, mengaitkan teori-teori psikologi terhadap karya sastra. Keempat meneliti mengenai dampak psikologi teks sastra terhadap pembaca. Tujuan dari psikologi sastra yaitu untuk mengungkapkan keterkaitan aspek karya sastra yang melahirkan makna secara menyeluruh. Pendekatan psikologi sastra diharapkan mampu menghasilkan analisis karya sastra secara maksimal.[2] Psikologi sastra merupakan ilmu lintas disiplin, yang memiliki konsep bahwa sastra adalah hasil karya cipta dari pengarang yang bisa diabadikan. Sastra tercipta karena ide kreatif dan suasana hati seorang pengarang, yang mencakup ungkapan perasaan pengarang tersebut. Oleh karena itu, pengkajian sastra memiliki hubungan yang erat dengan psikologi.[3] Kajian psikologi sastra dirintis oleh I.A Richards. Ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul Principles of Literary Criticism di tahun 1924. Ide I.A Richards yaitu mengkolaborasikan kajian kritik sastra dengan kajian psikologi sistematik. Ia menyebutkan bahwa karya sastra merupakan objek yang indah, yang merupakan pengalaman pribadi dari pembacanya.[4] Kajian psikologi sastra semakin berkembang dengan meluasnya teori psikoanalisis Freud di tahun 1905. Hal ini berpengaruh terhadap agama, etika, pendidikan, ilmu pengetahuan sosial, dan sastra. Pendekatan psikologi sastra menelaah mengenai segi kejiwaan pengarang, karya, dan pembaca. Psikologi sastra tidak memiliki batasan permasalahan genetik, hal ini diakibatkan karena karya sastra bersifat otonom dan meneliti aspek psikologi yang terdapat dari tokoh, dan aspek karya sastra pada pembaca.[5] Psikologi sastra memiliki fungsi untuk mengkategorikan pengarang berdasarkan jenis psikologi dan tipe fisiologisnya. Kelainan-kelainan yang berkaitan dengan kajian psikologi dapat ditemukan melalui dokumen teori psikologi atau melalui karya sastra itu sendiri. Proses interpretasi data yang diperoleh melalui karya sastra harus dicocokkan dengan teori psikologi agar kajiannya bersifat valid. Psikologi sastra juga berguna untuk menilai suatu karya sastra melalui proses kreatif yang ada dalam diri pengarang, juga menelaah kondisi jiwa pengarang melaui karya sastranya.[6] Psikologi pembacaPsikologi pembaca adalah jenis dari kajian psikologi sastra yang memiliki fokus terhadap pembaca. Para pembaca akan menginterpretasikan apa yang sudah dibaca dan akan mempengaruhi kondisi kejiawaannya. Objek penelitiannya yaitu pembaca yang langsung membaca karya sastra tersebut, lalu menghayati serta menginterpretasikan karya sastra.[7] Karya sastra mampu mempengaruhi pembaca melalui pesan moral yang disampaikan oleh pengarang. Hal tersebut didapatkan melalui refleksi diri. Karya sastra merupakan cerminan psikologi yang terdapat dalam tokoh yang dibuat oleh pengarang. Hal ini mengakibatkan para pembaca masuk kepada permasalahan psikologi ketika mulai terlibat dalam cerita.[8] Karya sastra yang baik menghasilkan nilai-nilai karakter di dalamnya. Nilai karakter yang ada bisa diteladani oleh para pembaca dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[9] Secara alami, manusia memiliki berbagai macam emosi dan rasa. Oleh karena itu, ketika membaca suatu karya sastra, pembaca akan terlarut dan ikut bergembira, marah, bahkan hingga menangis ketika terhanyut oleh pengalaman tokoh dalam cerita. Karya sastra akan meninggalkan kesan bagi para pembacanya, yang menimbulkan interaksi antara pembaca dan teks yang sedang dibaca. Kesan tersebut dipengaruhi oleh imajinasi pembaca terhadap teks tersebut.[10] Daya psikis dan lunakPengaruh karya sastra terhadap pembaca secara cepat dinamakan daya keras, yang bisa ditandai dengan perubahan cepat pembaca secara spontan, baik sikap, dan wataknya. Daya serap pembaca berbeda-beda, namun memiliki sifat yang lunak dan lembut yang mengakibatkan sulit hilang. Gagasan mengenai resepsi psikologis mengakibatkan efek sastra terhadap pembacanya. Setelah membaca, efek karya sastra mulai masuk dan merambat secara perlahan ke dataran psikis pembaca.[11] Resepsi dan kebebasan tafsir psikologisResepsi sastra adalah kajian sastra yang meneliti reaksi pembaca terhadap teks yang sudah dibaca.[12] Di dalam teks sastra terdapat kode-kode psikologis yang menimbulkan persepsi lain. Pembaca dibebaskan untuk berimajinasi dan menafsirkan teks yang sudah dibaca. Cara menafsirkannya pun berbeda-beda, tergantung seberapa dalam pembaca meresapi aspek psikis penulis karya tersebut. Setiap pesan psikologis yang terdapat dalam teks, terbungkus rapi dalam bahasa. Oleh karena itu, sastra tidak pernah tunggal dalam memahami makna.[11] Psikologi pengarangMemori psikologis pengarangMemori digunakan oleh pengarang untuk berkarya. Namun, memori bersifat terbatas. Ingatan adalah bagian dari faktor psikis, yang dimanfaatkan untuk membantu ingatan. Para ahli berbendapat bahwa ingatan merupakan keterkaitan pengalaman dan masa lalu yang mampu diraih oleh kemampuan mengingat manusia, sehingga mampu disimpan dan ditampilkan kembali pengalaman apapun yang dialaminya. Pengalaman lama yang sudah dilalui manusia tidak seutuhnya hilang, namun tersimpan dalam jiwanya.[13] Dampaknya karya sastra akan terbentuk secara intensif. Faktor yang mempengaruhi memori yaitu pikiran, intuisi, sensasi, dan perasaan. Empat faktor psikologis tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.[11] Tipologi psikis pengarangTipologi adalah pengetahuan yang mencoba mengkategorikan manusia berdasarkan jenis-jenis tertentu. Sebagai contoh, pengkategorian berdasarkan karakteristik fisik, psikis, pengaruh dominan dalam nilai-nilai budaya.[14] Kondisi kejiwaan seorang pengarang sangat unik. Tugas peneliti psikologi sastra yaitu menelaah hingga hal pribadi penulis yang mempengaruhi karya tersebut hadir.[11] Psikobudaya pengarangPsikologi budaya merupakan keadaan pengarang yang berkaitan dengan aspek budaya. Keadaan jiwa pengarang ditentukan oleh kondisi budaya. Pendekatan psikologi sastra bertugas untuk menelaah aspek budaya yang ada di lingkungan pengarang. Oleh karena itu faktor psikologi pengarang ditentukan dengan faktor ekonomi, budaya, dan politik.[11] Kepribadian pengarangKepribadian pengarang adalah kondisi permasalahan pengarang yang berdampak terhadap ruh suatu karya. Kepribadian tersebut dapat dibentuk melalui pergaulan dan interaksi. Kepribadian pengarang yang kreatif memiliki minat yang luas serta mandiri dalam berpikir. Selain itu, pengarang memiliki sifat rasa ingin tahu yang tinggi. Oleh sebab itu, pengarang begitu pandai dalam meramu imajinasi menjadi sebuah karya.[11] Psikologi penokohanKarya sastra yang ditulis oleh pengarang menghadirkan tokoh yang memiliki karakter yang memberikan gambaran kejiwaan. Karya sastra selalu berkaitan dengan kehidupan manusia dan mampu menghadirkan masalah yang berkaitan aspek psikologis manusia itu sendiri. Perilaku yang terdapat dalam tokoh tersebut biasa disebut dengan penokohan. Pengarang selalu memberikan gambaran perilaku, karakter, atau watak melalui dialog antar tokoh di dalam karya sastra.[15] Tokoh dalam karya sastra merupakan cerminan dari pengarangnya. Pengarang sering menyelipkan pesan moral yang terkandung dalam cerita melalui watak tokoh yang dibangun dalam cerita. Peran tokoh dalam penelitian psikologi sastra mampu membantu proses identifikasi cerminan pengarang dalam penggarapan karya.[16] Referensi
|