Peniron, Pejagoan, Kebumen

Peniron
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKebumen
KecamatanPejagoan
Kode pos
54361
Kode Kemendagri33.05.13.2012 Edit nilai pada Wikidata
Luas951 Ha
Jumlah penduduk8.600 jiwa
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 7°35′15″S 109°39′7″E / 7.58750°S 109.65194°E / -7.58750; 109.65194


Peniron adalah desa di kecamatan Pejagoan, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.

Batas-batas Wilayah

  1. Utara: Kecamatan Karanggayam
  2. Timur: Kecamatan Karanggayam dan Kecamatan Karangsambung
  3. Selatan: Desa Kebagoran
  4. Barat: Desa Kebagoran, Desa Pengaringan dan Desa Watulawang

Pembagian Wilayah

  1. Dukuh Bak
  2. Dukuh Bulugantung
  3. Dukuh Curug
  4. Dukuh Jati
  5. Dukuh Jetis
  6. Dukuh Kalimacan
  7. Dukuh Kalipancur
  8. Dukuh Klapasawit
  9. Dukuh Klatak
  10. Dukuh Krajan
  11. Dukuh Panongan
  12. Dukuh Perkutukan
  13. Dukuh Pertapan
  14. Dukuh Rayung
  15. Dukuh Sibango
  16. Dukuh Silampeng
  17. Dukuh Tegong
  18. Dukuh Watucagak
  19. Dukuh Watupecah
  20. Dukuh Waturaja (Cinde)

Geografi

Wilayah Desa Peniron terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian wilayah antara 60-400 meter diatas permukaan air laut (Mdpl). Dibagian tengah berupa dataran rendah bergelombang dengan aliran Sungai Cungkup yang berhulu di Bukit Paduraksa. Dataran rendah tersebut hingga ke bantaran Sungai Luk Ulo yang merupakan sungai utama yang melintasi bagian timur Desa Peniron. Dataran tinggi berada di sebelah utara yang berupakan Perbukitan Brujul-Paduraksa dengan puncaknya yakni Bukit Brujul, Bukit Tugel dan Bukit Gandong. Sungai-sungai yang berhulu di dataran tinggi ini adalah Sungai Cungkup, Sungai Kalisuci, Sungai Kalikeji, Sungai Kalisana, Sungai Kalipoh, Sungai Kalipancur. Sedangkan disebelah selatan terdapat punggungan Perbukitan Pranji dengan sungai-sungai yang mngalir diantaranya Sungai Klantang, Sungai Sibango, dan Sungai Kembang.

Sejarah

Peniron pada masa lampau adalah sebuah belantara hutan lembah Sungai Luk Ula. Konon yang membuka hutan dan menjadikan daerah pemukiman adalah seorang ulama/ ksatria yang bernama Eyang Rohmanudin alias Mbah Kuwu. Sayangnya, sampai akhir hayatnya, Eyang Rohmanudin tidak mempunyai keturunan. Jasadnya dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Istana Gede yang terletak di dukuh Krajan, Peniron. Di kompleks pemakaman umum tersebut juga disemayamkan tokoh-tokoh pendahulu Peniron selain Eyang Rohmanudin, yaiyu Mbah Kalipancur, Mbah Udadiwangsa dan Mbah Samikarya.

Kisah berdirinya Peniron tak lepas dari sejarah berdirinya Kebumen atau disebut pula dengan Kebumian/Kabumian. Ki Bumi, seorang Senopati dari Mataram adalah pendiri desa di sekitar lembah sungai Luk Ula tersebut, selanjutnya nama desa itu dinamai sama dengan nama pembuka lahan, Ki-Bumi-an atau Ke-Bumi-an atau sekarang menjadi Kebumen. Seorang pengikutnya, yaitu Ki Badrayudha tinggal, di Peniron.

Disamping dia, sejarah Peniron juga mencatat pejuang-pejuang yang lain seperti Eyang Kuntiri, Eyang Ragil, Eyang Nayawedana sang penakluk jin dan membuka hutan menjadi daerah Kebokuning, serta Eyang Drapaita alias Mbah Kalipancur yang dengan menancapkan keris dan keluar air sehingga daerah Kalipancur terdapat mata air yang tak pernah kering. Pejuang Peniron lainnya adalah Eyang Canakrom dan Eyang Guna Wijaya atau Eyang Astaguna atau Mbah Watupecah, seorang empu yang selalu mandi menggunakan api.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh dalam sejarah Peniron, tetapi yang mengherankan beberapa sumber sejarah tidak mau bercerita secara detail bahkan menutup diri untuk membuka cerita tokoh-tokoh yang konon memang sengaja dirahasiakan. Dari sisi pemerintahan, Peniron pertama kali dipimpin oleh Ki Udadiwangsa, konon dia memimpin Peniron jauh sebelum tahun 1900an. Makam dia ada di Istana Gede. Selanjutnya, Peniron dipimpin oleh Ki Ranareja, yang di sebut-sebut sebagai Demang pertama. Salah satu tokoh nasional yang merupakan garis keturunan dari dia adalah Edi Nalapraya, seorang jenderal yang dulu pernah memimpin IPSI. Atas kepedulian Edi Nalapraya, komplek pemakaman trah Ranareja kini telah dibangun dengan bagus dan rapi.

Setelah Ki Ranareja, pemimpin ketiga Peniron adalah Eyang Tirtawijaya yang tinggal di Bulugantung. Rumah tinggalnya dulu kini ditempati oleh keluarga Bapak Suroso Titodwiatmojo yang merupakan keturunan ketiga. Eyang Tirtawijaya dimakamkan di pemakaman Bulugantung. Setelah Eyang Tirtawijaya, kepemimpinan Peniron diteruskan oleh putra dia yaitu Eyang Ketiwijaya/Kusen yang juga ayah dari Bapak Suroso. Makam Eyang Ketiwijaya ada di Bulugantung. Pemimpin kelima adalah Samikarya. Masa pemerintahannya adalah sesudah kemerdekaan Indonesia (1945). Pada masa itu, Peniron adalah daerah Gelondongan, yaitu sebuah desa koordinator bagi desa-desa sekitarnya, sehingga Kepala Desa waktu itu lebih dikenal sebagai Gelondong. Karena masa itu tidak ada batasan masa jabatan, dia baru berhenti menjadi Kepala Desa pada tahun 1984. Pemimpin Peniron yang keenam adalah H. Nursodik yang memimpin Peniron selama 16 tahun, dari tahun 1986 – 2002. Dia dimakam di Pemakaman Umum Karang Cengis.

Situs Kali Pancur

Kali Pancur adalah sebuah nama dukuh yang berada di desa Peniron, kecamatan Pejagoan kabupaten Kebumen. Daerah ini dinamakan Kali Pancur karena adanya aliran mata air alami melalui jalur batuan hasil singkapan dalam bumi. Aliran air ini membentuk sungai kecil yang khas dalam kategori air terjun. Singkapan batuan di Kali Pancur ada yang miring, adapula yang vertikal, sehingga apabila hujan turun, aliran air menjadi air terjun, sedangkan pada hari–hari biasa menjadi aliran mata air yang sangat jernih dan dimanfaatkan warga sebagai sumber air.

Legenda Kayu Wungu Kali Pancur

Di dukuh Kali Pancur terdapat sebuah pohon Wungu yang mempunyai legenda awal sebagai sebuah tongkat kayu yang ditancapkan. Dahulu kala ada seorang sesepuh di daerah tersebut (yang kemudian dikenal sebagai mbah Kali Pancur) yang sedang menyelenggarakan hajatan. Undangan dibagi menjadi dua, yakni bangsa manusia dan bangsa mahluk halus dari gunung Slamet. Lokasi penyelenggaraan hajatan tersebut pun dibagi menjadi dua dengan dibatasi garis. Pada saat hajatan berlangsung, sang penyelenggara hajatan kekurangan air. Ia kemudian minta bantuan kepada para tamu mahluk halus dari Gunung Slamet untuk mencarikan air. Karena air tidak kunjung, akhirnya Mbah Kali Pancur berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa seraya menancapkan tongkatnya yang terbuat dari kayu Kungu ke tanah. Seketika datanglah air mengalir dari atas melalui sela – sela batuan menuju ke bawah melewati sisi tongkat yang tertancap hingga ke tempat diselenggarakannya hajatan tersebut. air itu segara digunakan untuk keperluan hajatan. Tongkat kayu yang tertancap itu kemudian tumbuh menjadi pohon Wungu, sedangkan garis pembatas tempat antara tamu manusia dan tamu mahluk halus gunung Slamet, kini menjadi pembatas antara pemukiman warga dan bukit (hutan) yang dihuni berbagai macam mahluk halus. Hingga saat ini di dukuh Kali Pancur hanya dihuni oleh sekitar 13 keluarga saja.

Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Situs Spiritual Kali Pancur, Peniron - Pejagoan Khasiat Banyu Penguripan (Air Penghidupan) Kali Pancur

Sejak dahulu kala air Kali Pancur yang sangat jernih dan bersih dikenal memiliki khasiat sebagai obat untuk penyembuhan berbagai macam penyakit. Selain itu, air yang lebih dikenal sebagai Banyu Penguripan Kali Pancur (air kehidupan Kali Pancur) itu dikenal memiliki daya spiritual yang tinggi sehingga sangat baik untuk membersihkan diri (mandi) para pelaku spiritual sebelum mereka melakukan tirakat atau menjalani ritual. Kali pancur pun dikenal hingga ke berbagai daerah di luar Kebumen, terutama oleh para pelaku spiritual dan masyarakat pecinta pengobatan alternatif spiritual alami. Lokasinya yang masih alami di perbukitan sebelah barat sungai Luk Ula serta daya mistisnya energi tanah di Kali Pancur semakin menambah daya tarik tersendiri.

Kali Pancur sendiri merupakan daerah kuno. Hal ini bisa ditandai dengan adanya makam Mbah Kuwu. Kuwu adalah sebutan bagi kepala kampung pada era kerajaan Kuno Jawa. Dari nama ini maka dapat disimpulkan bahwa pada masa lalu di wilayah Kali Pancur telah ada sebuah pemerintahan tradisional dengan kepemimpinan seorang Kuwu. Meskipun sejarah kuno daerah Kali Pancur telah hilang dan sangat besar kemungkinan telah tertumpuk oleh sejarah baru yang sengaja diciptakan oleh yang berkepentingan pada masa itu, Kali Pancur tetap memancakan daya spiritual dan magis yang tidak bisa ditutupi, terlebih daerah ini merupakan rangkaian alur dari situs singkapan Subduksi lempeng bumi purba, gunung api raksasa purba Karangsambung yang pada awalnya merupakan dasar samudera dalam dan sungai purba bawah laut Luk Ula yang mencuat menjadi daratan pada masa pra tersier. Sebuah daratan yang terbentuk dari dasar samudera ketika bumi masih remaja.

Kembali kehalaman sebelumnya