Penyakit Pick

Penyakit Pick atau disebut juga frontotemporal dementia (FTD) atau frontotemporal lobar degeneration (FTLD) adalah bagian dari gangguan demensia, namun tidak disebabkan oleh alzheimer. Penyakit ini memengaruhi bagian otak frontal lobe yang mengontrol emosi, perilaku, kepribadian, dan bahasa.[1] Dalam panduan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Pick disease dimasukkan dalam kategori Demensia pada Penyakit Lain YDK dan mendapat kode F02.0.[2]

Penyakit ini sama sekali berbeda dengan penyakit Niemman Pick.

Sejarah

Penyakit Pick pertama kali dilaporkan oleh Arnold Pick pada tahun 1892, yang memperhatikan ada beberapa pasiennya yang mengalami gangguan kognitif, perubahan kepribadian, dan beberapa gangguan fokal sepeti aphasia dan apraxia. Namun penemuannya tidak terlalu dianggap karena perhatian lebih banyak diberikan kepada penyakit alzheimer, selain juga karena masalah politis. Mulai tahun 1920, muncul pemikiran untuk memisahkan kondisi yang ditemukan ini menjadi penyakit baru. Namun baru pada periode 1950-1960an, barulah komunitas ilmuwan di Jerman dan negara-negara Anglo Saxon mulai menerima keberadaan penyakit ini secara luas. [3]

Penyebab

Penyakit Pick disebabkan oleh penumpukan protein tau yang abnormal. Walau protein ini ada di semua sel saraf manusia, namun jika ada gumpalan di sel saraf otak bagian depan dan temporal, sel-sel tersebut bisa mati, membuat jaringan otak menyusut dan akhirnya penyakit ini muncul.[1]

Gejala

Biasanya penderita yang berusia sekitar 50-60 tahun mulai mengalami kemerosotan watak dan hubungan sosial. Bisa pula kondisi ini diikuti pula penurunan intelektualitas, daya ingat, dan bahasa. Juga bisa diikuti gejala apati, euforia, dan kadang gejala ekstrapiramidal. Namun manifestasi gangguan sosial dan perilaku mendahului gangguan daya ingat.[2] Gejala yang mudah diamati dari penyandangnya termasuk:

  • Tiba-tiba bersikap agresif dan galak
  • Tidak tertarik melakukan kegiatan sehari-haru
  • Mudah marah
  • Perubahan mood yang berganti-ganti secara cepat dan drastis
  • Sulit merasa simpati
  • Tidak peduli pada orang lain
  • Sulit melakukan hal yang tidak direncanakan dulu
  • Membuat keputusan tanpa pikir panjang
  • Mengulang-ulang suatu aktivitas
  • Melakukan atau mengucapkan hal-hal yang tak pantas[1]

Diagnosa

Menurut PPDGJ III, kriteria ini perlu dipastikan hadir untuk pemastian diagnosis:

  • Demensia yang progresif
  • Gambaran lobus frontalis yang menonjol, dengan euforia, emosi dangkal, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apati atau gelisah.
  • Manifestasi gangguan perilaku uumnya mendahului gangguan daya ingat.[2]

Penanganan

Tidak ada pengobatan yang diketahui bisa secara langsung menyembuhkan penyakit ini. Namun penanganan yang diberikan bisa berfokus kepada usaha memperbaiki gejala yang muncul, dan harus melibatkan dukungan oleh orang sekitar, keluarga, dan pengasuh. Ada konsensus bahwa penggunaan anti depresan SRRI bisa memberi benefit dalam memperbaiki sindrom perilaku. Obat-obatan antipsikosis atipikal dalam dosis rendah juga bisa diberikan untuk mengatasi perilaku agresif atau merusak, hanya saja harus sangat berhati-hati, dengan menimbang risiko terjadinya efek samping cardiac arrest di penderitanya yang sudah lanjut usia. Sementara obat alzheimer seperti cholinesterase inhibitors malah tidak efekti dan bisa malah makin memperburuk kondisi ini. [4]

Terapi fisik dan olahraga bisa memperlambat pengurangan fungsi kognitif, sementara terapi bicara bisa memitigasi semakin berkurangnya kemmampuan berbahasa. Dengan fungsi yang terus menurun, penyandangnya akan sangat membutuhkan dukungan dari orang di sekitar untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.[4]

Referensi

  1. ^ a b c Penyakit Pick. dari situs hellosehat/com
  2. ^ a b c Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III]]. Halaman 62. Diterbitkan Departemen Kesehatan RI, Direktorat Pelayanan Medik. Jakarta:1993.
  3. ^ Early history of Pick's disease. dari situs nih.gov
  4. ^ a b Pick Disease. dari situs NIH
Kembali kehalaman sebelumnya