Penembakan Majelis Ulama Indonesia
Pada tanggal 2 Mei 2023, sekitar pukul 11.00 WIB (UTC+7), terjadi penembakan di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta Pusat, Jakarta, Indonesia. Seorang penyerang laki-laki menyerang markas Majelis Ulama Indonesia dengan airsoft gun yang dimodifikasi,[1][2][3] tetapi kemudian informasi berubah bahwa senjata yang digunakan penyerang adalah senapan angin.[4] Penyerang dilaporkan tewas, sementara dua pegawai MUI terluka.[5] PenembakanPenyerangan tersebut melibatkan penyerang laki-laki tunggal yang berusaha menemui Kyai Haji Miftachul Achyar, salah satu pimpinan MUI. Dia mendekati area resepsionis dan meminta untuk bertemu dengan Achyar. Tiba-tiba, penyerang menarik airsoft gun yang dimodifikasi dan mengacungkan beberapa tembakan. Tembakan mengenai pintu kaca.[6] Belakangan terungkap bahwa tiga tembakan diacungkan secara acak oleh penyerang.[7] Saat panik, seorang karyawan terkena peluru yang memantul, dan seorang lainnya terluka akibat terkena pecahan kaca saat melarikan diri.[3] Pada saat penyerangan, pimpinan MUI mengadakan rapat khusus.[8] Setelah mengacungkan tembakan, pelaku berusaha melarikan diri dari TKP, namun dikejar oleh pengawal dan pegawai MUI. Tiba-tiba, penyerang pingsan dan membuatnya mudah dibekuk oleh para penjaga. Pelaku kemudian dibawa ke Polsek Menteng, kemudian dipindahkan ke Puskesmas Menteng. Polisi mengumumkan bahwa penyerang meninggal di sana.[6] Polisi menekankan bahwa penyerang meninggal di Pusat Kesehatan, dan mereka tidak ada hubungannya dengan atau menyebabkan kematian penyerang.[9][10] PelakuIdentifikasi kemudian mengidentifikasi pelaku bernama Mustofa, 60 tahun warga Desa Sukajaya, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Dia telah mengklaim kenabian.[11] Polisi kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa pelaku telah divonis pada tahun 2016 karena melakukan perusakan kantor DPRD Lampung dan telah menjalani hukumannya.[12][13][14] Polisi mengungkapkan bahwa selama periode ini, dia sering mengklaim bahwa dia adalah "wakil Muhammad".[15] Keluarga penyerang telah mengakui identitas penyerang.[16] Kepala Desa Sukajaya, Tarmizi, mengakui penyerang adalah salah satu warganya. Tarmizi mengatakan, penyerang adalah seorang petani coklat bersama istrinya. Tarmizi juga mengatakan bahwa penyerang tidak bergabung dengan kelompok agama manapun sepanjang pengetahuannya.[17] Anwar Abbas, Wakil Sekjen MUI, mengungkapkan, penyerang sebelumnya telah berusaha menemui Achyar dan mencoba membicarakan ajarannya kepadanya.[18][19] Dia mengungkapkan, penyerang juga mengirimkan beberapa surat yang menghasut dan mengancam kepada MUI.[20] Cholil Nafis, salah satu pimpinan MUI juga mengungkapkan bahwa dalam dua surat terakhir, penyerang mengungkapkan kekesalannya akibat pengabaian orang terhadap ajarannya dan kemudian mengancam akan menyerang MUI dengan senjata dan pisau.[21] MUI kemudian mengungkapkan bahwa penyerang telah mengirim surat ke MUI sebanyak enam kali.[22] Namun, keenam surat tersebut diabaikan karena isinya campur aduk, tidak koheren, tidak jelas, dan tidak fokus.[23] Dalam penyerangan tersebut, pengurus MUI lainnya, Ikhsan Abdullah, menyaksikan penyerang tersebut mengklaim dirinya sebagai Tuhan sendiri.[24] InvestigasiPolisi menemukan beberapa surat yang ditulis pelaku di dalam tasnya. Polisi menyita surat-surat dan barang-barangnya untuk penyelidikan.[25] Salah satu suratnya meminta MUI mengakui kenabiannya dan pelaku mengaku sebagai nabi yang diutus Allah untuk mempersatukan umat Islam Indonesia. Pelaku meyakini dan mengklaim bahwa dengan menerimanya sebagai nabi, MUI telah melakukan kebaikan yang lebih besar.[26] Surat lain yang ditemukan mengarahkan kekesalannya kepada Kapolda Metro Jaya karena tidak membantunya menemui pejabat MUI untuk memenuhi apa yang disebut misi kenabiannya dan meminta Kapolres untuk menangkap atau mengeksekusinya karena penyerang menganggap dirinya "tidak berguna" karena tidak memenuhi misinya.[27] Sebuah buku rekening bank atas nama penyerang juga ditemukan.[28] Polisi juga menyelidiki kemungkinan hubungan penyerang dengan organisasi teroris.[29] Investigasi cepat kemudian mengungkapkan bahwa tidak ada kaitan dengan organisasi teroris yang terdeteksi.[30] Penyelidikan mengungkapkan bahwa motifnya semata-mata karena dia ingin pengakuan MUI sebagai posisinya sebagai "wakil nabi" dan "wakil Allah" berdasarkan interpretasi miring penyerang terhadap hadits tentang kiamat dan keselamatan akhirat. Polisi juga menemukan beberapa dokumen perencanaan yang dibuat oleh penyerang bertanggal 2018 bahwa dia ingin menyerang MUI dan beberapa pejabat pemerintah lainnya jika tuntutannya tidak dipenuhi.[31] ReaksiPemerintahMa'ruf Amin, Wakil Presiden Indonesia, memerintahkan penyelidikan atas insiden tersebut.[32] Belakangan, ia mengeluarkan pernyataan kepada publik dan umat Islam Indonesia untuk tidak terprovokasi oleh serangan itu.[33] Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama, mengutuk insiden tersebut dan meminta penegak hukum untuk mempercepat penyelidikan guna mengungkap motif penyerang.[34] Dewan Perwakilan Daerah mengeluarkan pernyataan kecaman dan menekankan serangan itu sebagai "serangan terhadap ulama".[35] Pernyataan kecaman serupa juga dikeluarkan DPR.[36] Organisasi keagamaanDua ormas Islam besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan kecaman secara terpisah.[37][38] Organisasi Islam lainnya, PERSIS, juga mengecam serangan tersebut.[39] Kecaman juga dikeluarkan oleh kelompok agama lain. Pemuda Katolik juga mengecam serangan itu.[40] OposisiPartai Keadilan Sejahtera, meski mengutuk penyerangan tersebut, partai tersebut menuding penyerangan tersebut sebagai "pengalihan" untuk mengalihkan perhatian publik, khususnya umat Islam Indonesia, atas pemilihan umum Indonesia 2024.[41] Din Syamsuddin dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia juga mengklaim bahwa penyerang telah terinfeksi oleh Islamofobia dan mengklaim bahwa serangan semacam itu telah dilakukan terhadap MUI selama pemilihan umum Indonesia 2019.[42] Namun, pada 2019, tidak ada serangan semacam itu. Referensi
|