Pemberontakan Paskah
Pemberontakan Irlandia (bahasa Irlandia: Éirí Amach na Cásca),[2] dikenal juga dengan nama Pemberontakan Paskah, adalah pemberontakan yang terjadi pada Pekan Paskah di Irlandia tahun 1916. Pemberontakan ini dilakukan oleh kaum republikan Irlandia untuk mengakhiri penjajahan Britania Raya di Irlandia dan mendirikan Republik Irlandia merdeka ketika Britania disibukkan oleh Perang Dunia I. Peristiwa ini merupakan pemberontakan terbesar di Irlandia sejak pemberontakan 1798.[3] Dirintis oleh tujuh anggota Dewan Militer Perkumpulan Republikan Irlandia,[4] pemberontakan dimulai pada Senin Paskah, 24 April 1916, dan berlangsung selama enam hari. Beberapa anggota Relawan Irlandia—di bawah pimpinan kepala sekolah dan aktivis bahasa Irlandia, Patrick Pearse, dibantu Tentara Rakyat Irlandia pimpinan James Connolly dan 200 anggota Cumann na mBan—;merebut tempat-tempat penting di Dublin dan memproklamasikan Republik Irlandia. Aksi terpisah dilakukan di daerah-daerah lain di Irlandia, termasuk serangan terhadap barak Kepolisian Kerajaan Irlandia di Ashbourne, County Meath, dan serangan sabotase terhadap barak lain di County Galway dan Enniscorthy, County Wexford. Karena pasukan dan artilerinya lebih besar, Angkatan Darat Britania Raya dengan mudah meredam pemberontakan ini, dan Pearse setuju untuk menyerah tanpa syarat pada hari Sabtu, 29 April 1916. Setelah menyerahkan diri, darurat militer diberlakukan di seluruh Irlandia. Sekitar 3.500 orang ditahan oleh pemerintah Britania. Banyak dari mereka yang tidak terlibat dalam pemberontakan, dan 1.800 di antaranya ditahan di kamp penahanan atau penjara di Britania. Sebagian besar pemimpin pemberontakan dieksekusi setelah menjalani sidang di pengadilan militer. Pemberontakan ini berhasil mengangkat kembali isu republikanisme fisik ke perpolitikan Irlandia. Dukungan bagi republikanisme pun terus bertambah di Irlandia. Pada Desember 1918, kaum republikan (saat itu diwakili partai Sinn Féin) menang tipis dalam pemiliihan umum Parlemen Britania Raya sambil mengampanyekan abstensionisme dan kemerdekaan Irlandia. Pada tanggal 21 Januari 1919, mereka mengadakan pertemuan Dáil Pertama dan mendeklarasikan kemerdekaan Republik Irlandia. Deklarasi tersebut memicu Perang Kemerdekaan Irlandia. Sekitar 500 orang tewas dalam Pemberontakan Paskah. Kurang lebih 54% di antaranya merupakan warga sipil, 30% militer dan polisi Britania, dan 16% sisanya pemberontak Irlandia. Lebih dari 2.600 orang luka-luka. Banyak warga sipil yang tewas akibat pengerahan artileri dan senjata berat oleh pasukan Britania Raya atau menjadi korban salah tembak. Pengeboman dan kebakaran setelahnya meluluhlantakkan pusat kota Dublin. KorbanPemberontakan Paskah menewaskan 485 orang menurut Glasnevin Trust.[1] Dari jumlah tersebut:
Lebih dari 2.600 orang cedera; termasuk kurang lebih 2.200 warga sipil dan pemberontak, 370 tentara Britania, dan 29 polisi.[5] 16 polisi dan 22 tentara Britania yang tewas berasal dari bangsa Irlandia.[6] Keluarga korban dari Britania datang ke Kastil Dublin pada Mei 1916 untuk mengambil jenazah dan melakukan pemakaman. Jenazah dari Britania yang tidak diambil dimakamkan secara militer di Grangegorman Military Cemetery. Sebagian besar korban, tewas maupun cedera, adalah warga sipil. Kebanyakan korban dari pihak sipil jatuh karena serangan AD Britania Raya.[7] Hal ini dikarenakan Britania mengerahkan artileri, bom bakar, dan senjata mesin berat di daerah permukiman. Selain itu, pihak Britania juga "tidak mampu membedakan pemberontak dengan warga sipil".[7] Seorang perwira Resimen Kerajaan Irlandia menuturkan, "mereka menganggap, dengan alasan pasti, semua orang di depannya sebagai musuh dan menembak siapapun yang bergerak".[7] Kedua pihak, Britania dan pemberontak, kadang menembak warga sipil dengan sengaja karena tidak mematuhi perintah (misalnya berhenti di pos pemeriksaan), menyerang atau berusaha menghentikan mereka, dan melakukan penjarahan.[7] Ada pula kasus tentara Britania menembak mati warga sipil tak bersenjata sebagai bentuk balas dendam atau hanya melampiaskan rasa kesal, misalnya di North King Street (15 orang tewas) dan Portobello Barracks (6 tewas).[8] Dua perwira Britania dan dua karyawan sipil Irlandia di pabrik Guinness ditembak oleh tentara pimpinan Sersan Robert Flood dari Royal Dublin Fusiliers tanggal 29 April saat patroli rutin. Sersan tersebut kemudian diadili di pengadilan militer dengan tuduhan pembunuhan, namun akhirnya dibebaskan dari segala tuduhan.[9] Menurut sejarawan Fearghal McGarry, pihak pemberontak berusaha menghindari pertumpahan darah sia-sia. Desmond Ryan menyatakan bahwa anggota Relawan Irlandia disuruh untuk "tidak melepaskan tembakan kecuali diperintahkan atau bertujuan menghindari serangan".[10] Selain pertempuran di Ashbourne, polisi dan tentara tak bersenjata tidak ditargetkan secara sistematis. Banyak polisi yang dibiarkan menjaga Nelson's Pillar sepanjang Senin.[10] McGarry menulis bahwa Tentara Rakyat Irlandia "jauh lebih kejam daripada Relawan Irlandia saat menembak polisi" dan berpendapat bahwa sikap tersebut dipicu oleh Pengepungan Dublin yang "dampaknya mengerikan".[10] Lihat pulaCatatan kaki
Daftar pustaka
Historiografi
Pranala luarMedia tentang Easter Rising di Wikimedia Commons
|