Perbedaan masjid tradisional Jawa dan Banjar

Sebuah masjid panggung gaya Banjar di Sungai Barito tempo dulu

Masjid tradisional Banjar pada dasarnya mengambil pola masjid tradisonal Jawa khususnya masjid Agung Demak, karena Kesultanan Banjar pertama kali mendapat pengaruh agama Islam dari Kesultanan Demak Bintoro. Pada masa itu Kesultanan Demak mengirim Khatib Dayan yang merupakan cucu Sunan Gunung Jati Cirebon untuk mengajarkan agama Islam kepada rakyat negeri Banjar di Kalimantan Selatan. Namun masjid gaya Banjar akhirnya memiliki ciri khasnya sendiri misalnya terlihat pada atap kemuncaknya yang tinggi menjulang.

Masjid Agung Demak dengan pendopo di depan dan nDalem sebagai bangunan utama yang beratap tumpang tiga.

Masjid bergaya Banjar pernah dibangun di Sumatra dan Malaysia Barat, misalnya:

Beberapa perbedaan pola masjid tradisional Jawa dan Banjar:

  • Masjid di negeri Banjar dibangun dengan konstruksi panggung.
  • Masjid di negeri Banjar pada bagian pengimamam (mihrab) memiliki atap tersendiri terpisah dari bangunan induk.
  • Pada puncak masjid terdapat sungkul bangunan masjid yang disebut pataka yang terbuat dari kayu ulin. Di Jawa disebut mustoko/memolo terbuat dari tanah liat.
  • Pada ujung-ujung pertemuan atap pada jurai luar terdapat Jamang.
  • Terdapat pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
  • Masjid di Tanah Jawa terdiri atas 2 bangunan utama yaitu bangunan yang beratap tumpang tiga yang merupakan "nDalem" dan bangunan beratap limas di depannya yang merupakan "pendopo" sedangkan Masjid di negeri Banjar hanya terdiri atas satu bangunan utama yang beratap tumpang tiga. Atap tumpang (tajug) paling atas lebih runcing (curam) daripada masjid di Jawa.

Pranala luar

Lihat pula

Referensi

  1. ^ [1]
Kembali kehalaman sebelumnya