Periode Bait Suci Kedua

Periode Bait Suci Kedua dalam sejarah Yahudi berlangsung antara tahun 530 SM sampai 70 M,[1] ketika Bait Suci Kedua berdiri di Yerusalem. Sekte Farisi, Saduki, Eseni, dan Zelot terbentuk selama periode ini. Periode Bait Suci Kedua berakhir pada waktu Perang Yahudi-Romawi Pertama dan penghancuran Yerusalem serta Bait Suci oleh orang Romawi.

Setelah kematian nevi'im (nabi-nabi Yahudi) kuno terakhir dan ketika bangsa itu masih di bawah pemerintahan Persia, kepemimpinan orang-orang Yahudi berada berturut-turut di tangan lima generasi zugot ("pasangan") pemimpin. Mereka berkembang pertama kali pada di bawah pemerintahan Persia (~ 539 – ~ 332 SM), kemudian pada di bawah pemerintahan Yunani (~ 332-167 SM), selanjutnya di bawah Hasmonea Raya yang independen (140-37 SM), dan akhirnya di bawah pemerintahan Romawi (63 SM – 132 M).

Selama periode ini, Yudaisme Bait Kedua dapat dilihat sebagai hasil dari tiga krisis besar dan akibat-akibatnya, karena berbagai kelompok orang-orang Yahudi bereaksi secara berbeda. Pertama, kehancuran Kerajaan Yehuda pada tahun 587/6 SM, ketika orang Yahudi kehilangan kemerdekaan, kerajaan, kota suci dan Bait Suci Pertama, malahan sebagian besar dibuang ke Babel. Akibatnya mereka menghadapi krisis teologis yang melibatkan hakikat, kekuasaan, dan kebaikan Allah serta juga menghadapi ancaman secara budaya, ras, dan seremonial karena mereka dilemparkan ke dalam kedekatan dengan bangsa-bangsa dan kelompok agama lain. Tidak adanya para nabi yang diakui pada periode kemudian meninggalkan mereka tanpa versi bimbingan ilahi pada saat mereka merasa paling membutuhkan dukungan dan arahan.[2] Krisis kedua adalah kuatnya pengaruh Hellenisme dalam Yudaisme, yang memuncak pada Pemberontakan Makabe 167 SM. Krisis ketiga adalah pendudukan Romawi atas daerah itu, dimulai dari kedatangan Jenderal Pompeius dan direbutnya Yerusalem pada tahun 63 SM. Ini termasuk penunjukan Herodes Agung sebagai "Raja orang Yahudi" oleh Senat Romawi, dan pembentukan Kerajaan Herodes di Yudea yang terdiri dari bagian-bagian apa yang saat ini adalah Israel, Otoritas Palestina, Gaza, Yordania, Lebanon dan Suriah.

Pembangunan Bait Suci Kedua

Model Bait Suci Kedua di Yerusalem, Museum Israel, Yerusalem

Pembangunan Bait suci Kedua selesai di bawah kepemimpinan tiga Nabi terakhir orang Yahudi, yaitu: Hagai, Zakharia dan Maleakhi dengan persetujuan dan pembiayaan kekaisaran Persia.

Batu Prasasti Tempat Sangkakala, (2.43×1 m) dengan tulisan bahasa Ibrani yang berarti "Terompet". Digali oleh Benjamin Mazar di kaki sebelah selatan Bukit Bait Suci diyakini adalah bagian dari Bait Suci Kedua

Berdasarkan catatan Alkitab, setelah kembali dari pembuangan di Babel di bawah pimpinan Zerubabel, pengaturan segera dilakukan untuk menata kembali Provinsi Yehud yang ditinggalkan kosong setelah runtuhnya Kerajaan Yehuda tujuh puluh tahun sebelumnya. Rombongan jemaah, terdiri dari 42,360 orang,[3] setelah menyelesaikan perjalanan panjang dan suram selama sekitar empat bulan, dari tepi sungai Efrat ke Yerusalem, sangat dibangkitkan dalam semua tindakan mereka oleh dorongan agama yang kuat, dan oleh karena itu salah satu keprihatinan pertama adalah mengembalikan rumah ibadah kuno mereka dengan membangun kembali Bait Suci yang telah dihancurkan dan menjalankan kembali ritual pengorbanan yang dikenal sebagai korbanot.

Atas undangan Zerubabel, gubernur wilayah saat itu, yang menunjukkan sebuah teladan luar biasa dalam hal kemurahan hati dengan memberikan kontribusi secara pribadi 1,000 emas darics, selain hadiah-hadiah lain, maka orang-orang memberikan persembahan mereka ke dalam kas suci dengan antusiasme yang besar.[4] Pertama, mereka membangun dan mendedikasikan altar bagi Allah di tempat yang tepat di mana sebelumnya pernah berdiri, dan mereka kemudian membersihkan tumpukan puing-puing hangus yang menutupi lokasi Bait Suci kuno; dan di bulan kedua tahun kedua (535 SM), di tengah kegembiraan dan sukacita publik yang besar, dasar-dasar Bait Suci Kedua diletakkan. Berbagai minat dirasakan dalam gerakan besar, meskipun hal itu dipandang dengan perasaan bercampur aduk oleh para penonton.[5][6]

Orang-orang Samaria, penduduk dari apa yang dulunya merupakan ibu kota Kerajaan Israel (Utara), membuat proposal untuk kerjasama dalam pekerjaan. Namun, Zerubabel dan para tua-tua menolak semua kerjasama tersebut, merasa bahwa orang-orang Yahudi harus membangun Bait Suci tanpa bantuan. Segera laporan jahat menyebar mengenai orang-orang Yahudi. Menurut Ezra 4:5, orang-orang Samaria berusaha untuk "menggagalkan tujuan mereka" dan mengirim utusan ke Ekbatana dan Susa, yang mengakibatkan pekerjaan pembangunan itu ditangguhkan.

Koin Yehud: koin dicetak di provinsi Yudea selama periode Persia.

Tujuh tahun kemudian, Koresh yang Agung, yang mengizinkan orang Yahudi untuk kembali ke tanah air mereka dan membangun kembali Bait Suci itu, meninggal,[7] dan digantikan oleh putranya Kambisus II. Saat Kambisus mati, seorang penipu berkedok "Smerdis (Bardiya)" palsu, menduduki takhta selama sekitar tujuh atau delapan bulan, dan kemudian Darius I dari Persia menjadi raja (522 SM). Pada tahun kedua pemerintahannya, pekerjaan pembangunan kembali Bait Suci dilanjutkan dan dilakukan sampai penyelesaiannya,[8] di bawah stimulus nasihat-nasihat dan petuah-petuah serius dari para nabi Hagai dan Zakharia. Bangunan itu siap untuk menjalani konsekrasi pada musim semi tahun 516 SM, lebih dari dua puluh tahun setelah kembali dari pembuangan. Bait Suci itu selesai pada hari ketiga bulan Adar, dalam tahun keenam pemerintahan Raja Darius, di tengah perayaan besar sebagian besar penduduk,[9] meskipun terbukti bahwa orang-orang Yahudi tidak lagi menjadi orang-orang yang independen, tetapi tunduk pada kekuatan asing. Dalam Kitab Hagai tercatat suatu nubuat[10] bahwa kemuliaan Bait Suci Kedua itu akan lebih besar dari yang pertama.

Era Helenistik

Pada tahun 332 SM, Persia dikalahkan oleh Aleksander Agung. Setelah kematiannya, dan pembagian kekaisaran Aleksander di antara jenderalnya, terbentuklah Kekaisaran Seleukia.

Selama periode ini aliran Yudaisme dipengaruhi oleh filsafat Helenistik yang dikembangkan sejak abad ke-3 SM, terutama diaspora Yahudi di Alexandria (Iskandariyah), yang berpuncak pada kompilasi dari Septuaginta. Advokat penting dari simbiosis teologi Yahudi dan pemikiran Helenistik adalah Filo.

Dinasti Hasmonayim

Memburuknya hubungan antara orang-orang Yahudi Helenis dan orang-orang Yahudi religius menyebabkan raja Seleukus, Antiokhos IV Epiphanes, memberlakukan dekrit yang melarang ritual keagamaan dan tradisi Yahudi tertentu. Akibatnya, orang-orang Yahudi ortodoks memberontak di bawah pimpinan keluarga wangsa Hasmonayim, (juga dikenal sebagai Makabe). Pemberontakan ini pada akhirnya menyebabkan pembentukan independen Yudea raya, di bawah Dinasti Hasmonayim, yang berlangsung sejak tahun 165 SM sampai 37 SM. Dinasti Hasmonayim (Hasmonean) akhirnya hancur sebagai akibat perang saudara antara anak-anak Salome Aleksandra—Hyrcanus II dan Aristobulus II. Orang-orang, yang tidak mau diperintah oleh seorang raja, melainkan oleh para imam teokratis, mengajukan banding dalam semangat ini ke penguasa Romawi. Romawi kemudian melakukan intervensi dalam perang saudara di Yudea diikuti oleh penaklukan dan aneksasi Suriah, yang dipimpin oleh Pompeius. Saudara yang bersaing dalam keluarga Hasmonayim yang Pro-Parthia segera membawa dukungan Parthia dan takhta beralih sampai akhirnya Herodes Agung menetapkan dirinya sebagai raja Yudea baru yang pro-Romawi.

Dinasti Herodian

Yudea raya di bawah Herodes mengalami masa pertumbuhan dan ekspansi. Sebagai sekutu Roma yang dekat dan setia, Herodes memperluas kekuasaannya sejauh Arabia, menciptakan proyek-proyek pembangunan ambisius dan memperindah Bait Suci.

Setelah Herodes mati pada tahun 4 SM, kerajaan itu dibagi menjadi beberapa bagian untuk masing-masing dari tiga putranya (awalnya empat bagian), membentuk Tetrarki. Bagian utama Tetrarchy diberikan kepada Herodes Arkhelaus, termasuk seluruh Yudea, Edom dan Samaria. Dalam tahun 6 M, negeri ini menjadi rusuh, dan penguasaan Herodes atas Yudea diambil alih menjadi suatu Provinsi Romawi yaitu: Yudea Romawi. Filipus memerintah wilayah Iturea dan Trakhonitis sampai kematiannya pada tahun 34 M ketika ia digantikan sebagai raja oleh Herodes Agripa I, yang sebelumnya adalah penguasa Khalkis. Agripa menyerahkan Khalkis kepada saudaranya yang juga bernama Herodes dan memerintah di negeri yang pernah diperintah oleh Filipus. Setelah kematian Herodes Antipas pada tahun 39 M, Herodes Agripa juga menjadi penguasa Galilea, dan pada tahun 41 M, sebagai tanda dukungan dari kaisar Claudius, menggantikan Prefek Romawi, Marullus, sebagai penguasa Iudaea. Dengan akuisisi ini, Kerajaan Herodian orang Yahudi adalah secara nominal berdiri sampai tahun 44 M meskipun tidak ada indikasi bahwa statusnya sebagai provinsi Romawi pernah dihentikan.

Herodes Agung

Herodes Agung adalah raja Yudea Romawi. Karakternya membingungkan dan dikenal dari berbagai hal yang baik dan buruk. Ia mungkin paling dikenal sebagai "orang gila" yang membunuh beberapa istri dan anak-anaknya sendiri. Herodes juga seorang raja yang sukses dan melakukan proyek pembangunan besar di seluruh Yudea, termasuk perluasan Bait Suci Kedua di Yerusalem. Banyak tujuan wisata paling populer di Israel hari ini, termasuk Dinding Barat dan Menara Daud, dibangun oleh Herodes.[11]

Kematian Herodes pada tahun 4 SM meletupkan rasa frustrasi orang-orang yang ditindas oleh kebrutalannya. Banyak orang menjadi miskin karena Herodes menarik pajak yang tinggi untuk pengeluarannya yang besar. Ketika dia meninggal, proyek-proyek pembangunan yang menyediakan banyak lapangan pekerjaan dihentikan, dan banyak orang kehilangan pekerjaan mereka. Ini membangun rasa frustrasi yang pada akhirnya memberikan kontribusi terjadinya Perang Yahudi-Romawi Pertama.[12]

Yudea Romawi

Bagian provinsi Romawi Yudea diperluas meliputi bagian bekas wilayah kerajaan Hasmonean dan Herodian. Provinsi ini dibentuk pada tahun 6 M dengan Sensus Kirenius dan digabung menjadi Siria Palaestina setelah tahun 135 M.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Angka-angka ini murni didasarkan pada penanggalan ilmiah dan proklivitas di antara sejumlah sarjana untuk melangkahi sumber-sumber Yahudi. Namun, tradisi Yahudi menyatakan bahwa Bait Suci Kedua hanya berdiri selama 420 tahun, yaitu antara tahun 352 SM – 68 M. Lihat: Maimondes' Questions & Responsa, responsum # 389, Jerusalem 1960 (bahasa Ibrani)
  2. ^ The Jewish Backgrounds of the New Testament: Second Commonwealth Judaism in Recent Study, Wheaton College, Previously published in Archaeology of the Biblical World, 1/2 (1991), pp. 40–49.
  3. ^ Ezra 2:65:HE
  4. ^ Ezra 2
  5. ^ Hagai 2:3
  6. ^ Zakharia 4:10
  7. ^ 2 Tawarikh 36:22–23
  8. ^ Ezra 5:6–6:15
  9. ^ Ezra 6:15,16
  10. ^ Hagai 2:10
  11. ^ Cohen, Shaye (1999). Ancient Israel: From Abraham to the Roman Destruction of the Temple. Biblical Archaeology Society. hlm. 269. ISBN 1880317540. 
  12. ^ Cohen, Shaye (1999). Ancient Israel: From Abraham to the Roman Destruction of the Temple. Biblical Archeology Society. hlm. 273. ISBN 1880317540. 
Kembali kehalaman sebelumnya