Pertempuran Gunung ZemaraimPertempuran Gunung Zemaraim adalah suatu pertempuran di Gunung Zemaraim, ketika tentara dari Kerajaan Israel yang dipimpin oleh raja Yerobeam I dihadapi tentara dari Kerajaan Yehuda yang dipimpin oleh raja Abia I, dan tercatat dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, khususnya dalam Kitab 2 Tawarikh.[1] Sekitar 500.000 orang Israel dikatakan telah gugur dalam pertempuran ini. Tanggal terjadinya tidak ditulis dalam Alkitab, meskipun dalam kronologi yang diusulkan oleh Edwin Thiele diperkirakan sekitar tahun 913 SM. Latar belakangPerpecahan dimulai ketika raja Rehabeam menaikkan pajak di seluruh Kerajaan Israel setelah Salomo meninggal sekitar tahun 931 SM.[2] Hal ini menciptakan ketidakpuasan di antara suku-suku Israel dalam kerajaan, kecuali suku Yehuda dan Benyamin, dan ketidakpuasan rakyat segera menjadi pemberontakan ketika raja, melawan nasihat dari para tua-tua, yang mengusulkan mengurangi beban perpajakan.[3] Sepuluh suku utara Israel akhirnya memisahkan diri dari kerajaan itu dan membentuj Kerajaan Israel baru di bawah pimpinan mantan pelarian yang baru kembali dari pengasingan, Yerobeam bin Nebat, sebagai raja.[4] Tersulutlah perang saudara, di mana Rehabeam berniat melawan kerajaan baru itu dengan kekuatan 180.000 tentara,[5] tetapi disarankan melalui petunjuk nabi untuk tidak berjuang melawan saudara-saudaranya sendiri, sehingga ia kembali ke Yerusalem.[6] PersiapanSejak pecahnya kerajaan bersatu, terjadi masalah perbatasan terus menerus antara kedua belah pihak, dan keduanya berusaha untuk menyelesaikannya. Abia menggantikan ayahnya Rehabeam naik tahta setelah ayahnya itu meninggal, dan berusaha untuk menyatukan kembali seluruh Israel dengan Yehuda di bawah pemerintahannya. Menurut sumber Alkitab, Abia memiliki tentara 400.000 prajurit, semua orang pilihan atau wajib militer, dan Yerobeam membawa 800.000 prajurit bersamanya.[7] PertempuranSebelum perang, Abia naik ke atas Gunung Zemaraim untuk berpidato kepada tentara Israel, menganjurkan mereka untuk menyerah agar Kerajaan Israel bersatu kembali (2 Tawarikh 13:4–12). Namun, anjuran ini diabaikan. Frasa "pada pihak kami Allah yang memimpin" (2 Tawarikh 13:12) menjadi terkenal sejak peristiwa itu. Namun,Yerobeam merencanakan gerakan menjepit untuk mengepung tentara Yehuda dengan mengirim suatu pasukan penghadang yang harus membuat gerakan keliling supaya sampai di belakang mereka, sehingga induk pasukannya berada di depan Yehuda dan pasukan-pasukan penghadang di belakang mereka (2 Tawarikh 13:13). Ketika tentara Yehuda melihat bahwa mereka dijepit dari depan dan belakang, mereka berteriak kepada TUHAN. Saat para imam (Kohen; jamak: Kohanim) meniup nafiri dan para tentara Yehuda memekikkan pekik perang, maka Allah menyerahkan Yerobeam dan segenap orang Israel ke dalam tangan Yehuda. Abia dengan laskarnya mendatangkan kekalahan yang besar kepada mereka (2 Tawarikh 13:14–15). Menurut 2 Tawarikh 13:17, 500.000 tentara Yerobeam terbunuh. Sisa tentara Israel melarikan diri dari medan perang menuju ke utara, dan pasukan Yehuda melakukan pengejaran sambil merebut dari kerajaan Israel beberapa kota, yakni Betel dengan segala anak kotanya, Yesana dengan segala anak kotanya dan Efron dengan segala anak kotanya.[8] Faktor keberhasilan Yehuda dalam pertempuran ini terutama dikaitkan dengan kesetiaan Abia dan pasukannya kepada Allah mereka.[9] SetelahnyaKekuatan militer Yerobeam dilumpuhkan akibat kekalahan parah dari Abia dan dengan demikian menimbulkan sedikit ancaman terhadap Kerajaan Yehuda untuk sisa masa pemerintahannya;[10] namun, meskipun menang, Abia juga gagal untuk menyatukan kembali Israel dan Yehuda. Untuk menyimpulkan, meskipun pertempuran yang menentukan bagi kedua belah pihak, ini hanya memperdalam divisi mereka masing-masing, dan dua kerajaan akan terlibat di perbatasan parah perang selama hampir dua abad sampai Kerajaan Israel penaklukan dan penghancuran oleh Asyur pada tahun 720-an SM. Lihat pula
Referensi |