Pertempuran Benteng Eben-Emael
Pertempuran Benteng Eben-Emael adalah pertempuran antara Jerman dengan Belgia pada 10 Mei 1940 yang termasuk dalam periode Perang Dunia II. Benteng Eben-Emael sendiri sebenarnya adalah sebuah benteng yang didirikan oleh Belgia untuk menghadang gerak maju pasukan Jerman Nazi dari perbatasan Belgia-Jerman sisi timur, karena melihat massifnya pertumbuhan militer Jerman dibawah kepemimpinan Adolf Hitler, terutama setelah jatuhnya Polandia pada awal Perang Dunia II, September 1939. Jatuhnya Benteng Eben-Emael juga berdampak pada jatuhnya Prancis ke dalam pendudukan Jerman dan membuka kelemahan Garis Maginot - sistem pertahanan milik Prancis.[1][2] Profil Singkat Benteng Eben-EmaelBenteng ini didesain sangat kuat, dirancang untuk menahan tembakan meriam dari kaliber apapun, sehingga benteng ini juga disebut sebagai salah satu benteng terkuat kala itu. Selain kuat secara struktur, Benteng Eben-Emael juga semakin diperkuat dengan jumlah personil Angkatan Bersenjata Belgia yang ditempatkan, sekitar 1200 orang atau sekitar 1 batalion atau 12 kompi pasukan Belgia siap sedia di Benteng Eben-Emael. Selain jumlah personil yang luar biasa banyak, Benteng Eben-Emael juga diperkuat dengan meriam berkaliber 120 milimeter dan 75 milimeter, belum lagi ada meriam anti-tank kaliber 60 milimeter, senapan mesin, dan meriam anti-pesawat. Secara fisik, Jerman tidak akan mampu menaklukkan Benteng Eben-Emael jika hanya menyerang lewat serangan darat dari Wehrmacht.[1][3] Usulan Strategi HitlerPada 10 Mei 1940, Jerman melakukan invasi ke Belanda dan Belgia dalam periode awal Perang Dunia II dengan tujuan untuk memutari Garis Maginot - sebuah sistem pertahanan benteng milik Prancis yang dibangun pasca Perang Dunia I oleh Andre Maginot, seorang veteran Prancis pada Perang Dunia II yang menjadi Menteri Perang Prancis - agar Jerman bisa menaklukkan Prancis. Garis Maginot sendiri adalah sebuah sistem benteng yang sangat kuat, bahkan Jerman tidak terlalu yakin untuk bisa menaklukkan Maginot, akhirnya diputuskan untuk menaklukkan Prancis, maka harus berputar melalui Belgia.[2] Ketika telah diputuskan untuk melewati Belgia agar dapat menaklukkan Prancis, Jerman dihadapkan pada sistem pertahanan benteng milik Belgia yang serupa tapi tak sama dengan sistem benteng Garis Maginot milik Prancis, yaitu Benteng Eben-Emael. Jerman kemudian mengatur strategi agar dapat mekalukkan Benteng Eben-Emael yang kokoh dan diperkuat oleh 1.200 Tentara Belgia itu. Jerman melihat, jika melakukan seranbgan dengan Angkatan Darat Jerman atau Wehrmacht maka akan membutuhkan waktu yang sangat lama, mungkin berbulan-bulan, oleh karena itu diputuskan melakukan serangan dengan mengirim Angkatan Udara Jerman atau Luftwaffe untuk menaklukkan Benteng Eben-Emael. Luftwaffe kemudian menunjuk unit pasukan khusus penerjun payung mereka, Fallschirmjäger untuk menaklukkan Benteng Eben-Emael dibawah komando Kapten Walter Koch dan Letnan Rudolf Witzig yang memimpin sekitar 80 orang personel Fallschirmjäger dan 74 orang insinyur Luftwaffe.[3][4] Sebelum melakukan penyerangan ke Benteng Eben-Emael, Jerman melakukan latihan perang di suatu daerah yang termasuk dalam wilayah Cekoslowakia (yang saat itu telah dianeksasi oleh Jerman). Dalam latihan itu, Jerman membangun sebuah benteng tiruan yang menyerupai Benteng Eben-Emael milik Belgia, hal ini ditujukan agar Jerman memiliki simulasi yang jelas dalam menghadapi pasukan Belgia di Benteng Eben-Emael.[4] Dalam latihan di Cekoslowakia itu pula, muncul ide bahwa serangan ke Benteng Eben-Emael dilakukan dengan menggunakan glider atau pesawat peluncur tanpa mesin yang kerangkanya menyerupai kertas namun kuat - biasanya digunakan oleh British Commando - usulan ini datang langsung dari Führer Adolf Hitler, karena ia memperhitungkan jika menggunakan pesawat biasa, maka senapan anti-pesawat milik Belgia akan merusak pesawat itu, dan justru berbahaya bagi prajurit Fallschirmjäger dan juga mahal bila harus mengorbankan pesawat milik Luftwaffe, belum lagi targetnya adalah benteng, bukan lapangan luas yang mana pasukan Fallschirmjager bisa menggunakan parasut untuk mendarat, bila pasukan Fallschirmjager menggunakan parasut, mereka akan mendaratbis dimana saja, dan berisiko bila mereka mendarat tepat didepan moncong senapan mesin dan meriam Belgia. Ternyata keputusan Adolf Hitler untuk menggunakan glider bukan pesawat tempur menjadi benar dan ide yang cemerlang, ditambah kepiawaian Orang Jerman yang kuat dan disiplin turut mendukung keberhasilan misi ini.[3][5] Prestasi FallschirmjägerSerangan dimulai pada pagi hari tanggal 10 Mei 1940, glider-glider yang mengangkut pasukan Fallschirmjager terbang yang ironisnya dari wilayah dekat Garis Maginot karena memiliki posisi yang bagus untuk lepas landas, sementara Tentara Prancis yang saat itu memperhatikan tak bertindak apapun. Glider-glider Jerman yang membawa personil Fallschirmjager itu kemudian mendarat diatap Benteng Eben-Emael. Personil Fallschirmjager yang bersenjatakan flamethrower, pelontar granat, dan peledak kemudian menghabisi pasukan Belgia di posisi-posisi penting, seperti kru meriam yang berbahaya bagi gerakan pasukan Wehrmacht nantinya. Penggunaan flamethrower atau penyemprot api dalam pertempuran di Benteng Eben-Emael juga dinilai sangat efektif, karena mampu menghabisi Tentara Belgia yang ada di ruangan sempit dalam benteng, belum lagi saat Tentara Jerman sedang menghadapi pasukan Belgia di dalam Benteng Eben-Emael, kru meriam anti-pesawat Belgia jadi tidak bisa menghalau Pesawat Stuka Jerman yang sekaligus menghambat bala bantuan Belgia dengan menghujani bom di jalur ''reinforcement'' pasukan Belgia, sehingga mempercepat kemenangan Jerman.[3][6] Akhirnya, Benteng Eben-Emael jatuh pada 11 Mei 1940 pukul 13:30 waktu setempat, semua pasukan Belgia tewas dan menyerah, tak ada yang berhasil melarikan diri, semenatara Jerman hanya kehilangan enam orang. Sebuah keberhasilan dan revolusi yang brilian dalam strategi militer saat itu, dan menaikan pamor Fallschirmjager sebagai sebuah unit pasukan khusus Jerman.[5] Referensi
|