Pintu yang sesakPintu yang sesak adalah salah satu perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus dan hanya tercatat dalam Injil Lukas (Lukas 13:22-30).[1] Catatan AlkitabMenurut Injil Lukas pasal 13 dalam Alkitab Kristen, pada suatu kali Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?"[2] Jawab Yesus kepada orang-orang di situ:
Komentari
Istilah ini juga dicatat dalam Matius 7:14. Kristus mengajarkan bahwa kita tidak dapat mengharapkan mayoritas orang mengikut Dia pada jalan yang menuju hidup. Hanya orang yang menyangkal diri untuk mengikut Yesus, serta betul-betul berusaha untuk menaati perintah-Nya, dan sungguh-sungguh mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, serta bertekun sampai kesudahannya dalam iman, kesucian, dan kasih sejati, dapat masuk melalui pintu pertobatan sejati itu.[4] Dalam Khotbah-Nya di Bukit, Yesus menjelaskan tentang berkat besar yang tersedia bagi orang yang menjadi murid dalam Kerajaan Allah (Matius 5:3–12), namun Ia juga menegaskan bahwa murid-murid-Nya tidak akan luput dari penganiayaan (Matius 5:10–12); maka meskipun beberapa pengkhotbah yang mengatakan bahwa "diselamatkan" merupakan hal yang paling mudah di dunia ini, Yesus mengajarkan bahwa mengikut Dia melibatkan kewajiban berat mengenai kebenaran, menerima penganiayaan, mengasihi musuh dan penyangkalan diri.[4]
Frasa ini juga dicatat dalam Matius 9:30. Yang dimaksudkan dengan "yang terdahulu" itu ialah orang yang karena kekayaan, pendidikan, kedudukan, atau bakat mereka dihormati oleh dunia dan kadang-kadang juga oleh gereja, sedangkan "yang terakhir" adalah mereka yang tidak dikenal dan dipandang tidak penting.[4] Pada zaman yang akan datang, "banyak orang" yang dipandang sebagai pemimpin besar di gereja tidak akan memperoleh kedudukan yang berarti, dan banyak orang yang tidak dikenal akan diangkat untuk memperoleh kedudukan yang mulia (bandingkan 1 Korintus 15:41–42), dan ini terjadi karena Allah tidak menilai orang dari penampilan yang lahiriah, melainkan dari kesungguhan hati, kesucian, dan kasih dalam hatinya (1 Samuel 16:7).[4] Teladan yang baik dapat dilihat dalam kisah tentang janda miskin (Markus 12:42–44) dan Maria dari Betania (Matius 26:7–13) dalam memperoleh sikap Kristus terhadap orang dari kalangan rakyat biasa.[4] Lihat pula
Referensi
|