Perbatasan Myanmar–Thailand
Perbatasan Myanmar–Thailand telah ditetapkan sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 Masehi ketika Myanmar masih menjadi negara jajahan Inggris. Perbatasan Myanmar–Thailand berada di daratan yang mempertemukan wilayah timur dan tenggara Myanmar dengan wilayah utara dan barat Thailand. Kondisi Perbatasan Myanmar–Thailand di bagian utara Thailand masih memiliki sebuah status quo akibat dari permasalahan politik dalam negeri Myanmar mengenai kelompok etnik minoritas. Penduduk di perbatasan Myanmar–Thailand umumnya merupakan orang Karen, orang Birma, orang Shan dan orang Akha. Perbatasan Myanmar–Thailand dilintasi setiap hari oleh komuter dengan menggunakan pas lintas batas sementara dan kartu kontrol imigrasi. SejarahPada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Siam mengadakan perjanjian-perjanjian perbatasan internasional dengan Inggris maupun Prancis karena adanya paksaan dari kedua negara tersebut.[1] Siam mengatur dua perjanjian perbatasan internasional dengan Inggris dan Prancis. Perjanjian perbatasan antara Siam dan Inggris mengatur perbatasan antara Siam dengan wilayah Myanmar dan Malaysia yang dikuasai oleh Inggris. Sedangkan perjanjian perbatasan antara Siam dan Prancis mengatur perbatasan internasional antara Siam dengan wilayah Kamboja dan Laos yang dikuasai oleh Prancis.[1] Sehingga Siam berbagi perbatasan dengan Myanmar yang dikuasai oleh Inggris, dan berbagi perbatasan dengan Indochina yang dikuasai oleh Prancis.[2] Siam kemudian mengubah nama negaranya menjadi Thailand pada tanggal 11 Mei 1949. Thailand merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak mengalami penjajahan oleh bangsa dari negara-negara Eropa. Thailand telah membentuk perbatasan dengan dua negara penjajah di Asia Tenggara, yaitu Inggris dan Prancis. Inggris menjajah Myanmar, sedangkan Prancis menjajah Indochina. Keberadaan Siam ketika itu memisahkan dua wilayah jajahan tersebut.[2] Wilayah perbatasanMyanmar dan Thailand merupakan negara tetangga yang saling berbagi perbatasan darat.[3] Perbatasan antara Myanmar dan Thailand mengikuti kondisi alam karena letaknya tepat berada di sungai Salween dan anak sungai Myawaddi.[1] Wilayah Myanmar yang berbatasan dengan Thailand adalah yang berada di bagian timur.[4] Posisi perbatasan Myanmar atas Thailand berada di arah tenggara Myanmar.[5] Sementara dari sisi Thailand, wilayahnya yang berbatasan dengan Myanmar adalah yang berada di bagian barat.[6] Myanmar dan Thailand sama-sama merupakan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Perbatasan darat antara Thailand dan Myanmar merupakan yang terpanjang dibandingkan perbatasan darat Thailand–Malaysia, perbatasan darat Thailand–Kamboja, dan perbatasan darat Thailand–Laos.[3] Pola hubunganSebuah segmen perbatasan Myanmar–Thailand di bagian utara kedua negara ini masih mengalami status quo. Kondisi ini merupakan akibat dari masalah politik dalam negeri Myanmar mengenai kelompok etnik minoritas. Beberapa kelompok etnik minoritas di Myanmar diketahui melarikan diri ke perbatasan Thailand. Meskipun perbatasan Myanmar–Thailand di bagian utara mengalami status quo, telah terjalin kerja sama ekonomi antara Myanmar dan Thailand di perbatasan kedua negara. Kerja sama ini berupa pembangunan sebuah jembatan persahabatan yang membentang di atas sungai Salween.[7] PendudukSepanjang perbatasan Myanmar–Thailand di wilayah Myanmar umumnya dihuni oleh kelompok etnik Shan. Sementara perbatasan Myanmar di bagian selatan yang berbatasan dengan Thailand dihuni oleh orang Mon. Kedua kelompok etnik ini telah menghuni wilayah perbatasan Myanmar–Thailand sebelum kedatangan etnis Birma. Ketiga etnis ini kemudian memulai peperangan di wilayah perbatasan Myanmar–Thailand hingga kedatangan Inggris pada tahun 1885.[8] Wilayah pegunungan Birma di Myanmar yang dekat dengan perbatasan Myanmar–Thailand dihuni oleh suku Karen.[9] Pegunungan Birma yang dihuni suku Karen berada di bagian timur Myanmar yang berbatasan dengan wilayah bagian utara Thailand.[10] PelintasanPelintasan dari Thailand ke Myanmar umumnya terjadi setiap hari oleh para komuter yang bekerja di Pasar Mae Sai tetapi menetap di Tachilek. Pada pagi hari, para pekerja berangkat dari Tachilek ke Mae Sai dan sore harinya pulang ke Tachilek. Tiap komuter diberikan pas lintas batas sementara dan kartu kontrol imigrasi. Masa berlaku pas lintas batas sementara hanya satu pekan. Sedangkan kartu kontrol imigrasi berlaku selama setahun.[11] Beberapa kelompok etnik minoritas di Myanmar juga telah mengadakan pelintasan ke Thailand secara bolak-balik. Alasan utamanya pelintasan ini ialah adanya persoalan politik di Myanmar. Kelompok etnik minroitas ini antara lain orang Akha, suku Padaung, dan orang Shan.[12] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|