Pendakian gunungPendakian gunung atau alpinisme[1] adalah serangkaian kegiatan luar ruangan yang melibatkan mendaki gunung, yang mencakup mendaki, ski, dan lintas via ferrata yang telah menjadi olahraga tersendiri.[2][3][4][5] Bermula sebagai usaha dalam mencapai puncak gunung, kegiatan ini berkembang lebih khusus menjadi setidaknya 3 aspek: keahlian cadas, salju, dan ski. Semuanya memerlukan keterampilan teknik dan atletik, dan pengalaman juga penting. Tidak seperti kebanyakan olahraga, pendakian gunung tidak memiliki aturan, regulasi, dan tata kelola formal yang diterapkan secara luas. Pendaki gunung menganut berbagai macam teknik dan filosofi saat mendaki gunung.[6][7] Banyak klub alpine lokal mendukung pendaki gunung dengan menyelenggarakan sumber daya dan kegiatan sosial. Sebuah federasi klub alpine, Federasi Panjat Tebing dan Pendakian Gunung (UIAA) adalah organisasi dunia yang diakui oleh Komite Olimpiade Internasional untuk pendakian gunung dan panjat tebing.[8] Konsekuensi pendakian gunung terhadap lingkungan alam dapat dilihat dari komponen individu lingkungan (relief lahan, tanah, vegetasi, fauna, dan bentang alam) dan lokasi/zona kegiatan pendakian gunung (zona hiking, trekking, atau pendakian).[9] Pendakian gunung memiliki dampak pada masyarakat di tingkat ekonomi, politik, sosial dan budaya, yang seringkali menyebabkan perubahan pandangan dunia masyarakat yang dipengaruhi oleh globalisasi, khususnya budaya dan gaya hidup asing.[10] Gaya pendakian gunungAda dua gaya atau teknik utama dalam pendakian gunung: gaya ekspedisi dan gaya Alpen. Gaya ekspedisiDengan gaya ekspedisi, pendaki akan membawa perlengkapan dan perbekalan dalam jumlah besar untuk naik dan turun gunung. Pendakian gaya ekspedisi lebih disukai jika puncaknya sangat tinggi atau jauh dari peradaban. Pendaki yang menggunakan gaya ini biasanya (walau tidak selalu) tergabung dalam suatu tim besar yang menyertakan staf pendukung (seperti porter dan pemandu). Untuk menempuh jarak yang jauh dengan peralatan yang sangat banyak, kereta luncur dan hewan untuk mengangkut barang biasanya digunakan. Pendaki akan mendirikan beberapa kemah sepanjang pendakian, dan akan mengangkut perlengkapan mereka ke atas gunung beberapa kali, lalu kembali ke kemah yang lebih rendah setelah setiap pengangkutan sampai semua perlengkapan berada di kemah yang lebih tinggi. Proses ini terus diulang sampai mereka mencapai puncak. Teknik ini juga berguna untuk aklimatisasi.[11] Meskipun gaya ekspedisi adalah gaya asli dalam pendakian gunung, gaya ini mulai jarang digunakan karena semakin banyak gunung yang dapat diakses oleh masyarakat umum lewat perjalanan udara dan jalan raya yang menembus daerah pegunungan. Gaya ini masih umum di daerah pegunungan seperti Pegunungan Alaska dan Himalaya.
Gaya AlpenGaya Alpen atau gaya Alpine adalah jenis pendakian gunung yang paling umum saat ini. Gaya ini melibatkan pendakian gunung yang terus maju tanpa mundur. Gaya ini paling cocok untuk daerah pegunungan berukuran sedang yang dekat dengan peradaban dengan ketinggian 2.000–5.000 m seperti Pegunungan Alpen atau Pegunungan Rocky. Pendakian gaya Alpen telah dilakukan sepanjang sejarah di puncak ketinggian ekstrem (di atas 5.000 m), meskipun juga dilakukan dengan gaya ekpedisi dalam volume yang lebih rendah. Pendaki umumnya membawa beban mereka di antara kamp tanpa mundur, dalam satu dorongan untuk mencapai puncak. Jika puncak dapat dicapai dari kamp bawah atau titik awal pendakian dalam satu hari, maka pendakian gaya Alpen tidak akan berpindah kamp sama sekali, dan hanya membawa sedikit muatan (makanan dan peralatan yang diperlukan) ke puncak. "Ringan dan cepat" adalah prinsip pendaki bergaya Alpen.[11]
Lihat pulaReferensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Mountaineering. |