Pencabutan keanggotaan Uni Eropa
Pencabutan keanggotaan Uni Eropa (Inggris: Withdrawal from the European Union) merupakan tindakan yang dapat dilakukan kepada seluruh negara anggota yang tergabung dalam Uni Eropa. Hal ini tercantum dalam pasal 50 Perjanjian Lisbon yang dibuat di Portugal tahun 2007 dan mulai berlaku tanggal 1 Desember 2009.[1] Disebutkan pada pasal 50:
Sejauh ini, ada 3 negara tidak berdaulat yang telah keluar dari Uni Eropa, yakni Aljazair (1962, sebelumnya merupakan bagian dari Prancis,[2] Greenland (1985)[3] dan Saint Barthélemy (2012).[4] Britania Raya sebagai negara berdaulat pertama yang menyatakan keinginannya untuk keluar dari Uni Eropa setelah dilakukannya voting pada tahun 2016 lalu menujukkan bahwa mayoritas penduduk warga Britania Raya (51,9%) ingin keluar dari Uni Eropa.[5] Latar belakangUni Eropa adalah kemitraan ekonomi dan politik dengan anggota 28 negara di kawasan benua Eropa. Terbentuknya Uni Eropa setelah Perang Dunia II dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi, dengan harapan negara-negara yang menjadi mitra dagang akan menghindari perang satu sama lain.[6] Namun, dalam pembentukan awal Uni Eropa, tidak ada sebuah peraturan dalam Perjanjian Uni Eropa yang mengatur tentang proses keluarnya suatu negara dari keanggotaan Uni Eropa dan bisa atau tidak bisa keluar dari organisasi tersebut. Maka, terbentuklah sebuah ide untuk membuat peraturan yang memungkinkan anggota-anggota Uni Eropa untuk keluar dari keanggotaannya. Peraturan penting tersebut tercantum dalam pasal 50 Undang-Undang Perjanjian Uni Eropa, dimana Undang-Undang ini memungkinkan negara anggotanya untuk mengundurkan diri atau keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Ide ini pada awalnya disusun oleh seorang mantan diplomat Skotlandia yakni John Olav Kerr atau lebih dikenal dengan Lord Kerr dari Kinlochard, yang saat itu beliau menjabat sebagai sekretaris jenderal Konvensi Eropa. Dia menyusun perjanjian konstitusi Uni Eropa.[7] Sebagai sekretaris jenderal Konvensi Eropa, Lord Kerr memainkan peran dan sebagai kunci utama dalam menyusun perjanjian konstitusional untuk Uni Eropa termasuk undang-undang tentang proses dimana negara anggota Uni Eropa dapat meninggalkan atau memisahkan diri dari blok tersebut.[8] Secara hukum ada dua interpretasi tentang apakah suatu negara dapat dicabut keanggotaannya dari Uni Eropa. Yang pertama, bahwa negara berdaulat memiliki hak untuk menarik diri dari keanggotaan,[9] dan yang kedua yakni sebuah perjanjian periode yang tidak terbatas tanpa ketentuan khusus, dimana anggota Uni Eropa dapat menarik diri sebagai anggota. Hal tersebut terjadi karena adanya penarikan diri secara sepihak atau dua pihak dalam sebuah negara dimana ada pihak yang ingin memisahkan diri dan ada pihak yang masih ingin negara tersebut tetap sebagai anggota Uni Eropa. Prosedur pencabutan keanggotaan Uni EropaWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Memberlakukan Pasal 50 Perjanjian LisbonApa yang telah diprakarsai oleh John Olav Kerr pada akhirnya digunakan oleh negara anggota Uni Eropa dalam menyatakan keinginannya untuk menarik diri dari Uni Eropa. Pasal 50 tepatnya dianggap bermanfaat oleh negara yang ingin keluar dari Uni Eropa sebagai legalisasi dalam menyatakan sikap pencabutan keanggotaan Uni Eropa. Pasal 50 dari Perjanjian Uni Eropa, yang disahkan dalam Perjanjian Lisbon pada tanggal 1 Desember 2009, dapat dipakai sebagai legalisasi untuk keluar dari Uni Eropa.[10] Dalam proses keluarnya Britania Raya, pasal 50 ini telah dipakai sebagai legaliasi proses dalam menyatakan sikap untuk keluar dari Uni Eropa. Dalam keputusannya, Pasal 50 Perjanjian Lisbon ini menyatakan bahwa:[11] 1. Anggota yang memutuskan untuk keluar, harus mengikut aturan konstitusional yang berlaku dan telah disepakati sebelumnya. Proses pencabutan keanggotaan Uni EropaProses keluarnya Britania Raya sejak referendum bulan Maret 2016, menjadi sebuah diskusi panjang bagi Uni Eropa. Dengan keputusan keluar dari Uni Eropa, maka proses panjang akan dilalui untuk mendapatkan status sah keluar dari Uni Eropa Hasil ReferendumKeputusan untuk menarik diri dari keanggotaan Uni Eropa diambil oleh negara anggota tersebut. Referendum akan diadakan untuk mengambil keputusan terbanyak atas status tersebut. Setelah keputusan nasional telah diambil, maka negara anggota yang bersangkutan wajib untuk memberi tahu kepada Dewan Eropa akan keinginannya untuk keluar dari Uni Eropa, apabila hasil mayoritas referendum menyatakan keluar dari Uni Eropa[12] Dengan demikian, negara anggota yang telah menyatakan kepada Dewan Eropa tentang niatnya untuk keluar dari keanggotaan, maka sebuah perjanjian akan dirundingkan, yakni tentang penetapan berbagai peraturan yang mencerminkan dan menguraikan hubungan jangka panjang antara negara tersebut dengan Uni Eropa.[12] Pada momen ini, proses pencabutan keanggotan dari Uni Eropa dimulai. NegosiasiSelanjutnya akan masuk dalam proses negosiasi. Ini merupakan bagian dari diskusi kerjasama yang akan dijalin antara Uni Eropa dengan negara tersebut. Kesepakatan untuk keluar akan dinegosiasikan atas nama Uni Eropa oleh Komisi Eropa atas dasar mandat yang diberikan oleh Negara Anggota yang tersisa kepada Dewan Uni Eropa. Negara yang akan keluar dan Uni Eropa akan sepakati masa transisi sesuai kesepakatan. Dalam hal ini, keduabelah pihak dapat menegosiasikan kesepakatan perdagangan, terhitung sejak dimulai adanya kesepakatan keluar dari Uni Eropa.[n 1][13] Transisi akan dimulai dan akan berlangsung selama 2 tahun. Selama periode tersebut, negara yang akan keluar tak akan lagi berpartisipasi dalam proses penentuan keputusan di Eropa.[13] Kedua belah pihak menginginkan kesepakatan transisi ini bisa ditandatangani oleh para pemimpin Uni Eropa pada pertemuan puncak di Brussels.[13] Periode transisi tersebut memiliki dua tujuan, yakni memberi waktu kepada pengusaha dan warga negara untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah keluar, serta memberi negara yang akan keluar dan Uni Eropa lebih banyak waktu untuk menyetujui sebuah kesepakatan perdagangan.[13] Kemudiam, syarat-syarat ini akan disetujui Uni Eropa oleh Dewan Uni Eropa, yang dilakukan melalui voting di Dewan Uni Eropa, setelah diambil persetujuan dari Parlemen Eropa. Untuk kesepakatan ini akan disahkan Dewan Uni Eropa, karena persetujuan ini disetuju oleh Dewan. Draf perjanjian akan diajukan kepada semua pemimpin negara anggota Uni Eropa, dan perjanjian tersebut membutuhkan persetujuan setidaknya 65% anggota Uni Eropa.[n 2][12] Status anggota Uni Eropa dicabutSetelah semua proses disepakati, maka negara yang mengajukan diri untuk keluar dari Uni Eropa dinyatakan sah keluar sebagai anggota Uni Eropa. Namun bila pada kesepakatan selama dua tahun tidak menemukan kesepakatan antara kedua belah pihak, maka negara yang akan keluar dapat mengajukan penambahan waktu masa perundingan.[11] Situasi kegagalan negosiasi terjadi dimana tidak ditemukannya kesepakatan "sesuai dengan persyaratan konstitusional antara kedua belah pihak" yakni negara pemohon dengan Uni Eropa. Kegagalan negosiasi ini tidak tergantung pada kesepakatan yang sudah dibuat (terjadi setelah dua tahun).[11] Jika negosiasi tidak menghasilkan perjanjian yang diratifikasi, negara tersebut tidak dapat keluar karena tidak ada kesepakatan. Perjanjian Uni Eropa akan berhenti berlaku untuk negara tersebut, tanpa aturan atau transisional.[11] Mengenai perdagangan, kedua belah pihak akan tetap memberlakukan sistem Organisasi Perdagangan Dunia.[n 3] Dampak pencabutan keanggotaanKependudukanDampak utama yang paling berpengaruh akibat pencabutan keanggotaan Uni Eropa adalah warganya akan kehilangan statusnya sebagai warga Uni Eropa. Dengan demikian, hal ini akan sedikit mempersulit akses apabila ingin pergi ke negara-negara anggota UE dan sebaliknya warga Uni Eropa akan kehilangan hak yang sama ke negara tersebut.[14][15] Hal ini juga akan menjadi masalah bagi warga yang memiliki KTP ganda. Warga yang memiliki KTP ganda, maka dia harus kembali mengurus status kependudukannya sesuai peraturan baru dari negara yang telah keluar dari Uni Eropa.[16] PerekonomianKeputusan keluar dari Uni Eropa menandakan negara tersebut memiliki keterbatasan dalam memainkan peran ke semua sistem yang ada di UE termasuk dalam hal perekonomian.[17] Rachel Reeves, seorang anggota parlemen Buruh Inggris, mengatakan bahwa "keberhasilan industri sangat bergantung pada partisipasi di Pasar Tunggal dan Uni Bea Cukai. Maka, menteri harus mencari "peraturan lanjutan, standar, dan penyelarasan perdagangan dengan UE".[17] Laporan anggota parlemen Inggris menemukan bahwa sebagian besar yang memiliki kepentingan industri mendukung Inggris melanjutkan keanggotaannya dengan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA), yang mengatur sektor ekonomi, setelah Brexit.[17] Industri makanan dan minuman bernilai £ 28,8 miliar untuk ekonomi Inggris, mempekerjakan ratusan ribu orang di seluruh negeri.[17] Sementara itu, 24% dari tenaga kerja di bidang makanan dan minuman terdiri dari para migran dari Area Ekonomi Eropa (EEA) (tahun 2016), menurut Komite Penasihat Migrasi Inggris.[17] Sebagian besar industri makanan dan minuman Inggris ingin tetap pada peraturan Uni Eropa, sebab neraca perekonimian setelah keluar dari Uni Eropa harus diselaraskan dengan Uni Eropa, agar tidak berdampak buruk pada perekonian negara tersebut.[17] Pengaruh keluar dari Uni Eropa diindikasikan memengaruhi laju perekonomian negara tersebut ke arah yang lebih buruk. Negara yang keluar dari Uni EropaNegara tidak berdaulatAljazair (1962)Kelompok Muslim dan kelompok Aljazair Eropa telah mengambil bagian dalam Perang Dunia I, berperang untuk Prancis. Penduduk Muslim Aljazair melayani sebagai Tirailleur[n 4](semacam resimen, yang tercipta sekitar tahun 1842[18]). Aljazair telah bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa/MEE sebagai bagian dari Prancis karena secara hukum Aljazair bukan koloni Prancis, melainkan salah satu bagian dari departemen luar negeri Prancis. Setelah Perang Aljazair berakhir. kemerdekaan dideklarasikan pada tahun 1962. De Gaulle menggelar referendum Aljazair pertama kali pada 8 Januari 1961, dimana 75% dari pemilih (termasuk pemilih Prancis dan Aljazair) disetujui dan pemerintahan de Gaulle mulai melakukan negosiasi damai dengan FLN. Dalam departemen Aljazair, 69.51% pemilih mendukung adanya self-determination (menentukan nasib sendiri).[19] Pembicaraan damai dimulai pada Maret 1961, dan Aljazair berpisah dari Prancis dan Uni Eropa dan menjadi negara sendiri tahun 1962. Aljazair sendiri berada di benua Afrika. Greenland (1985)Greenland, merupakan salah satu kawasan Denmark di luar negeri, menjadi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa/MEE pada tahun 1973 ketika Denmark pada saat itu memutuskan untuk bergabung, akhirnya Greenland ikut bergabung. Karena tidak ada peraturan Undang-Undang di Greenland yang mewajibkannya ikut bergabung dengan Komunitas Eropa, maka pemerintahan otonomi untuk Greenland mulai melakukan langkah pertama dengan membuat Peraturan sendiri perihal penarikan diri dari Komunitas Eropa.[20] Hal ini dilakukan karena Greenland ingin sepenuhnya menguasai seluruh wilayah itu (khususnya wilayah perikanan Greenland) dan juga meminimalkan pengaruh-pengaruh lain dari luar Greenland.[20] Greenland mengadakan referendum atau disebut Greenlandic European Economic Community Referendum) pada tahun 1982 dan hasilnya mayoritas penduduk Greendland memilih untuk meninggalkan Komunitas Eropa.[21] Dalam hasil referendum tersebut, 52% suara memilih untuk keluar dan 48% memilih tetap.[22]Namun Greenland harus tetap tunduk pada Perjanjian Uni Eropa.[20] Periode antara tahun 1982 dan tahun 1984, persyaratan penarikan diri dinegosiasikan dilaksanakan dan pada 1 Februari 1985 Greenland secara resmi menarik diri dari Komunitas Eropa.[20] Sebuah Perjanjian tentang pencabutan Greenland dari komunitas tercantum dalam "Perjanjian Greenland" -isinya menyatakan bahwa Greenland sebagai "kasus khusus". "Kasus khusus" ini artinya ada perjanjian perikanan di mana Uni Eropa mendapat hak untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah Greenland dan Greenland akan mendapat kontribusi keuangan atas hasil penangkapan ikan-ikan tersebut.[20] Saint Barthélemy (2012)Pada tahun 2003, penduduk Saint Martin dan Saint Barthélemy memilih keluar dari Guadeloupe untuk menjadi wilayah seberang laut yang terpisah.[23] Tanggal 7 Februari 2007, Parlemen Prancis mengeluarkan undang-undang yang memberikan status itu pada Saint Barthélemy dan Saint Martin. Status baru itu baru berlaku pada 22 Februari 2007 dan saat itu pemberlakuan hukum tersebut diterbitkan pada Journal Officiel.[24] Kemudian, wakil pemerintahan terpilih dari pulau Saint-Barthélemy menyatakan keinginan untuk "memperoleh status khusu dari Uni Eropa yakni supaya adanya status hukum domestik sendiri (terutama mengingat wilayah itu sangat terpencil dan terisolasi dari daratan Prancis), supaya tercipta sebuah pusat perekonomian di Saint Barthelemy.[24] Sektor ekonomi yang sebagian besar dikhususkan untuk pariwisata juga dinilai mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan dana dan hal-hal yang berkenaan beberapa standar Uni Eropa menjadi salah satu alasan mereka untuk memiliki status baru tersebut dari Uni Eropa.[24] Prancis menanggapi keinginan ini, kemudian mengajukan permohonan kepada Dewan Uni Eropa untuk mengubah status Saint Barthélemy menjadi negara dan menjadi wilayah luar negeri, negara atau teritori seberang laut (OCT) Uni Eropa. Setelah hasil diskusi dalam pertemuan Komisi Eropa, dalam draf hasil keputusan Komisi Eropa, ada 3 point yang disampakian tentang status baru Saint Barthemely:[25]
Negara berdaulatBritania Raya (2016)Britania Raya merupakan negara berdaulat pertama yang mengajukan diri untuk memisahkan diri dari Uni Eropa. Berdasarkan hasil vote seluruh wilayah Britania Raya menunjukkan bahwa negara yang dipimpin oleh Ratu Elisabeth sah untuk memisahkan diri dari Uni Eropa. Berdasarkan hasil voting yang dilakukan pada 23 maret 2016 tersebut, 51,89% suara pemilih memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa sedangkan 48,11% suara pemilih memilih untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa.[n 5][26] Brexit adalah istilah populer atas keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris Theresa May telah resmi memulai proses bagi Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret 2017.[27] Langkah itu menempatkan Pasal 50 dari Perjanjian Lisbon sebagai dasar untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa.[27] Donald Tusk selaku Presiden Dewan Uni Eropa mendapat pemberitahuan resmi Perdana Menteri Inggris Theresa melalui surat resmi di Brussel. Dengan demikian, Tusk akan memberi tahu kepada anggota Uni Eropa tentang keputusan tersebut dan Inggris akan memulai masa transisi dua tahun untuk melakukan negosiasi antara kedua pihak sebelum keluar dari keanggotaan. Pembicaraan tentang keamanan, bisnis, pertahanan, kesehatan, lingkungan dan isu-isu lainnya diharapkan menjadi isu utama untuk disepakati bersama. Lihat PulaCatatan Kaki
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Brexit. Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
|