Peristiwa KeluaranPeristiwa Keluar dari Mesir (bahasa Ibrani: יציאת מצרים, translit. Yeẓi’at Miẓrayim; bahasa Yunani: ἔξοδος, translit. eksodos, har. 'Jalan ke Luar') adalah sebuah kisah pembentuk bangsa Israel.[1] Kisahnya menceritakan perbudakan yang dialami oleh orang-orang Israel dan kaburnya mereka kemudian dari Mesir, turunnya firman Tuhan di Gunung Sinai, dan pengembaraan liar hingga ke tepi dari Kanaan.[2] Pesannya adalah bahwa orang-orang Israel dibebaskan dari perbudakan oleh Yahweh, Tuhan mereka, dan yang mana menjadikan mereka sebagai kepunyaan Tuhan melalui perjanjian.[1] Konsenus para ilmuwan modern menilai bahwa cerita dalam Taurat mengenai asal-usul bangsa Israel tidaklah akurat, yang tampaknya mereka justru berasal dari dataran tinggi Kanaan di akhir milenia ke-2 SM dari komunitas pribumi Kanaan itu sendiri.[3][4][5] Sejumlah peneliti modern mempercayai bahwa cerita mengenai Eksodus memiliki beberapa dasar historis atas penulisannya,[6][7] tetapi sangat sedikit isinya yang dapat dibuktikan,[8] dengan Kenton Sparks menyebutnya sebagai "mitos yang didasarkan pada sejarah".[1] Narasi Eksodus tersebar pada empat Kitab Taurat atau Pentateukh, yakni Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Terdapat kesepakatan yang luas di antara para ilmuwan bahwa Taurat disusun pada periode Israel dikontrol oleh Persia (abad ke-5 SM),[9] meskipun beberapa tradisi di baliknya lebih tua karena saduran terhadap cerita yang dibuat oleh para nabi abad ke-8 SM seperti Amos dan Hosea.[10][11] Kisah Eksodus Alkitabiah adalah sesuatu yang sentral dalam Yudaisme, yang diceritakan tiap hari dalam ibadah Yahudi dan dirayakan pada festival-festival Yahudi seperti Paskah. Kristen awal memandang kisah Eksodus sebagai sebuah tipologi akan kebangkitan dan keselamatan oleh Yesus. Narasi tersebut juga bergema pada kelompok-kelompok non-Yahudi, seperti imigran dari Eropa yang melarikan diri ke Amerika untuk menghindari persekusi, dan orang Afrika-Amerika yang berjuang untuk kebebasan dan hak-hak sipil.[12][13] RingkasanKitab Keluaran mencatat bagaimana asal mulanya terjadi perbudakan terhadap bangsa Israel di tanah Mesir, sampai mereka berteriak kepada Allah untuk meminta kebebasan, dan kemudian berfokus kepada kelahiran, masa muda sampai waktu dipanggilnya Musa untuk menjadi pemimpin bangsanya. Firaun Mesir tidak mau begitu saja membiarkan orang Israel pergi, sehingga Allah menghukum Firaun dan orang Mesir dengan sepuluh Tulah Mesir. Di akhir tulah kesepuluh, yaitu kematian anak-anak sulung, orang Israel diijinkan pergi dan di bawah pimpinan Musa sekitar 2 juta umat berjalan keluar, meninggalkan tanah Mesir dan melewati padang gurun menuju ke gunung Sinai. Di gunung tersebut Allah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel serta mengikat perjanjian dengan mereka: Orang Israel harus melaksanakan torah (yaitu bermakna "hukum", "instruksi") Allah dan sebagai balasannya, Ia akan menjadi Allah mereka serta memberikan kepada mereka tanah Kanaan sebagai milik pusaka. Kitab Imamat mencatat hukum-hukum Allah, sedangkan Kitab Bilangan memuat kisah perjalanan umat itu, sekarang dipimpin oleh Allah mereka, menuju ke tanah Kanaan. Namun, bangsa Israel tidak berteguh hati percaya kepada Allah. Ketika mata-mata yang mereka kirim untuk mengintai tanah Kanaan melaporkan bahwa tanah itu dikuasai oleh "raksasa-raksasa", mereka menolak untuk pergi ke sana dan memberontak terhadap pimpinan Allah. Akibatnya Allah menjadi murka dan menghukum mereka untuk tetap mengembara di padang gurun selama 40 tahun, sampai semua orang dari generasi pertama yang meninggalkan Mesir, yang berusia 20 tahun ke atas, mati di padang gurun. Setelah 40 tahun itu maka generasi baru itu sampai di perbatasan Kanaan. Kitab Ulangan memuat kisah bagaimana, sambil memandang Tanah Perjanjian, Musa mengulangi cerita perjalanan dan hukum-hukum Allah kepada generasi baru ini. Kematian Musa (yang ditulis di bagian paling akhir dari Kitab Taurat) mengakhiri perjalanan keluar dari Mesir tersebut. Tulang-tulang YusufDi dalam Kejadian 50:24-25 tertulis bahwa Yusuf meminta saudara-saudara dan keluarganya untuk bersumpah agar tulang-tulangnya dikuburkan di tanah Kanaan. Sewaktu berangkat keluar dari Mesir, Musa membawa tulang-tulang Yusuf bersamanya (Keluaran 13:19).[14] Di akhir Kitab Yosua dicatat, bahwa tulang-tulang Yusuf dikuburkan di Sikhem, di tanah milik yang dibeli Yakub dengan harga seratus kesita dari anak-anak Hemor, bapa Sikhem, dan yang ditentukan bagi bani Yusuf menjadi milik pusaka mereka (Yosua 24:32). Dengan demikian tulang-tulang Yusuf ini menjadi mata rantai yang mengikat Kitab Kejadian, Kitab Keluaran sampai ke Kitab Yosua, semacam jaminan bahwa keluarga Yakub, yaitu umat Israel, pasti akan dibawa TUHAN kembali ke tanah Kanaan. JalurKitab Taurat memuat daftar tempat-tempat persinggahan orang Israel selama perjalanan keluar dari Mesir dan pengembaraan di padang gurun. Sejumlah tempat keberangkatan dari daftar tersebut, termasuk Rameses (Ra'amses; diduga sama dengan Avaris; salah satu kota perbendaharaan yang dibangun dengan tenaga budak Israel, yang lain adalah Pitom) dan Sukot, telah diidentifikasi cukup jelas dengan situs-situs arkeologi di sisi timur delta sungai Nil,[15] demikian juga dengan Kadesh-Barnea,[16] di mana orang Israel diduga menghabiskan sebagian besar waktu mereka di padang gurun, tidak diketahui jelas. Penyeberangan Laut Merah juga tidak diketahui tepat tempatnya. Gunung Sinai diidentifikasi menurut tradisi Kristen pada abad ke-3 M di Semenanjung Sinai, tetapi tidak ada bukti-bukti tinggalnya orang Israel di sana.[17] Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir." Jalur yang paling dekat ini disebut: "Jalan Kerajaan" (royal roads atau "king's highways") yang telah dijalani selama berabad-abad sebelum dan sesudah peristiwa ini. Jalan yang juga dinamakan "jalan ke negeri orang Filistin" (Way of the Philistines) ini menyusuri pantai utara sepanjang Laut Tengah.[18] Garis ungu di peta di sebelah kanan menunjukkan jalan ke Shur (Way of Shur) yang menuju ke dalam daratan ke arah Shur, Asshur atau Siria melalui "jalan ke negeri orang Filistin". Menurut Ulangan 1:2, jarak dari Horeb (Gunung Sinai) ke Kadesh-Barnea (Kanaan Selatan) adalah sebelas hari perjalanan. Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir.[19] Jalur Perniagaan Arab (Arabian Trade Route) yang berwarna hijau dan "jalan ke Seir" (Way of Seir) yang berwarna hitam dianggap jalur yang tidak mungkin dilalui. Jalan perniagaan Arab sebenarnya mempunyai keuntungan karena mengarah ke Kadesh-Barnea tetapi kemudian berputar ke timur ke arah Petra di sebeluah utara Teluk Aqaba/Eilat. WaktuSeder Olam Rabbah (dari abad ke-2 M) menetapkan perhitungan bahwa peristiwa keluar dari Mesir itu terjadi pada tahun Yahudi 2448 AM (= 1313 SM). Tarikh ini menjadi tradisional di kalangan Yudaisme Rabbinik.[20] Dalam pertengahan pertama abad ke-20, peristiwa "Exodus" ini ditarikhkan berdasarkan ayat 1 Raja–raja 6:1, yang menyatakan bahwa bangsa Israel keluar dari Mesir 480 tahun sebelum pembangunan Bait Suci Pertama, pada tahun ke-4 pemerintahan raja Salomo. Menyamakan kronologi Alkitab dengan sejarah terkenal sulit, tetapi Edwin Thiele membuat perhitungan rekonsiliasi yang paling banyak diterima mengenai masa pemerintahan raja-raja Israel dan Yehuda, dan menempatkan Exodus pada sekitar tahun 1450 SM, dalam masa pemerintahan Firaun Thutmose III (1479-1425 SM).[21] Pada pertengahan abad ke-20 menjadi nyata bahwa catatan arkeologi tidak memungkinkan pentarikhan ini. Mumi Thutmoses III telah ditemukan pada tahun 1881,[22] dan catatan Mesir pada zaman itu tidak menyebutkan adanya kelompok yang dapat diidentifikasikan dengan 2 juta budak Ibrani, maupun tercatat peristiwa-peristiwa yang dalam dihubungkan dengan tulah Mesir. Lagi pula, penggalian pada tahun 1930-an gagal menemukan bekas-bekas kehancuran besar kota-kota di Kanaan pada periode sekitar tahun 1400 SM. Kurangnya bukti-bukti ini membuat arkeolog Alkitab terkemuka pada zamannya, William F. Albright, mengusulkan sebuah alternatif, yaitu "Eksodus lambat" ("late Exodus") sekitar tahun 1200-1250 SM. Argumennya didasarkan pada banyak bukti kehancuran kota-kota Beitel (Betel) dan kota-kota lain pada zaman itu, dan munculnya suatu jenis rumah khas dan periuk bertepi bulat khas pada zaman yang sama, yang menurutnya berasal dari orang Israel yang baru tiba di tanah tersebut. Hari paskahPeristiwa Keluar dari Mesir merupakan tema dari Hari Raya Yahudi Paskah.[23] Istilah Ibrani untuk hari raya ini, yaitu "Pesakh" ("melewati"), merujuk kepada perintah Allah kepada orang Israel untuk menyiapkan roti tidak beragi karena mereka akan pergi dengan tergesa-gesa, dan untuk menandai ambang dan palang pintu rumah mereka dengan darah domba yang disembelih, sehingga "malaikat" atau "pemusnah" yang ditugaskan untuk membunuh anak sulung orang Mesir akan "melewati" mereka. Tradisi Yahudi memelihara kenangan nasional dan pribadi akan kisah yang penting ini dalam hidup sehari-hari. Contohnya adalah dengan memakai tefilin (Jewish phylacteries) pada lengan dan dahi, memakai tzitzit (jumbai-jumbai ritual yang diikatkan pada keempat ujung syal sembahyang; knotted ritual fringes attached to the four corners of the prayer shawl), menyantap matzot (roti tidak beragi; unleavened bread) selama hari-hari perayaan Paskah, puasa anak sulung sehari sebelum Paskah, dan penebusan anak-anak sulung manusia maupun hewan. Catatan di luar Alkitab
Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Book of Exodus.
CatatanReferensi
Pustaka
|