Prapto Prayitno
Mayor Jenderal TNI (Purn.) R. Prapto Prayitno (6 Juli 1925 – 29 Oktober 2002) adalah seorang perwira tinggi, politikus, birokrat, dan pejabat tinggi negara. Jabatan birokrat terakhirnya adalah sebagai Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri dari tahun 1982 hingga 1983, sedangkan jabatan diplomatik terakhirnya adalah sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss dari tahun 1983 hingga 1987. Masa kecil dan pendidikanPrapto lahir pada tanggal 6 Juli 1925 di Sragen.[1] Prapto menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs - B (MULO-B, bidang Ilmu Pasti dan Alam), dan Sekolah Menengah Tinggi Pertanian.[2] Karier militerPrapto bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai perwira pada tahun 1945. Ia langsung dikirimkan ke Singapura dan bertugas sebagai perwira penghubung luar negeri. Ia kembali ke Indonesia setahun kemudian dan bergabung dengan Divisi Diponegoro. Setelah peristiwa Agresi Militer Belanda II terjadi, Prapto ditugaskan di Markas Besar Komando Djawa hingga 1949. Ia lalu pindah ke Surakarta dan bekerja sebagai perwira intelijen untuk membantu mengumpulkan informasi bagi Gubernur Militer Surakarta.[2] Seusai Revolusi Nasional Indonesia, Prapto dipindahtugaskan ke Semarang dan menjabat sebagai Kepala Seksi Intel Komando Militer Kota Semarang (sekarang Kodim Semarang). Ia dimutasi ke Sumatera Selatan pada tahun 1951 dan mengemban jabatan kepala biro pengamanan Territorium Sriwijaya.[2] Pada bulan Mei 1954, Prapto yang berpangkat kapten diperintahkan untuk berdinas di luar negeri dan memegang posisi sebagai Asisten Atase Militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia Bangkok, mendampingi atase militer A. Karim.[3][4] Ketika A. Karim dipanggil pulang ke Indonesia, Prapto menggantikannya untuk sementara hingga ditunjuk atase militer baru. Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1957 dan bertugas sebagai perwira pembantu di Staf Umum Angkatan Darat hingga tahun 1966.[2] Setelah sekitar tahun berdinas di Staf Umum Angkatan Darat, Prapto diperintahkan untuk mengikuti kursus singkat di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).[5] Ia menyelesaikan kursus tersebut di tahun yang sama dan dijadikan sebagai tenaga pengajar di Seskoad sejak 23 Desember 1966.[1] Ia awalnya menjadi penjabat sementara Kepala Departemen Masalah Pertahanan dan Keamanan dan kemudian memimpin departemen tersebut secara definitif. Beberapa bulan setelahnya, Prapto dipindahkan untuk mengemban tugas sebagai Kepala Departemen Masalah Strategi Seskoad.[2] Anggota Dewan Perwakilan RakyatPada tanggal 3 Januari 1970, Prapto dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, menggantikan Kolonel Nailun Hamam.[6] Setelah DPR-GR dibubarkan, pemerintah menggantinya dengan DPR hasil pemilihan umum 1971.[7] Prapto tetap mempertahankan kursinya di dewan hasil pemilihan umum hingga ia digantikan oleh Soemadi pada tanggal 4 Mei 1976.[8] Selama berkiprah di Dewan Perwakilan Rakyat, Prapto dipercaya untuk memimpin Komisi II yang memiliki lingkup bidang masalah dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.[9] Salah satu rancangan undang-undang (RUU) utama yang dibahas selama masa kepemimpinannya di Komisi II adalah RUU tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Sebagai Ketua Komisi II, Prapto terlibat secara intensif dalam rapat-rapat pembahasan RUU yang diadakan baik oleh Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri.[10] Undang-undang lainnya yang disahkan selama kepemimpinannya di Komisi II DPR adalah Rancangan Undang-Undang Partai Politik (Parpol) dan Golongan Karya (Golkar). Sebuah panitia khusus untuk pembahasa rancangan undang-undang ini dan Prapto terpilih sebagai Ketua Panitia Khusus.[11] Rapat pembahasan RUU dimulai pada tanggal 5 Maret 1975 dengan agenda pembahasan mengenai 17 pasal dalam RUU yang dianggap membutuhkan penjelasan dari pemerintah.[12] Kendati demikian, terjadi ketidaksetujuan mengenai sejumlah pasal dan bab dalam pembahasan RUU ini. Pasal-pasal seperti pasal 13 dan 14 disetujui pada pertengahan bulan Juli 1975,[13] sedangkan ayat-ayat yang fundamental, seperti pasal 2 ayat 1 mengenai azas partai politik dan golongan karya, baru dapat disahkan pada bulan Agustus 1975.[14] Undang-undang ini akhirnya disahkan pada tanggal 27 Agustus 1975 sebagai Undang-Undang (UU) No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.[15] William Liddle, seorang pengamat politik, berpendapat bahwa UU Partai Politik dan Golongan Karya dimanfaatkan oleh pengurus Golkar untuk memperluas cabang partai hingga ke tingkat desa dan memampukan Golkar untuk merekrut anggota dari pemerintahan dan birokrasi.[16] Karier dalam pemerintahanUsai bertugas sebagai wakil rakyat, Prapto dipindahkan ke Departemen Pertahanan Keamanan sebagai wakil asisten sosial politik untuk Menteri Pertahanan dan Keamanan. Satu tahun kemudian, asisten sosial politik Mayjen Subijono diangkat menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, dan Prapto ditugaskan untuk menggantikannya pada tanggal 10 September 1977.[17] Prapto memegang jabatan tersebut selama kurang dari setahun hingga ia diberhentikan secara hormat pada bulan Februari 1978.[18] Dari Departemen Pertahanan dan Keamanan, Prapto dipindahkan ke Departemen Dalam Negeri sebagai Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Dirjen PUOD). Ia dilantik untuk jabatan tersebut pada tanggal 5 Agustus 1978, menggantikan Wang Suwandi.[19] Selama menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Prapto sempat merangkap jabatan sebagai Penjabat Gubernur Riau dari tanggal 9 Juni hingga 2 Oktober 1980, menggantikan gubernur Subrantas Siswanto yang wafat ditengah masa jabatannya.[1] Dalam suatu pertemuan dengan sekretaris jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sejumlah tokoh pendidikan Riau mengusulkan pencalonan Prapto sebagai Gubernur Riau definitif, namun ia menolaknya karena penggantinya sudah ditentukan oleh pemerintah pusat.[20] Setelah menjabat sebagai Dirjen PUOD, Prapto dipindahkan ke pos direktur jenderal sosial politik pada tanggal 29 Agustus 1980. Prapto memegang jabatan tersebut selama kurang lebih dua tahun. Ia kemudian digantikan oleh Tojiman Sidikprawiro dan dilantik menjadi inspektur jenderal departemen dalam negeri pada tanggal 24 September 1982.[1] Dalam kapasitasnya sebagai inspektur jenderal, Prapto memerintahkan pemeriksaan terhadap gubernur yang masa jabatannya akan berakhir.[21] Pada pertengahan masa jabatannya sebagai inspektur jenderal, Prapto dicalonkan sebagai duta besar oleh Presiden Soeharto. Ia akhirnya dilantik sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss pada tanggal 24 Desember 1983.[1][22] Masa tugasnya sebagai duta besar dimulai setelah ia menyerahkan surat kepercayaan pada tanggal 27 Februari 1984.[23] Prapto merangkap jabatan sebagai duta besar dan inspektur jenderal selama beberapa waktu hingga ia digantikan pada bulan Maret 1984 oleh Suparni Pamudji.[24] Ia mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 14 Maret 1987 setelah penggantinya, Hadi Thayeb, dilantik.[25] Prapto pensiun dari pemerintahan setelah bertugas sebagai duta besar dan wafat pada tanggal 29 Oktober 2002. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata.[26] Referensi
|