Predestinasi di dalam Kalvinisme

Gambaran oleh Frans Hogenberg mendeskripsikan Kedatangan Kedua Yesus Kristus dan merujuk pada Khotbah di Bukit Zaitun. Pada gambaran ini, para malaikat tampak mengumpulkan mereka yang terpilih.[1]

Predestinasi merupakan sebuah doktrin dalam Kalvinisme yang berkaitan dengan persoalan mengenai kuasa Tuhan atas dunia. Dalam Pengakuan Iman Westminster, disebutkan bahwa "Tuhan Allah, melalui keputusan kehendak-Nya sendiri yang paling bijaksana dan kudus, secara bebas dan secara tidak berubah, telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi sejak kekekalan".[2][3] Penggunaan kedua dari kata "predestinasi" menerapkannya pada keselamatan serta merujuk pada keyakinan bahwa Tuhan telah menentukan takdir kekal beberapa orang menuju keselamatan oleh kasih karunia, sementara meninggalkan sisanya untuk menerima kesengsaraan abadi atas segala dosa-dosa mereka, bahkan dosa asal mereka. Kalvinisme memberikan penekanan yang lebih terhadap ajaran Pemilihan tanpa syarat dibandingkan dengan denominasi Kristen lainnya.[4]

Doktrin predestinasi dijelaskan dalam bentu tanya jawab pada Alkitab Jenewa tahun 1589/1594

Asal mula

Predestinasi mereka yang terpilih dan tidak terpilih berasal dari ajaran Yahudi sekte Eseni[5], Gnostisisme[6], and Maniisme.[7] Dalam ajaran Kristen, doktrin yang menyebutkan bahwa Tuhan secara sepihak telah menakdirkan beberapa orang ke dalam kenikmatan surgawi dan beberapa lainnya ke dalam kesengsaraan neraka berasal dari Agustinus dari Hippo selama kontroversi Pelagian di tahun 412 masehi.[8] Pelagius dan para pengikutnya mengajarkan bahwa manusia terlahir tanpa dosa asal dan dapat memilih untuk menjadi baik ataupun jahat. Kontroversi tersebut menyebabkan Agustinus menafsirkan kembali secara radikal ajaran-ajaran Rasul Paulus yang menekankan bahwa iman bukan merupakan sesuatu yang dapat manusia pilih, melainkan merupakan suatu anugerah tak terhingga dari Tuhan. Mengingat bahwa tidak semua orang mendengar dan menerima perjanjian yang diberikan Tuhan, Agustinus beranggapan bahwa "perlindungan dan pemeliharaan Tuhan Allah terhadap dunia menjadi terkhususkan pada mereka yang telah dipilih dalam pemeliharaan Tuhan".[4] Agustinus pun dengan tegas membela keadilan Tuhan dalam mengirimkan bayi yang meninggal saat dilahirkan dan bayi yang meninggal sebelum menerima baptisan ke dalam kesengsaraan neraka.[9]

Predestinasi ganda

Predestinasi ganda merupakan suatu gagasan yang mengungkapkan bahwa Tuhan tidak hanya menakdirkan sebagian manusia untuk diselamatkan, tetapi Dia pun menakdirkan sebagian manusia lainnya untuk jatuh ke dalam kesengsaraan abadi.[10]

Para pakar Kalvinisme modern menanggapi dilema etis mengenai predestinasi ganda ini dengan memberikan penjelasan bahwa predestinasi aktif Tuhan Allah hanya untuk mereka yang terpilih. Tuhan Allah memberikan kasih karunia pada mereka yang terpilih sehingga menyebabkan keselamatan, tetapi Tuhan Allah menahan kasih karunia keselamatan-Nya pada mereka yang terkutuk. Kalvinisme mengajarkan bahwa Tuhan Allah tetap adil pada penciptaan manusia yang ditakdirkan-Nya untuk jatuh ke dalam kesengsaraan abadi karena Tuhan Allah dengan tegas tidak memaksakan mereka yang ditakdirkan jatuh ke dalam kesengsaraan abadi untuk berlaku dosa.[11]

Tulisan Kalvin

Yohanes Kalvin meyakini bahwa kekuasaan dan kedaulatan Tuhan Allah bersifat mutlak dan hal tersebut dituangkan dalam doktrinnya mengenai pemeliharaan ilahi dan predestinasi. Bagi dunia, tanpa adanya pemeliharaan ilahi, maka kehidupan tidak akan ada. Bagi manusia, tanpa adanya predestinasi, maka tiada satupun yang dapat diselamatkan.[12]

Doktrin Kalvin mengenai pemeliharaan ilahi sangat jelas, yakni "segala sesuatu terjadi atas kehendak rahasia Tuhan". Oleh karena itu, "tiada sesuatu pun yang terjadi kecuali Tuhan sudah berkehendak". Namun, hal tersebut tidak termasuk "keberuntungan" dan "kesempatan".[13] Kalvin menerapkan doktrin pemeliharaan ilahinya mengenai "segala sesuatu" pada setiap insan dan keselamatan mereka dalam doktrin predestinasinya.

Rujukan

  1. ^ Veldman, Ilja M. (1999). "Protestantism and the Arts: Sixteenth- and Seventeenth-Century Netherlands". Dalam Finney, Paul Corby. Seeing Beyond the Word: Visual Arts and the Calvinist Tradition. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 404. ISBN 0-8028-3860-X. 
  2. ^ Westminster Confession of Faith, III.1
  3. ^ "Pengakuan Iman Westminster" (PDF). Sinode Gereja Kristen Immanuel. Diakses tanggal 4 Oktober 2022. 
  4. ^ a b Nimmo, Paul T.; Fergusson, David A. S., ed. (2016). The Cambridge Companion to Reformed Theology (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 44–45. ISBN 9781107027220. 
  5. ^ Epstein, Isidore (1966). Judaism. Baltimore, Maryland: Penguin Books. hlm. 103. 
  6. ^ Edwards, Mark (2006). Culture and Philosophy in the Age of Plotinus. London: Duckworth. 
  7. ^ Widengren, Geo (1977). Der Manichäismus. Darmstadt: Wissenschaftliche Buchgesellschaft. hlm. 63–65. 
  8. ^ of Hippo, Augustine. De pecc. merit. hlm. 2:28–32. 
  9. ^ of Hippo, Augustine. Enchir. hlm. 100. 
  10. ^ Bayer, Oswald (2008). Martin Luther's Theology: A Contemporary Interpretation (dalam bahasa Inggris). Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 209. ISBN 9780802827999. 
  11. ^ Phillips, Richard. What Are Election and Predestination?. Phillipsburg, NJ: P & R Pub. 
  12. ^ Susan E. Schreiner, "Predestination and Providence" in Ad Fontes. To the Sources: A Primer in Reformed Theology (Erdman Center of Continuing Education at Princeton Theological Seminary). http://www3.ptsem.edu/offices/coned/adfontes/second.aspx?reflect=16&title=2&detail=+Predestination+and+Providence Diarsipkan 2015-09-18 di Wayback Machine.. Accessed April 27, 2014.
  13. ^ Calvin, Institutes of the Christian Religion, 1.16.2-3,8.
Kembali kehalaman sebelumnya