Penyakit Stargardt
Penyakit Stargardt (bahasa Inggris: Stargardt disease) merupakan penyakit langka yang diturunkan dalam bentuk degradasi makula yang menyebabkan menurunnya kualitas penglihatan yang dapat berujung pada kebutaan.[1][2] Stargardt ditandai dengan deposit kekuningan yang tidak beraturan dalam kutub posterior.[1] SejarahPenyakit Stargardt ditemukan oleh seorang ahli optalmologis Jerman yaitu Karl Stargardt, dipublikasikan pada tahun 1909 dalam sebuah artikel ilmiah yang berjudul Über Epithelzellveränderungen beim Trachom und andern Conjunctivalerkrankungen dan diterbitkan pada jurnal Albrecht von Graefes Archiv für Ophthalmologie.[3] GejalaGejala utama dari penyakit Stargardt adalah kehilangan kualitas dari penglihatan, yang berjarak 20/40 hingga 20/200.[2] Gejala ditunjukkan oleh penderita pada dekade pertama dan kedua dalam hidup.[1] Gejala yang dialami dapat berupa penglihatan yang kabur, titik buta (penglihatan tidak jelas karena tertutup oleh titik-titik), sulit beradaptasi pada cahaya redup, tetapi masih dapat membedakan warna atau defisiensi ringan untuk warna merah dan biru.[1] DiagnosisTerdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan penegakan diagnosis terhadap penyakit Stargardt:
GenetikaPenyakit Stargardt digolongkan berdasarkan gen yang mengalami gangguan yaitu:
PengobatanHingga saat ini belum ditemukan pengobatan, tetapi para penderita diharuskan memakai kacamata hitam agar matanya terlindungi dari sinar ultraviolet dan cahaya berlebih.[1] PatofisiologiDegenerasi makula ini disebabkan oleh transporter ATP-binding cassette yang rusak karena metabolit lipofuksin yang beracun pada sel epitel retina.[2][5] ATP-binding cassette yang rusak mengakibatkan tidak terjadinya pembentuka energi.[6] Tumpukan lipofuksin pada sel epitel retina mata akan menggantikan granula melanin kepada cell border.[5] Penelitian kekinianPada 22 November 2010, telah diumumkan bahwa Advanced Cell Technology mendapatkan kejelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat untuk dengan segera menginisiasi penelitian klinis fase I/II pada berbagai tempat menggunakan sel retina yang berasal dari human embrionic stem cell (hESCs).[7] Pada September 2011 ACT mengumumkan bahwa mereka mulai melakukan tahap selanjutnya untuk pengobatan kepada pasien lainnya karena telah mendapat persetujuan dari Data and Safety Monitoring Board.[8] Pada Maret 2013, setelah mengobati dan mengumpulkan data dari 18 orang, Advance Cell diberi persetujuan untuk menguji sel punca tersebut kepada penderita lainnya secara luas kepada pasien cohort3 dan akan disuntikkan 150.000 sel punca.[9] Pada 16 Mei 2013, ACT mengumumkan bahwa telah ada hasil yang memuaskan dari penelitian ini, di mana para penderita yang melihat dengan jarak 20/400 telah dapat melihat dengan jarak 20/40, dan hasilnya telah dipublikasikan dalam media Reuters.[10] Para penderita Stargardt diharuskan untuk menghindari vitamin A karena sistem metabolisme yang abnormal.[4] Karena tidak boleh mengonsumsi vitamin A, maka terdapat penelitian yang menguji suplementasi lutein dan zeaxantin selama 6 bulan.[4] Akan tetapi, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan.[11] Referensi
|