Penistaan agamaPenistaan agama atau penodaan agama merupakan tindak penghinaan, penghujatan, atau ketidaksopanan terhadap tokoh-tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, dan keyakinan suatu agama yang hanya didasarkan pada pendapat pribadi atau diluar kompetensinya (malapraktik).[1][2][3][4] Beberapa negara memiliki hukum berkenaan dengan penistaan agama.[5] Pada tahun 2012, hukuman terhadap tindakan penistaan agama berlaku di 32 negara.[6] Etimologi
Dalam kata aslinya, kata "blasphemy" berasal dari kata bahasa Inggris Pertengahan blasfemen, bahasa Prancis Kuno blasfemer, dan Bahasa Latin Akhir blasphemare dari bahasa Yunani βλασφημέω, yang terbentuk dari βλασ, "menyakiti" dam φήμη, "ucapan, perbincangan, ujaran". Jika digabungkan, kata-kata ini bermakna sebagai blasphemia, yang berarti "ujaran menyakiti", dan juga blasphemein "berbicara dimana kebencian ada" yang juga menjadi pandanan untuk blasphemy dan blame[7] Kata ini juga dapat merujuk kebada kebencian kepada Tuhan yang dapat ditemukan dalam Ps. 74:18; Isa. 52:5; Rom. 2:24; Rev. 13:1, 6; 16:9, 11, 21. Selain itu, kata ini juga melambangkan sesuatu yang bersifat jahat, menuturkan, ataupun menyalahgunakan sesuatu untuk tujuan menyakiti, merendahkan, dan sebagainya (1 Kings 21:10 LXX; Acts 13:45; 18:6, dsb.)."[8] Negara dengan peraturan mengenai penistaan agamaDalam beberapa negara dengan agama resmi, penistaan agama dianggap sebagai tindakan yang melampaui kode kriminalitas. Tujuan peraturan mengenai penistaan agamaDalam beberapa negara dan kasus, peraturan ini ditegakkan untuk membatasi ancaman tindakan ataupun perkataan yang menyerang penganut agama mayoritas, sementara di negara lainnya, berfungsi sebagai perlindungan kepercayaan beragama untuk penganut minoritas.[9][10][11] Walaupun dalam beberapa alasan, negara masih dapat memiliki suatu peraturan mengenai penistaan agama walaupun negara tersebut sudah melarang secara total penistaan agama, peraturan ini dapat digunakan untuk menghukum ataupun memperbolehkan yang merasa terhina untuk menghukum pelaku. Peraturan ini mungkin saja diretalasi dan diberlakukan untuk perbuatan blasphemous libel,[12] perbuatan menentang norma, melarang seseorang untuk beribadah,[13][14] perilaku merendahkan agama,[15] ataupun juga untuk ujaran kebencian. Penggunaan hiperbolis untuk blasphemy ataupun penistaan agama
Dalam bahasa kontemporer, notasi pengartian dari penistaan agama biasanya hiperbolis (dalam cara yang sangat tidak baik). Hal ini menyebabkan beberapa ahli bahasa tertarik pada pandangan seperti ini dari orang-orang, sehingga penistaan agama dan blasphemy'' menjadi istilah yang sering digunakan untuk tujuan ilustratif.[16] Penistaan Agama di IndonesiaSepanjang tahun 1965-2017, di Indonesia terdapat 97 kasus penistaan agama. Di antaranya, 76 perkara diselesaikan melalui jalur hukum (persidangan) dan sisanya di luar persidangan (non-yustisia).[17] Beberapa di antara kasus-kasus hukum penistaan agama yang mendapatkan sorotan media yang cukup intensif. Cerpen "Langit Makin Mendung" karya Ki Pandji KusminPertama kali diterbitkan pada tahun 1968, Langit Makin Mendung berkisah tentang Nabi Muhammad yang mempunyai keinginan untuk melakukan mikraj ke langit sekali lagi. Bersama-sama dengan Jibril yang sudah tua, Nabi Muhammad menghadap Tuhan. Tuhan pada saat itu sedang memakai kacamata hitam di depan meja marmer. Tuhan pun mengizinkan Nabi Muhammad dan Jibril melakukan mikraj lagi dengan burak yang dulu Nabi pakai. Dalam perjalanan menuju angkasa, burak tersebut bertabrakan dengan roket Rusia. Beberapa kali diterbitkan, Cerpen ini kemudian dihujat[18] karena penggambaran Allah, Muhammad, dan Jibril, sehingga dilarang terbit di Sumatera Utara dan kantor Sastra, majalah yang menerbitkan cerpen ini, di Jakarta diserang massa. Akhirnya H.B. Jassin, kepala editor Sastra, menyatakan permintaan maaf, dan Ki Panji Kusmin juga telah meminta maaf, menurut Sukarsono.[19] Jassin kemudian dijatuhi hukuman percobaan selama satu tahun. Sekte Pondok NabiPada bulan November 2003, sekitar 300 pengikut sekte Pondok Nabi[20] menunggu terjadinya sebuah kiamat di sebuah gudang di Baleendah, Bandung. Kebanyakan pengikutnya ini berasal dari Indonesia Timur seperti Ambon, Flores, Maluku, Manado, dan Papua. Mangapin Sibuea, pendeta sekligus pemimpin sekte tersebut, mengklaim mendapat wahyu dari Yesus Kristus pada tahun 1988, dan menyebarkan keyakinan bahwa kiamat akan terjadi pada tanggal 10 November 2003.[21] Kepolisian kemudian datang menggerebek sekte tersebut dengan menahan Sibuea beserta rasulnya yang ia angkat, dan mengevakuasi paksa para pengikutnya kembali ke rumahnya masing-masing. 6 April 2004, Sibuea divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung.[22] Kasus Survei Tabloid MonitorTabloid Monitor pernah memuat hasil jajak pendapat di edisi 15 Oktober 1990 dengan judul 50 Tokoh Yang Dikagumi Pembaca. Jajak tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan kartu pos ke redaksi. Dari 33.963 kartu pos yang dikirimkan, Soeharto menduduki peringkat pertama tokoh yang dikagumi sebanyak 5.003 kartu pos pembaca, sementara terdapat nama Nabi Muhammad di peringkat 11 yang hanya dikagumi 616 kartu pos pembaca.[23] Hasil jajak pendapat tersebut memicu kontroversi di kalangan Islam. Ormas-ormas berbasis-Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam dan Pemuda Muhammadiyah melancarkan protes terhadap tabloid tersebut. Beberapa tokoh Islam seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid merasal kesal terhadap Monitor. Ketua Majelis Ulama Indonesia saat itu, Hasan Basri, turut mengutuk Monitor, "Angket yang dimuat Monitor telah menjurus ke hal SARA. Keyakinan adalah hal yang sangat hakiki, tidak boleh dibuat suatu gurauan!"[23]. Arswendo Atmowiloto, pemimpin redaksinya, tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain meminta maaf dan menyerahkan diri ke pihak kepolisian. Arswendo divonis 5 tahun penjara dengan Pasal 156a KUHP walaupun ia bebas pada tahun 1993. Lia EdenPimpinan Komunitas Eden, Lia Aminuddin didakwa telah menistakan agama. Lia diancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Demikian diungkapkan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana Lia Aminuddin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia menanggapinya dengan menyatakan ia tidak melakukan pelanggaran sebagaiman yang ia lakukan. Kasus ini berawal dari laporan seorang warga yang menyebut bahwa Komunitas Eden berisi ajaran sesat. Lia bahkan mengaku sebagai Malaikat Jibril.[24][25] Kedua kalinya setelah bebas pada tahun 2008, Pengadilan Negeri kembali memvonis hukuman penjara 2 tahun 6 bulan kepada Lia. Dia dinilai terbukti melakukan penistaan dan penodaan agama. Vonis itu setelah polisi menyita ratusan brosur yang dinilai berisi penistaan agama.[26] Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)Gerakan Fajar Nusantara adalah sebuah aliran kepercayaan yang melakukan sinkretisme terhadap Islam, Kristen, dan Yahudi. Aliran ini didirikan oleh Ahmad Moshaddeq yang mengklaim dirinya adalah Mesias. Meskipun MUI menyatakan Gafatar merupakan aliran sesat dalam Fatwa Nomor 4 Tahun 2007, MUI masih terus melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap aliran ini, hingga akhirnya Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) membuktikan kesesatan Gafatar.[27] Sebelumnya, pada tahun 2008, Ahmad Moshaddeq terjerat hukum atas penistaan agama. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Moshaddeq empat tahun penjara.[28] Tajul Muluk alias Haji Ali MurthadoPada tahun 2012, Tajul Muluk dijerat dua pasal oleh Jaksa Penuntut Umum, Sucipto, di Pengadilan Negeri Sampang, Madura. Pertama, ia dijerat dengan pasal 335 KUHP, di mana Tajul dianggap melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan maupun perlakuan tidak menyenangkan. Kedua, Tajul dijerat dengan UU Nomor 1 tahun 1965 tentang pelecehan dan penodaan agama, dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun.[29] Tajul Muluk pernah ditetapkan sebagai tahanan keyakinan oleh Amnesty International. Referensi
Lihat pulaLebih lanjut
Pranala luar
|