Pemikiran magis


Pemikiran magis adalah salah satu jenis dari kesalahan logika.[1] Pemikiran magis adalah kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki individu yang berupa kepercayaan yang menghubungkan suatu sebab akibat maupun korelasi yang terjadi antara dua peristiwa yang tidak berdasarkan logika maupun bukti dan berdasarkan pada kepercayaan terhadap mitos atau takhayul. Ada banyak bidang yang membahas mengenai pemikiran magis, mulai dari ilmu Psikologi hingga ilmu Sejarah.Pemikiran magis dianggap tidak relevan karena memberikan terlalu banyak bias dan kesesatan berpikir di dalamnya.[2]

Individu yang mempercayai pemikiran magis percaya bahwa semua hal yang di sekitarnya diakibatkan oleh suatu unsur yang tidak kasat mata. Pemikiran magis kerap membuat individu yang mempercayainya memiliki ketakutan bahkan kepercayaan diri yang berlebihan akan hal gaib. Biasanya, mereka yang memiliki kepercayaan diri merasa lebih superior dari yang tidak percaya akan pemikiran magis. Ia merasa semua sebab akibat yang terjadi disekitarnya adalah akibat dari kepercayaannya terhadap sesuatu yang tidak terlihat. Sementara, yang memiliki ketakutan berlebihan akan hal ini percaya bahwa sesuatu yang tidak terlihat itu tadi dapat membawa marabahaya bagi dirinya apabila ia melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu.[3]

Contoh

Beberapa contoh dari pemikiran magis, antara lain:

  • Mempercayai bahwa semua benda bisa menjadi sakral.
  • Mempercayai bahwa semua hal bisa jadi terkutuk.
  • Mempercayai bahwa pemikiran dapat mengakibatkan banyak kejadian.
  • Mempercayai bahwa ritual tertentu bisa membawa keberuntungan.
  • Mempercayai nama atau merk tertentu membawa arti tersendiri.
  • Mempercayai bahwa hukum karma terjadi secara instan.
  • Mempercayai bahwa dunia ini hidup secara harfiah.[4]

Pemikiran magis dari berbagai keilmuan

Pemikiran magis memiliki kaitan erat dengan bidang Psikologis dan Psikiatri.

Dalam bidang Psikologi, pemikiran magis merupakan kepercayaan bahwa pemikiran seseorang dapat membawa dampak bagi dunia atau dapat melakukan sesuatu hanya melalui pikiran. kepercayaan itu menyebabkan seseorang merasakan ketakutan irasional terhadap beberapa perlakuan atau memiliki pemikiran tertentu karena menganggap memiliki korelasi antara perilaku dan malapetaka yang mengancam didepannya.[5]

Dalam bidang psikiatri, pemikiran magis adalah gangguan pemikiran, yang menyebabkan individu percaya bahwa pemikiran, tindakan, atau kalimat yang diucapkan individu lainnya akan menyebabkan atau mencegah akibat dari suatu perbuatan dengan cara yang tidak jauh dari hukum kausalitas yang dipahami masyarakat umum.[6]

Sementara, dalam bidang Antropologi Dalam Bidang Antropologi, pemikiran magis kerap dikaitkan dengan perbedaan budaya. dalam beberapa pandangan, individu yang menerima pengetahuan mengenai logika dapat membedakan mistisme dan kebudayaan, sementara yang lain tidak.[7]

Dalam bidang Sejarah, pemikiran magis sangat sering disangkutpautkan terhadap suatu peristiwa sejarah tertentu. banyak individu yang mengaku dapat berbicara dengan roh penunggu suatu bangunan sejarah yang menyebabkan kesesatan berpikir terhadap suatu peristiwa seharah. Padahal, dalam bidang sejarah memiliki metodologi tersendiri dan mengandalkan logika, alih-alih mempercayai pemikiran magis ataupun mitos yang terjadi disekitar peristiwa sejarah. Masih banyak orang yang tidak bisa membedakan Mitos dan Sejarah dalam keseharian kita.[8]

Penyebab individu memiliki pemikiran magis, antara lain dikarenakan adanya gangguan kecemasan dan tendensi untuk mengatur orang yang merupakan hasil dari ketakutan akan suatu bahaya yang tidak nyata dan kurangnya akses terhadap ilmu pengetahuan logis maupun sains terhadap suatu bahaya yang dihadapi.[9] Sebagai teori pendukung, penelitian menemukan bahwa tindakan ini seringkali disebabkan oleh tingginya tingkat stress dalam menghadapi suatu kejadian, terutama oleh orang dengan keinginan tinggi untuk mengontrol. Sehingga dapat dikatakan faktor cemas adalah alasan utama dibalik banyaknya orang yang memiliki pemikiran magis.

Jenis

Secara langsung

Dalam penjelasan Bronislaw Malinowski, mendiskusikan beberapa jenis pemikiran magis, dengan kata lain kalimat dan suara digunakan untuk memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dunia. Hal ini merupakan jenis pemikiran untuk pemenuhan keinginan yang menghinari pembicaraan mengenai objek tertentu. Penggunakan eufisme dalam efek langsung sangat terlihat daripada penggunaan kalimat langsung. Sigmund Freud percaya bahwa pemikiran magis diproduksi oleh perkembangan kognitif seseorang. magis digambarkan sebagai peroses memproyeksikan keadaan mental individu tertentu. Sebagai contoh adalah perkembangan individu dari masa kanak-kanank yang memeprcayai bahwa hujan akan turun jika Ia merasa sedih dan hal ini terbawa seorang individu menginjak usia dewasa.[10]

Secara simbolik

Teori lain mengenai pemikiran magis adalah pendekatan simbolik. Hal ini membuat hal magis memang harus bersifat ekspresif daripada hanya menjadi instrumental belaka.diwujudkan dengan penggunaan jimat atau benda tertentu yang dianggap menjadikan suatu individu memiliki kekuatan yang lebih superior daripada individu lainnya.[11]

Referensi

  1. ^ "Magical Thinking". www.logicallyfallacious.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-14. 
  2. ^ Sternberg, Robert J.; III, Henry L. Roediger; Halpern, Diane F. (2007). Critical Thinking in Psychology (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-60834-3. 
  3. ^ "Logical Fallacy of Superstitious Thinking / Magical Thinking". www.seekfind.net. Diakses tanggal 2022-06-10. 
  4. ^ The Seven Principles of Magical Thinking, diakses tanggal 2022-06-10 
  5. ^ "magical thinking | psychology | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-14. 
  6. ^ Kaplan & Sadock's comprehensive textbook of psychiatry. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock, Pedro Ruiz (edisi ke-Tenth edition). [Philadelphia]. 2017. ISBN 978-1-4963-8915-2. OCLC 988106757. 
  7. ^ Hamerman, E.; Morewedge, Carey K. (2015). "Reliance on Luck". Personality & social psychology bulletin. doi:10.1177/0146167214565055. 
  8. ^ 1921-, Kartodirdjo, Sartono, (1992). Pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-511-303-8. OCLC 65867986. 
  9. ^ Keinan, G. (2002). "The Effects of Stress and Desire for Control on Superstitious Behavior". doi:10.1177/0146167202281009. 
  10. ^ Glucklich, Ariel (1997). The end of magic. Library Genesis. New York : Oxford University Press. ISBN 978-0-19-510879-8. 
  11. ^ Blouin, Michael J. (2016). Biopolitics and Movies About Magic. New York: Palgrave Macmillan US. hlm. 169–203. ISBN 978-1-137-53195-7. 
Kembali kehalaman sebelumnya