Pola tidur bersih

Sleep Hygiene

Pola tidur bersih atau dalam Bahasa Inggris disebut Sleep Hygiene merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebiasaan tidur yang baik dan menyehatkan, beberapa penelitian ilmiah telah dilakukan guna membangun atau mengembangkan beberapa langkah maupun strategi pola tidur bersih untuk mengatasi berbagai persoalan gangguan tidur seperti Insomnia, Jet lag, maupun perbedaan jadwal shift kerja.[1]

Sejarah

Istilah pola tidur bersih atau sleep hygiene pertama kali diperkenalkan oleh Nathaniel Kleitman. Psikolog Peter Hauri memperkenalkan konsep dalam tidur bersih ini dalam konteks pengobatan tidur modern melalui bukunya yang terbit tahun 1977.

Metode

Meskipun banyak ahli berbeda pendapat mengenai strategi tidur sehat apa yang sebenarnya paling berpengaruh dalam kesehatan, namun dalam beberapa hal memiliki kesamaan, salah satunya yang dikembangkan oleh Division of Sleep Medicine at Harvard University mengatakan bahwa ada beberapa cara sederhana membentuk kebiasaan tidur yang sehat diantaranya:[1]

Mengurangi kafein, alkohol, dan nikotin

Kafein dapat ditemukan dalam beberapa bahan minuman dan makanan seperti kopi, teh, coklat, maupun soda. Kandungan kafein dapat menunda waktu dalam tubuh, hal ini berdampak pada berkurangnya waktu tidur bahkan menurunkan tingkat kelelapan tidur yang dapat dinikmati.[2] Efek konsumsi kafein bahkan dapat dirasakan meskipun telah dikonsumsi di siang atau menjelang sore hari, konsumsi kafein 6 jam sebelum waktu tidur dapat mengurangi waktu tidur sebanyak 1 jam.[3] Menghindari makanan atau minuman mengandung kafein 6 jam sebelum waktu tidur sangat disarankan untuk mendapat manfaat tidur bersih.

Hal tersebut juga berlaku pada zat nikotin yang biasa ditemui dalam produk rokok, studi membuktikan bahwa konsumsi nikotin menjelang malam berhubungan sangat signifikan dengan insomnia dan meningkatkan risiko persistent insomnia lebih dari setahun.[4]

Meskipun alkohol banyak diyakini dapat memicu kantuk dalam jangka pendek, namun konsumsi alkohol dalam jangka panjang dan jumlah yang banyak ternyata mampu meningkatkan risiko insomnia maupun tidur yang tak berkualitas,[5] sama dengan penggunaan zat nikotin, konsumsi alkohol akan mengakibatkan gangguan kurang tidur, dan akan meningkatkan risiko insomnia ketika konsumen berusaha mengurangi atau tak lagi mengonsumsinya.[6] Sangat disarankan untuk membatasi konsumsi alkohol satu sampai dua kali minum per hari, dan menghindari konsumsi dalam 3 jam sebelum tidur.

Ruang tidur yang nyaman

Kamar yang gelap, sejuk, dan sunyi dapat membantu terciptanya tidur berkualitas, hal tersebut dapat terbantu dengan penggunaan penutup telinga untuk mencegah kebisingan dari luar, menggunakan gorden tebal ataupun penutup mata, menjaga temperatur yang tepat (antara 60 sampai 75 °F) dan memastikan sirkulasi udara yang lancar, penggunaan kasur dan bantal yang nyaman juga menjadi faktor penting dalam kelelapan tidur.[1] Kamar tidur juga sebaiknya tidak dapat diakses oleh hewan peliharaan agar tidak mengganggu, kamar juga sebaiknya bebas dari keberadaan komputer, TV, atau hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

Paparan cahaya telah diidentifikasi memiliki pengaruh negatif baik dalam tidur maupun kesehatan secara umum,[7] hal tersebut juga berlaku pada kebisingan yang juga menjadi sebab masalah tidur.[8] Meski demikian, pentingnya lingkungan tidur yang kondusif bagi pengidap gangguan insomnia kronis belum jelas berpengaruh mengurangi, penelitian sebelumnya juga ternyata lebih menunjukkan keadaan internal dalam diri lebih berpengaruh daripada lingkungan yang kondusif menciptakan tidur yang berkualitas.[9]

Rutinitas pra-tidur yang menenangkan

Sangat disarankan untuk memiliki kebiasaan sebelum tidur yang mampu membangkitkan perasaan nyaman dan menenangkan, dan sebaiknya juga mulai melakukannya 1 jam sebelum tidur seperti mandi dan membaca buku. Hindari kegiatan yang memicu stres seperti bekerja atau membicarakan isu emosional. Kegiatan yang memicu stres fisik maupun psikis mampu memunculkan hormon cortisol, yang mampu membuat orang terjaga lebih lama. Memiliki kebiasaan menulis permasalahan sebelum tidur dapat membantu mengurangi beban pikiran saat tidur sehingga tidur dapat lebih berkualitas.

Tidur terjadwal

Waktu tidur yang disarankan bagi orang dewasa adalah 7-8 jam sehari, dan jumlah tidur kurang dari itu diasosiasikan dengan risiko pengurangan kesehatan fisik maupun mental.[10] Jumlah tidur ini juga sebaiknya diperoleh pada tidur malam atau bukan dari tidur siang, dalam beberapa kasus tidur siang akan sangat bermanfaat untuk mengembalikan energi untuk kembali produktif namun dalam keadaan normal, tidur siang mampu mengakibatkan berkurangnya durasi tidur malam, dan hal tersebut juga berdampak pada pergeseran waktu tidur[11] maupun produktifitas. Bangun di jam yang sama setiap hari dapat mengindikasikan teraturnya jadwal tidur berkualitas dan memiliki berbagai manfaat.[12]

Olahraga teratur

Telah sejak lama olahraga teratur disarankan bukan hanya untuk membentuk kebugaran tubuh namun juga penawar dari berbagai gangguan dan penyakit seperti kegemukan,[13] diabetes melitus tipe 2,[14] penyakit kardiovaskular, depresi,[15] maupun gangguan tidur insomnia.[16] Penyakit-penyakit tersebut (kegemukan, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, depresi, dan kecelakaan) yang menjadi isu di tengah kesehatan masyarakat juga salah satunya dipicu oleh tidur yang tak cukup (kurang dari 7-8 jam per hari) dan tak berkualitas. Padahal tidur cukup dan berkualitas serta diiringi dengan kegiatan fisik yang mencukupi sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran, khususnya pada pasien yang mengalami gangguan tidur.[17][18]

Organisasi Kesehatan Dunia / WHO menyarankan setiap orang dewasa (18-64 tahun) melakukan olahraga intensitas sedang selama 150 menit per minggu, atau olahraga dengan intensitas tinggi selama 75 menit.[19] Durasi olahraga tersebut tidak dilakukan secara non-stop namun dapat dibagi dalam beberapa hari, Asosiasi Dokter Jantung Amerika atau American Heart Association (AHA) menyarankan olahraga intensitas sedang sebaiknya dilakukan minimal selama 5 hari dalam seminggu, dan dalam sehari minimal 30 menit, sedangkan olahraga dengan intesitas tinggi sebaiknya dilakukan selama 3 hari dalam seminggu, dan dalam sehari minimal 25 menit.[20]

Selain kelima hal tersebut, konsumsi air yang cukup, menghindari makan malam, menghindari tidur siang, membiarkan cahaya alam membangunkan, mengalihkan perhatian dari jam dalam kamar (tidak selalu memperhatikan jam untuk mengurangi kegelisahan), membiasakan diri bangun di jam yang sama setiap hari, dan menjadikan hal-hal tersebut sebagai kebiasaan akan dapat menciptakan pengalaman tidur bersih yang menyehatkan.

Referensi

  1. ^ a b c "Twelve Simple Tips to Improve Your Sleep | Healthy Sleep". healthysleep.med.harvard.edu. Diakses tanggal 2019-12-10. 
  2. ^ Burke, Tina M.; Markwald, Rachel R.; McHill, Andrew W.; Chinoy, Evan D.; Snider, Jesse A.; Bessman, Sara C.; Jung, Christopher M.; O’Neill, John S.; Wright, Kenneth P. (2015-09-16). "Effects of caffeine on the human circadian clock in vivo and in vitro". Science Translational Medicine (dalam bahasa Inggris). 7 (305): 305ra146–305ra146. doi:10.1126/scitranslmed.aac5125. ISSN 1946-6234. PMC 4657156alt=Dapat diakses gratis. PMID 26378246. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Drake, Christopher; Roehrs, Timothy; Shambroom, John; Roth, Thomas (2013-11-15). "Caffeine Effects on Sleep Taken 0, 3, or 6 Hours before Going to Bed". Journal of Clinical Sleep Medicine (dalam bahasa Inggris). 09 (11): 1195–1200. doi:10.5664/jcsm.3170. ISSN 1550-9389. PMC 3805807alt=Dapat diakses gratis. PMID 24235903. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-12. Diakses tanggal 2019-12-10. 
  4. ^ Jansson-Fröjmark, Markus; Evander, Jonas; Alfonsson, Sven (2019-02-01). "Are sleep hygiene practices related to the incidence, persistence and remission of insomnia? Findings from a prospective community study". Journal of Behavioral Medicine (dalam bahasa Inggris). 42 (1): 128–138. doi:10.1007/s10865-018-9949-0. ISSN 1573-3521. 
  5. ^ MD, Michael D. Stein; Peter D. Friedmann MD, MPH (2006-02-15). "Disturbed Sleep and Its Relationship to Alcohol Use". Substance Abuse. 26 (1): 1–13. doi:10.1300/J465v26n01_01. ISSN 0889-7077. 
  6. ^ Brower, Kirk J (2003-01-01). "Insomnia, alcoholism and relapse". Sleep Medicine Reviews. 7 (6): 523–539. doi:10.1016/S1087-0792(03)90005-0. ISSN 1087-0792. 
  7. ^ Chepesiuk Ron (2009-01-01). "Missing the Dark: Health Effects of Light Pollution". Environmental Health Perspectives. 117 (1): A20–A27. doi:10.1289/ehp.117-a20. PMC 2627884alt=Dapat diakses gratis. PMID 19165374. 
  8. ^ Langdon, F. J.; Buller, I. B. (1977-01-08). "Road traffic noise and disturbance to sleep". Journal of Sound and Vibration. 50 (1): 13–28. doi:10.1016/0022-460X(77)90548-X. ISSN 0022-460X. 
  9. ^ Yang, Chien-Ming; Lin, Shih-Chun; Hsu, Shih-Chieh; Cheng, Chung-Ping (2010-01). "Maladaptive Sleep Hygiene Practices in Good Sleepers and Patients with Insomnia". Journal of Health Psychology (dalam bahasa Inggris). 15 (1): 147–155. doi:10.1177/1359105309346342. ISSN 1359-1053. 
  10. ^ Luyster, Faith S.; Strollo, Patrick J.; Zee, Phyllis C.; Walsh, James K. (2012-06-01). "Sleep: A Health Imperative". Sleep (dalam bahasa Inggris). 35 (6): 727–734. doi:10.5665/sleep.1846. ISSN 0161-8105. PMC 3353049alt=Dapat diakses gratis. PMID 22654183. 
  11. ^ Therapy in sleep medicine. Barkoukis, Teri J. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders. 2012. ISBN 978-1-4557-2330-0. OCLC 761716166. 
  12. ^ Irish, Leah A.; Kline, Christopher E.; Gunn, Heather E.; Buysse, Daniel J.; Hall, Martica H. (2015-08-01). "The role of sleep hygiene in promoting public health: A review of empirical evidence". Sleep Medicine Reviews. 22: 23–36. doi:10.1016/j.smrv.2014.10.001. ISSN 1087-0792. PMC 4400203alt=Dapat diakses gratis. PMID 25454674. 
  13. ^ Casazza, Krista; Fontaine, Kevin R.; Astrup, Arne; Birch, Leann L.; Brown, Andrew W.; Bohan Brown, Michelle M.; Durant, Nefertiti; Dutton, Gareth; Foster, E. Michael (2013-01-31). "Myths, Presumptions, and Facts about Obesity". New England Journal of Medicine (dalam bahasa Inggris). 368 (5): 446–454. doi:10.1056/NEJMsa1208051. ISSN 0028-4793. PMC 3606061alt=Dapat diakses gratis. PMID 23363498. 
  14. ^ Cappuccio, F. P.; D'Elia, L.; Strazzullo, P.; Miller, M. A. (2010-02-01). "Quantity and Quality of Sleep and Incidence of Type 2 Diabetes: A systematic review and meta-analysis". Diabetes Care (dalam bahasa Inggris). 33 (2): 414–420. doi:10.2337/dc09-1124. ISSN 0149-5992. 
  15. ^ Rethorst, Chad D.; Trivedi, Madhukar H. (2013-05). "Evidence-Based Recommendations for the Prescription of Exercise for Major Depressive Disorder:". Journal of Psychiatric Practice (dalam bahasa Inggris). 19 (3): 204–212. doi:10.1097/01.pra.0000430504.16952.3e. ISSN 1538-1145. 
  16. ^ Passos, Gs; Poyares, Dl; Santana, Mg; Tufik, S; Mello, Mt (2012-06-12). "Is exercise an alternative treatment for chronic insomnia?". Clinics. 67 (6): 653–659. doi:10.6061/clinics/2012(06)17. PMC 3370319alt=Dapat diakses gratis. PMID 22760906. 
  17. ^ Baron, Kelly Glazer; Reid, Kathryn J.; Zee, Phyllis C. (2013-08-15). "Exercise to Improve Sleep in Insomnia: Exploration of the Bidirectional Effects". Journal of Clinical Sleep Medicine (dalam bahasa Inggris). 09 (08): 819–824. doi:10.5664/jcsm.2930. ISSN 1550-9389. PMC 3716674alt=Dapat diakses gratis. PMID 23946713. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-10. Diakses tanggal 2019-12-14. 
  18. ^ Mork, P. J.; Vik, K. L.; Moe, B.; Lier, R.; Bardal, E. M.; Nilsen, T. I. L. (2014-12-01). "Sleep problems, exercise and obesity and risk of chronic musculoskeletal pain: The Norwegian HUNT study". The European Journal of Public Health (dalam bahasa Inggris). 24 (6): 924–929. doi:10.1093/eurpub/ckt198. ISSN 1101-1262. 
  19. ^ "WHO | Physical Activity and Adults". WHO. Diakses tanggal 2019-12-14. 
  20. ^ "American Heart Association Recommendations for Physical Activity in Adults and Kids". www.heart.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-14. 
Kembali kehalaman sebelumnya