Pidato Gazimestan

Pidato Gazimestan disampaikan pada 28 Juni 1989 oleh Slobodan Milošević, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Serbia, di monumen Gazimestan di Padang Kosovo. Acara ini adalah inti dari perayaan 600 tahun Pertempuran Kosovo, yang terjadi di tempat tersebut pada tahun 1389.

Pidato itu disampaikan di hadapan kerumunan besar, di tengah ketegangan antara etnis Serbia dan Albania di Provinsi Otonom Sosialis Kosovo dan meningkatnya ketegangan politik antara Serbia dan republik-republik konstituen lain dalam Republik Federal Sosialis Yugoslavia yang disebabkan oleh revolusi antibirokrat.

Pidato tersebut kemudian menjadi terkenal karena Milošević menyebut kemungkinan terjadinya "pertempuran bersenjata" di masa depan. Banyak komentator menggambarkan ini sebagai gejala pembubaran Yugoslavia dan isyarat terjadinya pertumpahan darah dalam Perang Yugoslavia. Milošević kemudian mengklaim bahwa pernyataannya telah disalahartikan.[1]

Latar belakang

Pada tahun-tahun menjelang pidato tersebut, Kosovo telah menjadi isu sentral dalam perpolitikan Serbia. Provinsi tersebut telah diberi hak otonomi yang luas oleh Konstitusi Yugoslavia 1974 dan dikelola oleh etnis Albania selaku etnis mayoritas. Menguatnya sentimen nasionalisme Albania, diskriminasi terhadap orang Serbia oleh kepolisian dan pemerintah daerah yang didominasi Albania,[2] dan ekonomi yang memburuk menyebabkan sejumlah besar (sekitar 100.000 antara 1961-87[3]) etnis Serbia dan Montenegro meninggalkan daerah itu pada akhir 1980-an.[4][5]

Milošević berhasil meraih kekuasaan di Liga Komunis Serbia pada tahun 1987, dan pada awal tahun 1989, ia mendorong sebuah konstitusi baru yang secara drastis mengurangi hak-hak Kosovo dan Vojvodina. Hal ini lantas diikuti oleh pencopotan para pejabat yang menjadi saingan Milošević di kedua provinsi itu, yang kemudian dikenal sebagai "Revolusi Antibirokrat". Banyak orang Albania tewas terbunuh pada Maret 1989 ketika unjuk rasa menentang konstitusi baru ditanggapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan Serbia. Pada Juni 1989, keadaan di Kosovo sudah cukup kondusif meski suasananya masih tegang.[6]

Pidato tersebut merupakan puncak dari peringatan 600 tahun Pertempuran Kosovo antara Serbia dan Turki Utsmani. Rangkaian perayaan berlangsung selama berbulan-bulan, yang mempromosikan hubungan erat antara Serbia dan Kosovo. Sejumlah dramawan, pelukis, musisi, dan pembuat film Serbia mengambil tema utama tentang mitos Kosovo, khususnya terkait pengkhianatan terhadap Serbia. "Demonstrasi untuk Kebenaran" diselenggarakan oleh orang-orang Serbia di Kosovo antara pertengahan 1988 dan awal 1989 di mana simbol-simbol nasionalis dipasang di berbagai tempat. Tujuannya adalah agar orang Serbia di luar Kosovo dan di luar Serbia mengetahui kesulitan yang dialami etnis Serbia di Kosovo, yang ditampilkan sebagai masalah yang juga menimpa bangsa Serbia secara keseluruhan. Kota-kota yang dihuni suku Serbia saling bersaing untuk mengadakan demonstrasi yang paling nasionalis agar menuai dukungan dari "pemerintahan patriotik" yang baru.[7]

Makam Pangeran Lazar; jasadnya diarak dalam suatu prosesi di kota-kota yang dihuni etnis Serbia.

Acara ini juga memiliki makna religius. Pada bulan-bulan sebelum unjuk rasa Gazimestan, jasad Pangeran Lazar dari Serbia, yang gugur dalam Pertempuran Kosovo, dibawa dalam suatu arak-arakan di kota-kota Yugoslavia yang dihuni etnis Serbia.[8] Kerumunan pelayat antre berjam-jam untuk melihat jasad dan menghadiri rapat umum peringatan, sambil bersumpah untuk takkan pernah membiarkan Serbia dikalahkan lagi.[9] Di akhir tur, jenazah tersebut disemayamkan kembali di Biara Gračanica, dekat Gazimestan.

Peristiwa 28 Juni 1989 dihadiri oleh kerumunan yang diperkirakan berjumlah setengah juta hingga dua juta orang (mayoritas perkiraan menyebutkan angka sekitar satu juta). Mereka sebagian besar adalah etnis Serbia, banyak di antaranya diangkut ke Gazimestan dengan ratusan kendaraan dan kereta khusus yang disiapkan oleh Liga Komunis Serbia pimpinan Milošević. Para hadirin tak hanya datang dari Serbia, tapi juga dari seluruh Yugoslavia dan bahkan dari luar negeri. Sekitar tujuh ribu perantauan Serbia dari Australia, Kanada, dan Amerika Serikat turut ambil bagian atas undangan Gereja Ortodoks Serbia.[10]

Pidato tersebut juga dihadiri oleh berbagai pejabat Serbia dan Yugoslavia. Termasuk para petinggi Gereja Ortodoks Serbia, yang dipimpin oleh Patriark German; Perdana Menteri Republik Federal Sosialis Yugoslavia, Ante Marković; anggota Presidensi Komite Sentral Liga Komunis Yugoslavia; pimpinan Tentara Rakyat Yugoslavia; dan anggota Presidensi Yugoslavia. Acara tersebut diboikot oleh anggota Presidensi dari etnis Kroasia, Stipe Šuvar, duta besar Amerika Serikat, duta besar seluruh negara anggota Komunitas Eropa, dan semua negara anggota NATO kecuali Turki (yang memiliki kepentingan langsung dalam acara tersebut selaku penerus Kekaisaran Utsmaniyah).[11]

Dengan disambut oleh riuh hadirin, Milošević menyampaikan pidatonya di atas panggung besar dengan latar belakang yang berisi simbol-simbol mitos Kosovo: gambar peoni, bunga yang secara tradisional dianggap mewakili darah Lazar, dan sebuah Salib Ortodoks dengan huruf Kiril "С" di keempat sudutnya (singkatan dari slogan Само Слога Србина Спашaва (Samo Sloga Srbina Spašava), berarti "Hanya Persatuan yang Menyelamatkan Bangsa Serbia").[12]

Isi

Pesan yang disampaikan Milošević dalam pidatonya pada dasarnya adalah pesan yang pernah ia sampaikan beberapa kali. Pada 19 November 1988, dia mengatakan pada rapat umum "Persaudaraan dan Persatuan" di Beograd: "Tiada yang terkejut jika melihat Serbia mengangkat kepalanya karena Kosovo di musim panas nanti. Kosovo adalah pusat dari sejarah, budaya dan ingatannya. Setiap bangsa memiliki satu cinta yang menghangatkan hatinya. Bagi Serbia, itu adalah Kosovo."[13]

Tema serupa mewarnai pidatonya di Gazimestan. Antropolog Edit Petrović berkomentar bahwa Milošević berusaha menggabungkan "sejarah, ingatan, dan kontinuitas", mempromosikan "ilusi bahwa orang-orang Serbia yang berperang melawan Turki di Kosovo pada tahun 1389 setara dengan orang Serbia yang berjuang untuk keberlangsungan kehidupan nasional Serbia pada saat ini".[14]

Di awal pidatonya, Milošević menceritakan pertempuran tersebut dan menyimpulkan bahwa "... Serbia memperoleh kembali integritas teritorial, nasional, dan spiritualnya"[15] (mengacu pada perubahan konstitusional yang mengurangi hak-hak provinsi otonom milik Serbia dan memperkuat kendali pusat) pada hari peringatan pertempuran. Dia melanjutkan dengan mengatakan, "Hari ini, sulit untuk mengatakan kebenaran sejarah tentang Pertempuran Kosovo dan legenda itu. Sekarang ini tidak lagi dianggap penting".[15]

Milošević menempatkan pidatonya dalam konteks sejarah Yugoslavia sejak Perang Dunia II di mana pengaruh Serbia telah dibatasi oleh aturan konstitusional yang melemahkan kekuatannya. Hal itu telah menjadi kontroversi berkepanjangan dalam politik Serbia, terutama setelah Kosovo dan Vojvodina diberikan hak-hak istimewa dalam konstitusi 1974. Vjeran Pavlaković mengemukakan bahwa Milošević berusaha "memyandingkan Pertempuran Kosovo dengan konstitusi Yugoslavia tahun 1974, di mana keduanya dianggap sebagai kekalahan Serbia".[16]

Milošević menganggap Serbia menjadi tumbal buruknya kepemimpinan politik dan berbicara tentang bagaimana "kepemimpinan Serbia [telah] terpecah belah, cenderung berkompromi dengan merugikan rakyatnya sendiri" dan menegaskan: "Mengakui fakta bahwa Serbia adalah bangsa yang besar bukanlah dosa atau rasa malu; ini adalah keuntungan yang tidak kita gunakan untuk melawan orang lain, tetapi saya harus mengatakan bahwa di sini, di Padang Kosovo yang luas dan legendaris ini, rakyat Serbia belum menggunakan kehebatannya untuk keuntungannya sendiri."[15]

Milošević mengisyaratkan bahwa sikap pasif akan berubah: "Terima kasih kepada para pemimpin dan politikus dengan mentalitas bawahan mereka, mereka kelak akan menyesal. Situasi ini telah berlangsung selama beberapa dasawarsa, berlangsung selama bertahun-tahun dan di sini kita sekarang berada di padang Kosovo untuk mengatakan bahwa ini tidak akan terjadi lagi. ... Serbia sekarang bersatu dan setara dengan republik lain dan siap melakukan segalanya untuk meningkatkan posisi keuangan, sosial dan semua warganya. Jika kita bersatu, bekerja sama dengan serius, kita akan berhasil melakukannya."[15]

Milošević melanjutkan:

"Serbia tidak pernah dalam sejarahnya menaklukkan dan menjajah bangsa lain. Sepanjang sejarah mereka berjuang membebaskan diri melalui dua perang dunia, seperti sekarang ini. Mereka membebaskan diri mereka sendiri dan ketika mereka berhasil, mereka akan membantu bangsa lain untuk membebaskan diri."[15]

Setelah itu, ia berbicara tentang persatuan dan kebhinekaan Serbia: ia menekankan bahwa "persatuan di Serbia akan membawa kemakmuran bagi seluruh etnis Serbia di Serbia", dan juga untuk "seluruh warganya, terlepas dari afiliasi nasional atau agamanya".[15]

Persatuan dan kesetaraan dengan republik lain akan memungkinkan Serbia untuk "meningkatkan posisi keuangan, sosial dan rakyatnya".[15] Milošević mengatakan bahwa di Serbia, selain etnis Serbia, "bangsa-bangsa lain juga tinggal di dalamnya .... Ini bukanlah kerugian bagi Serbia. Saya benar-benar yakin justru ini adalah keuntungannya." Dia melanjutkan, "Sosialisme pada khususnya, sebagai masyarakat yang progresif dan demokratis, semestinya tidak mengizinkan perpecahan di antara bangsa-bangsa di Yugoslavia dan agama-agama rakyatnya.[15] Yugoslavia adalah sebuah komunitas multinasional dan ia hanya dapat bertahan di bawah kondisi kesetaraan penuh bagi semua bangsa yang hidup di dalamnya. Hubungan-hubungan yang sederajat dan harmonis di antara bangsa-bangsa Yugoslavia adalah syarat yang perlu bagi keberadaan Yugoslavia dan agar negara ini dapat keluar dari krisis ini."[15]

Pertengahan pidato cenderung jauh dari kesan nasionalis; Louis Sell menggambarkannya "seolah-olah ditulis oleh istrinya" (Mirjana Marković, yang dikenal karena pandangan komunis garis kerasnya). Milošević memuji toleransi etnis dan sosialisme, menggambarkan bagaimana "dunia semakin diwarnai oleh toleransi nasional, kerja sama nasional, dan bahkan kesetaraan nasional" sambil menyerukan hubungan yang setara dan harmonis di antara masyarakat Yugoslavia. Menurut suatu laporan, bagian itu justru disambut dengan keheningan dan kegelisahan yang diperlihatkan oleh kerumunan.[17]

Setelah mengeluarkan seruan untuk "persatuan, solidaritas, dan kerja sama di antara rakyat", Milošević menyampaikan bagian paling kontroversial dari pidato tersebut: "Enam abad setelahnya, sekarang, kita kembali terlibat di dalam pertempuran dan menghadapi pertempuran. Bukan pertempuran bersenjata, meskipun tidak berarti pertempuran bersenjata tidak akan terjadi. Namun, terlepas dari apa pun bentuknya, pertempuran ini tak dapat dimenangkan tanpa ketabahan hati, keberanian, pengorbanan, dan tanpa tujuan mulia seperti yang hadir di Padang Kosovo di masa silam. Perjuangan utama kita sekarang adalah menggapai kemakmuran ekonomi, politik, budaya, dan sosial secara menyeluruh, menemukan pendekatan yang lebih cepat dan lebih berhasil untuk menyongsong peradaban di abad ke-21."

Di paragraf terakhir, Milošević membahas hubungan antara Serbia dan Eropa. Dia menggambarkan Serbia Pada Abad Pertengahan sebagai pembela atas dirinya sendiri serta seluruh Eropa dalam perang melawan Utsmaniyah: "Enam abad yang lalu, Serbia secara heroik tak hanya membela diri sendiri di Padang Kosovo, tetapi juga membela seluruh Eropa. Serbia pada saat itu adalah benteng pertahanan yang mempertahankan budaya dan agama Eropa, serta masyarakat Eropa pada umumnya".[17][18]

Milošević melanjutkan, "Dengan semangat ini kami sekarang berusaha untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan demokratis, dan dengan demikian dapat berkontribusi pada kemakmuran negara yang indah ini, negara lain yang menderita ketidakadilan, dan juga untuk semua rakyat progresif yang menghabiskan hidupnya guna mewujudkan dunia yang lebih baik dan lebih bahagia. "[17][18]

Dia menutup pidatonya dengan berkata:

"Biarkan kenangan kepahlawanan Kosovo hidup selamanya!
Hidup Serbia!
Hidup Yugoslavia!
Hidup perdamaian dan persaudaraan antara bangsa! "

Tanggapan

Pidato tersebut disambut dengan antusias oleh para penonton di Gazimestan, yang saling meneriakkan "Kosovo adalah Serbia".[12] Beberapa juga menjuluki Milošević sebagai Mali Lazar ("Lazar Kecil"), sementara yang lain bersorak, "Eropa, tidakkah kalian ingat bahwa kami pernah membela kalian!" (mengacu pada inti dari mitos Kosovo di mana Serbia mengorbankan dirinya demi mempertahankan tradisi Kristen Eropa dari serbuan Muslim Turki).[17]

Matija Bećković, seorang penyair dan akademisi terkenal, memuji acara tersebut sebagai "puncak dari pemberontakan nasional Serbia, di Kosovo sebagai jantung Serbia .... Pada peringatan enam ratus tahun pertempuran Kosovo, kita harus menekankan bahwa Kosovo adalah Serbia; dan ini adalah kenyataan paling mendasar, terlepas dari tingginya angka kelahiran etnis Albania dan angka kematian orang Serbia yang tinggi. Ada begitu banyak darah Serbia yang tumpah di sana dan ia adalah tanah suci Serbia sehingga Kosovo akan tetap menjadi milik Serbia meskipun tiada satu pun orang Serbia yang tersisa di sana."[19]

Politika, sebuah surat kabar yang berbasis di Beograd, menerbitkan ulang pidato Milošević secara penuh dalam edisi khusus yang didedikasikan sepenuhnya untuk Kosovo.[10] Janez Drnovšek, anggota badan kepresidenan kolektif Yugoslavia dari etnis Sloven, duduk di sebelah Milošević selama perayaan tersebut dan menggambarkan suasana hati sang presiden Serbia sebagai sebuah "euforia".[17]

Meskipun banyak orang Serbia memberi sambutan hangat, pidato itu dicemaskan di negara-negara konstituen Yugoslavia lainnya serta oleh orang Serbia yang anti-Milošević. Sentimen nasionalis yang diungkapkan oleh Milošević dianggap sebagai penyimpangan dari pendekatan anti-nasionalis yang diambil mendiang pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito dan, seperti yang dikomentari Robert Thomas, "hal itu secara efektif merupakan penolakan terhadap warisan Titois".[20] Klaim Milošević bahwa Serbia "membebaskan diri mereka sendiri dan jika mereka bisa, mereka juga membantu orang lain untuk membebaskan diri mereka sendiri" dipandang oleh beberapa orang sebagai komitmen untuk mengubah perbatasan internal Yugoslavia guna mewujudkan Serbia Raya. Kekhawatiran tentang agenda Serbia Raya diperkuat dengan kehadiran uskup Ortodoks Serbia dari Dalmasia yang memberikan pidato sambutan di mana ia membandingkan Dalmasia dengan Kosovo.[21]

Wartawan Inggris Marcus Tanner, yang menghadiri pidato Gazimestan, menyebut bahwa "perwakilan [dari Slovenia dan Kroasia] ... tampak gugup dan tidak nyaman" dan berkomentar bahwa ungkapan sentimen nasionalis Serbia telah "memungkinkan gagalnya semua upaya resolusi konflik di Kosovo secara permanen."[22]

Media internasional memberikan komentar yang beragam. Banyak komentator mencatat sejumlah peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dan penyimpangan dari ideologi antinasionalis yang dianut oleh Tito. Meskipun pidato yang menganjurkan kerukunan dan demokrasi digambarkan sebagai "kata-kata yang mendamaikan" (seperti yang dikatakan oleh surat kabar Inggris The Independent), apa yang diucapkan Milošević sangat bertentangan dengan apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Albania di Kosovo.[22]

Banyak komentator telah menafsirkan pidato tersebut sebagai pernyataan terselubung oleh Milošević di mana dirinya siap menggunakan kekerasan untuk memajukan kepentingan Serbia;[23] Tim Judah berspekulasi bahwa ungkapan "pertempuran bersenjata" adalah "upaya Milošević untuk mengancam para pemimpin Yugoslavia lainnya, yang karena protokoler terpaksa hadir".[24] Milan Milošević (tidak ada hubungannya dengan Slobodan Milošević) berkomentar bahwa Slobodan "tidak memikirkan perang di Kroasia dan Bosnia-Herzegovina pada waktu itu. Melainkan ia hanya memikirkan Kosovo."[8] Namun, Slobodan menolak pandangan ini di Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia pada tahun 2002 dan 2005: "Ini adalah pidato perdamaian, mengajak segenap rakyat untuk hidup bersama dalam harmoni, semua bangsa, termasuk Turki, Gorani, Ashkali yang tinggal di Kosovo, serta di seluruh Yugoslavia."[25]

Terkait penggunaan frasa "pertempuran bersenjata", dia berkata: "Itu adalah jenis kalimat biasa yang digunakan setiap orang di saat ini karena perdamaian masih belum stabil di dunia pada saat ini, di dunia modern. Dan jika tidak demikian, mengapa negara memiliki tentara?"[26]

Daftar hadirin terkenal

Catatan kaki

  1. ^ International Criminal Tribunal, transcript 020214IT, un.org, 14 Februari 2002.
  2. ^ MacDonald, David Bruce. Balkan Holocausts?: Serbian and Croatian victim-centered propaganda and the war in Yugoslavia, pg. 65. Manchester University Press, 2002; ISBN 0-7190-6467-8
  3. ^ Ruza Petrovic; Marina Blagojević. "Preface". The Migration of Serbs and Montenegrins from Kosovo and Metohija. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-07. 
  4. ^ Rise of Tension in Kosovo Due to Migration[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ "Expert report by Audrey Helfant Budding given to the ICTY for the prosecution against Slobodan Milosevic, part 4 - Slobodan Milošević Trial Public Archive" (PDF). Human Rights Project. 
  6. ^ Kola, Paulin. In Search of Greater Albania, pp. 181-182. C. Hurst & Co, 2003; ISBN 1-85065-664-9
  7. ^ Crnobrnja, Mihailo. The Yugoslav Drama, p. 102. McGill-Queen's Press, 1996; ISBN 0-7735-1429-5
  8. ^ a b Milan Milošević, "The Media Wars: 1987 - 1997", pp. 110-11 in Burn This House: The Making and Unmaking of Yugoslavia, ed. Jasminka Udovički, James Ridgeway, Duke University Press, 2000; ISBN 0-8223-2590-X
  9. ^ Volkan, Vamik D., William F. Greer & Gabriele Ast. The Third Reich in the Unconscious: Transgenerational Transmission and Its Consequences, pg. 47. Psychology Press, 2002; ISBN 1-58391-334-3
  10. ^ a b Zirojević, Olga. "Kosovo in the Collective Memory", p. 207-208, in The Road to War in Serbia: trauma and catharsis, ed. Nebojša Popov. Central European University Press, 2000; ISBN 963-9116-56-4
  11. ^ Footnote on p. 101 in The War in Croatia and Bosnia-Herzegovina, 1991-1995, ed. Branka Magaš, Ivo Žanić
  12. ^ a b R. Scott Appleby, The Ambivalence of the Sacred: Religion, Violence and Reconciliation, p. 70. Rowman & Littlefield, 2000.
  13. ^ Naša Borba, 14 Juni 1996.
  14. ^ Edit Petrović, "Ethnonationalism and the Dissolution of Yugoslavia", p. 170 in Neighbors at War: anthropological perspectives on Yugoslav ethnicity, culture, and history, ed. Joel Martin Halpern, David A. Kideckel. Penn State Press, 2000.
  15. ^ a b c d e f g h i Quote from the English translation by the National Technical Information Service of the US Department of Commerce. Reprinted in The Kosovo Conflict and International Law: An Analytical Documentation 1974-1999, ed. Heike Krieger, pp. 10-11. Cambridge University Press, 2001; ISBN 0-521-80071-4. online version in Milošević's official website
  16. ^ Ramet, Sabrina Petra & Vjeran Pavlaković, Serbia Since 1989: politics and society under Milošević and after, p. 13. University of Washington Press (2005); ISBN 0-295-98538-0
  17. ^ a b c d e Sell, Louis. Slobodan Milošević and the Destruction of Yugoslavia, p. 88. Duke University Press, 2003; ISBN 0-8223-3223-X
  18. ^ a b Vetlesen, Arne Johan (2005). Evil and Human Agency: Understanding Collective Evildoing (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 153. ISBN 9780511137723. OCLC 67765460. 
  19. ^ Quoted by Vidosav Stevanović, Milošević: The People's Tyrant", footnote 18, pg. 219. I.B. Tauris, 2004.
  20. ^ Thomas, Robert. Serbia Under Milošević: Politics in the 1990s (pg. 50), C. Hurst & Co. Publishers, 1999; ISBN 1-85065-341-0
  21. ^ Cigar, Norman. "The Serbo-Croatian War, 1991", p. 57 in Genocide After Emotion: The Postemotional Balkan War, ed. Stjepan G. Mestrović. Routledge (1996); ISBN 0-415-12293-7
  22. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama independent
  23. ^ Goldstein, Ivo. Croatia: A History, p. 203. C. Hurst & Co. Publishers, 1999. ISBN 1-85065-525-1
  24. ^ Judah, Tim. "The Serbs: the sweet and rotten smell of history", Daedalus, 22 June 1997. No. 3, Vol. 126; pg. 23
  25. ^ Milošević testimony to the ICTY, un.org, 26 Januari 2005.
  26. ^ Milošević testimony to the ICTY, un.org, 14 Februari 2002

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya