Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah Kerajaan Medang.[3]

Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa sima (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro dan Sumbing).[4]

Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih".[4]

Silsilah raja

Prasasti ini bertarikh 828 Saka, bagian yang memuat silsilah raja adalah pada bagian B baris 7-9:

  • ta < 7 > sak rahyang ta rumuhun. sirangbăsa ing wanua. sang mangdyan kahyaňan. sang magawai kadatwan. sang magalagah pomahan. sang tomanggöng susuk. sang tumkeng wanua gana kandi landap nyan paka çapatha kamu. rahyang
  • < 8 > ta rumuhun. ri mdang. ri poh pitu. rakai mataram. sang ratu sańjaya. çri mahǎrǎja rakai panangkaran. çri mahǎrǎja rakai panunggalan. çri mahǎrǎja rakai warak. çri mahǎrǎja rakai garung. çri mahǎrǎja rakai pikatan
  • < 9 > çri mahǎrǎja rakai kayuwańi. çri mahǎrǎja rakai watuhumalang. lwiha sangkā rikā landap nyān paka çapatha çri mahǎrǎja rakai watukura dyah dharmmodaya mahāçambhu.

Penafsiran prasasti

Bosch dalam karyanya Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952) berpendapat bahwa di Kerajaan Medang dua dinasti yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra sama-sama berkuasa. Wangsa Sanjaya didirikan oleh Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang yang beragama Hindu Siwa. Maharaja selanjutnya ialah Rakai Panangkaran, yang menurutnya dikalahkan oleh Wangsa Sailendra. Maka di Medang terdapat Wangsa Sanjaya berkuasa di utara Jawa dan Wangsa Sailendra berkuasa di selatan Jawa. Namun Putri Maharaja Samaratungga dari Wangsa Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang kemudian mewarisi takhta mertuanya dan Wangsa Sanjaya pun berkuasa kembali di Medang. Bosch berasumsi bahwa gelar rakai adalah nama silsilah wangsa.

Daftar silsilah raja-raja Wangsa Sanjaya berdasarkan prasasti Mantyasih menurut Bosch, adalah:

  1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
  2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran,
  3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan,
  4. Sri Maharaja Rakai Warak,
  5. Sri Maharaja Rakai Garung,
  6. Sri Maharaja Rakai Pikatan,
  7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi,
  8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan
  9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu.

Pendapat berbeda diberikan oleh Slametmuljana. Ia berpendapat daftar tersebut bukanlah silsilah Wangsa Sanjaya, melainkan daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang. Gelar Rakai menurutnya berarti penguasa atau pejabat di daerah atau raja bawahan yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan maharaja yang masih bertahta. Ia pun memperbandingkan isi prasasti Mantyasih dengan prasasti Kelurak, prasasti Kayumwungan, prasasti Siwagraha, dan prasasti Nalanda; dan berpendapat bahwa Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, dan Rakai Garung adalah dari Wangsa Sailendra, karena Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana sendiri bergelar Sailendrawamsatilaka (artinya "permata Wangsa Sailendra").

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Melempangkan Mataram kuno, 15 Desember 1984. Copyright 2011 TempoInteraktif. Diakses 26 Juli 2011.
  2. ^ Truman Simanjuntak (2006). Archaeology: Indonesian perspective : R.P. Soejono's festschrift. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, International Center for Prehistoric and Austronesian Studies (Indonesia), Yayasan Obor Indonesia. hlm. 407. ISBN 9792624996. 
  3. ^ Kusen, Raja-raja Medang dari Sanjaya sampai Balitung, sebuah rekonstruksi berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Arkeologi, Tahun XIV, Edisi Khusus, 1994, hlm. 92.
  4. ^ a b Selayang Pandang: Sejarah Diarsipkan 2010-12-11 di Wayback Machine., Situs Resmi Pemerintah Kota Magelang, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Magelang, © 2009. Diakses 23 Desember 2010.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya