Penyusutan gletser sejak 1850

Gletser White Chuck tahun 1973
Gletser White Chuck tahun 2006 yang sudah menyusut sepanjang 1,9 km.
Gletser White Chuck tahun 1973 (kiri) dan 2006 (kanan). Gletser ini telah menyusut sepanjang 1,9 km dalam kurun waktu 30 tahun.
Video: Sekitar 25 persen dari bentukan es di Bumi yang mencair antara tahun 2003 dan 2010 berada di Benua Amerika (belum termasuk Greenland).

Penyusutan gletser di Bumi sejak tahun 1850 mempengaruhi ketersediaan air tawar untuk manusia, kehidupan flora dan fauna, kegiatan pariwisata, dan dalam jangka panjang mempengaruhi tinggi muka air laut. Penelitian yang menunjukkan penyusutan gletser yang terjadi bersamaan dengan naiknya kadar gas rumah kaca di atmosfer sering kali disebut sebagai bukti utama dari pemanasan global. Pegunungan di wilayah garis lintang sedang seperti Pegunungan Himalaya, Alpen, Rocky, Cascade, dan Andes, serta puncak tinggi seperti Gunung Kilimanjaro menjadi lokasi bagi penyusutan-penyusutan gletser yang terbesar.[1][2]

Keseimbangan massa gletser merupakan parameter kunci dari keutuhan gletser. Jika jumlah presipitasi beku di zona akumulasi melebihi jumlah penyusutan es gletser akibat melelehnya zona ablasi, gletser akan bertambah. Sebaliknya, jika akumulasi berjumlah kurang dari ablasi, gletser akan menyusut. Penyusutan gletser memiliki nilai keseimbangan massa yang negatif yang bila terjadi terus-menerus, gletser pada akhirnya akan habis.

Zaman Es Kecil terjadi tahun 1550 hingga 1850 ketika suhu di Bumi relatif lebih dingin ketimbang saat ini. Gletser mulai menyusut seiring kenaikan suhu yang terjadi setelahnya. Pada beberapa kasus antara tahun 1950 dan 1980, penyusutan tersebut mereda atau bahkan di beberapa lokasi gletser bertambah dengan suhu global yang sempat menurun kembali.[3] Sejak tahun 1980, efek signifikan dari pemanasan global menyebabkan penyusutan kembali terjadi dengan cepat dan tersebar di gletser di mana-mana. Beberapa gletser bahkan telah habis sepenuhnya. Ancaman terhadap kondisi gletser di tempat seperti Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan Pegunungan Himalaya di Asia berpotensi mempengaruhi ketersediaan air tawar di wilayah-wilayah tersebut.

Penyusutan gletser di seluruh dunia menjadi bukti naiknya suhu global sejak penghujung abad ke-19.[4][5] Penyusutan gletser hilir di Greenland dan Antarktika Barat yang semakin cepat dapat membuat permukaan laut semakin naik yang akan mempengaruhi wilayah-wilayah pesisir.

Keseimbangan massa gletser

Peta sebaran perubahan keseimbangan massa gletser sejak tahun 1970. Warna biru merupakan pertambahan sementara warna kuning dan merah menunjukkan penyusutan gletser.
Keseimbangan massa gletser dunia untuk 50 tahun terakhir. Pola penurunan yang mulai terjadi sejak akhir dekade 1980-an menunjukkan semakin banyaknya gletser yang menyusut.

Keseimbangan massa gletser merupakan perbedaan antara akumulasi dan ablasi (pelelehan dan sublimasi) dari sebuah gletser yang indikatif teradap keutuhannya gletser tersebut.[6] Perubahan iklim dapat menimbulkan variasi suhu dan curah salju yang mempengaruhi keseimangan massa gletser. Gletser yang menyusut memiliki keseimbangan yang negatif. Saat ini, hampir seluruh gletser di Bumi memiliki nilai keseimbangan massa yang negatif.[7]

Metode untuk mengukur penyusutan gletser di antaranya adalah pemantauan lokasi terminus manual atau melalui GPS, foto udara, atau altimetri menggunakan laser.[8][9] Indikator utama dari gletser yang massanya tidak seimbang adalah penipisan lapisan es di seluruh bagian gletser yang menunjukkan berkurangnya akumulasi. Zona akumulasi, pada gilirannya, juga semakin menyusut dan membuat gletser tidak memiliki zona akumulasi yang tetap yang mengancam keberadaan gletser.[10][11] Sebagai contoh, Gletser Easton di Amerika Serikat kemungkinan besar akan menyusut hingga separuh dari ukurannya namun kemudian penyusutan akan melambat dan gletser diperkirakan akan stabil meskipun bila iklim akan terus menghangat. Contoh lainnya seperti Gletser Grinnell (juga di Amerika Serikat) diperkirakan akan menyusut semakin cepat hingga habis. Wilayah hulu dari Gletser Easton tetap utuh dan tertutup salju sementara wilayah hulu Gletser Grinnell semakin meleleh dan menipis. Gletser-gletser kecil di wilayah berlintang rendah adalah yang paling mungkin untuk memiliki massa yang tidak seimbang seiring dengan perubahan iklim.[10]

Gletser di wilayah lintang sedang

Gletser lintang sedang berada di antara Garis Balik Utara dan Lingkar Arktik atau antara Garis Balik Selatan dan Lingkar Antarktik.[12] Di kedua wilayah tersebut dapat dijumpai es gletser dari gletser gunung, gletser lembah, serta tudung es di wilayah-wilayah tinggi.[9] Bentukan gletser seluruhnya terletak di wilayah pegunungan seperti di Pegunungan Himalaya di Asia, Alpen dan Pirenia di Eropa, Rocky dan Pegunungan Pesisir Pasifik di Amerika Utara, bagian selatan dari Andes di Amerika Selatan, dan wilaya pegunungan di Selandia Baru.[13] Gletser di wilayah lintang sedang memiliki riwayat penelitian yang panjang selama 150 tahun terakhir. Kini, serupa dengan gletser di wilayah tropis, gletser di wilayah lintang sedang memiliki keseimbangan massa yang negatif dan tengah menyusut.[9]

Grafik ini menunjukkan persentase gletser yang bertambah di Pegunungan Alpen. Pada pertengahan abad ke-20 telah terjadi pola penyusutan namun tidak sebesar yang terjadi saat ini yang juga terjadi pada gletser-gletser berukuran kecil.

Referensi

  1. ^ Intergovernmental Panel on Climate Change. "Graph of 20 glaciers in retreat worldwide". Climate Change 2001 (Working Group I: The Scientific Basis). Diakses tanggal 2015-02-14. 
  2. ^ Thomas Mölg. "Worldwide glacier retreat". RealClimate. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  3. ^ Pelto, M. "Recent Global Glacier Retreat Overview". North Cascade Glacier Climate Project. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  4. ^ Intergovernmental Panel on Climate Change. "2.2.5.4 Mountain glaciers". Climate Change 2001 (Working Group I: The Scientific Basis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-01. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  5. ^ National Snow and Ice Data Center. "Global glacier recession". GLIMS Data at NSIDC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-05. Diakses tanggal 2015-02-14. 
  6. ^ Mote, P. W.; Kaser, G. (2007). "The Shrinking Glaciers of Kilimanjaro: Can Global Warming Be Blamed?". American Scientist. 95 (4): 318–325. doi:10.1511/2007.66.318. 
  7. ^ Gardner, A. S.; et al. (2013). "A Reconciled Estimate of Glacier Contributions to Sea Level Rise: 2003 to 2009". Science. 340 (6134): 852–857. doi:10.1126/science.1234532. PMID 23687045. 
  8. ^ Hubbard, B.; Glasser, N. F. (2005). Field Techniques in Glaciology and Glacial Geomorphology. Wiley. hlm. 179–198. ISBN 978-0470844274. 
  9. ^ a b c Clark, P. U. (2009). Abrupt Climate Change: Final Report, Synthesis and Assessment Product. DIANE Publishing Company. hlm. 39–45. ISBN 9781437915693. 
  10. ^ a b Pelto, M. S. (2010). "Forecasting temperate alpine glacier survival from accumulation zone observations" (PDF). The Cryosphere. 4 (1): 67–75. doi:10.5194/tc-4-67-2010. 
  11. ^ Pelto, M. S. "The Disequilibrium of North Cascade, Washington Glaciers 1984–2004". In Hydrologic Processes. Diakses tanggal 2015-02-17. 
  12. ^ Schultz, J. (2005). The Ecozones of the World: The Ecological Divisions of the Geosphere (edisi ke-2). Springer. ISBN 978-3540200147. 
  13. ^ Hensen, R. (2006). The Rough Guide to Climate Change. DK. ISBN 9781843537113. 
Kembali kehalaman sebelumnya