Perkebunan Inti RakyatPerkebunan Inti Rakyat (PIR) adalah pola pengembangan perkebunan rakyat di wilayah lahan bukaan baru dengan perkebunan besar sebagai inti yang membangun dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkelanjutan.[1] Perkebunan inti rakyat merupakan salah satu bentuk dari pertanian kontrak (bahasa Inggris: contract farming).[2] Perkebunan inti sering dikombinasikan dengan program transmigrasi, seperti di Indonesia dan Papua Nugini, untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, teh, dan lainnya .[2] Pembangunan sarana pengolahan serta fasilitas umum seperti jalan, sekolah, rumah ibadah, klinik, dan lainnya termasuk dalam proyek perkebunan inti rakyat.[3] Salah satu tujuan pola perkebunan inti rakyat yaitu memobilisasi keunggulan atau keahlian teknis dan manajerial yang dimiliki perkebunan besar untuk membantu mengembangkan perkebunan plasma bagi pemukim yang tidak memiliki tanah dan berada di lahan yang cocok untuk komoditas perkebunan.[4] KonsepPihak perkebunan besar sebagai inti dengan perkebunan rakyat sebagai plasma memiliki hak dan kewajiban masing-masing.[1] Kewajiban dari perusahaan inti:[1]
Kewajiban petani plasma:[1]
Sejarah pelaksanaan pola PIR di IndonesiaPengembangan perkebunan pola PIR di Indonesia dimulai melalui serangkaian proses persiapan, pada tahap awal berupa penguatan kepada perusahaan perkebunan negara melalui bantuan Bank Dunia untuk menjadi calon perusahaan inti.[5] Pengembangan pola PIR diawali dengan seri proyek PIR Berbantuan yang kemudian dikenal dengan nama NES bantuan Bank Dunia, yang diikuti oleh Bank Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan Jerman.[6] Pada awal pengembangan pola PIR dilaksanakan oleh 7 PTP yang sekarang menjadi PT Perkebunan Nusantara (lihat: Daftar badan usaha milik negara Indonesia), proses penguatan PTP dilakukan dalam tiga tahap:[6]
Referensi
|