Pekalongan, Winong, Pati
Desa Pekalongan tidak ada hubungannya dengan Kabupaten Pekalongan atau Kota Pekalongan. Secara kebetulan saja namanya yang sama, tetapi mempunyai sejarah yang berbeda- beda. SejarahMenurut cerita yang turun-temurun, orang pertama yang membuka Desa Pekalongan adalah Ki Ageng Rante Kencono Wulung, yang biasa disebut Mbah Rante. Semua tokoh di desa ini sepakat mengenai peranan Mbah Rante tersebut sehingga ia dijuluki waliyyul qoryah (walinya desa). Karena itu, nama Mbah Rante selalu disebut oleh warga desa ini saat memanjatkan doa hajatan (selamatan). Dan, haulnya selalu diperingati setiap tahun. Salah satu kegiatan haul yang sering dilaksanakan adalah kirab budaya Jawa.[1] Hanya saja, para tokoh desa tidak satu suara mengenai pertanyaan, apakah Mbah Rante mempunyai keturunan. Sebagian berpendapat bahwa nenek moyang warga desa ini adalah Mbah Rante, sementara sebagian yang lain berpendapat bahwa Mbah Rante tidak mempunyai keturunan. Bagi yang berpendapat mempunyai keturunan, diyakini Mbah Rante mempunyai 4 (empat) anak, yaitu Lambu, Sastro Leksono, Sayyidin dan Sakidin. Keempat orang inilah yang menurunkan generasi hingga sekarang.[2] Sedangkan bagi yang berpendapat tidak mempunyai keturunan, maka ayah dari Lambu, Sastro Leksono, Sayyidin dan Sakidin bukan Mbah Rante, tetapi orang lain. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang menemukan siapa orang lain itu. Masih menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, bahwa dulu Mbah Rante selalu menggunakan kalung. Karena kalung itu, wilayah tempat tinggalnya dinamakan Desa Pekalongan. GeografiDesa Pekalongan terletak di posisi yang sangat strategis, yaitu di jantung Kecamatan Winong. Letaknya berdekatan dengan pusat Pemerintahan Kecamatan Winong, berdekatan dengan pusat bisnis di Kecamatan Winong, dan berada di titik penghubung 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Winong, Kecamatan Gabus, Kecamatan Pucakwangi dan Kecamatan Jakenan. Desa-desa yang berbatasan dengan Desa Pekalongan adalah sebagai berikut:
Luas wilayah 198,970 Ha yang dimiliki Desa Pekalongan, terbagi menjagi kawasan hunian seluas 61,340 Ha, lahan pertanian 134,630 Ha, lapangan olahraga 1 Ha, kuburan 1 Ha, dan lahan lainnya 3 Ha.[3] SilsilahDi atas telah disebutkan, bahwa 4 (empat) orang yang menjadi leluhur atau sesepuh dari warga Desa Pekalongan adalah Lambu, Sastro Leksono, Sayyidin dan Sakidin. Hampir semua warga Desa Pekalongan keturunan dari empat bersaudara itu. Sejarawan Desa Pekalongan, H. Sjahruman Djauhar, telah menulis silsilah warga desa ini dalam buku berjudul “Buku Keluarga Yunus Brawidjaja Desa Pekalongan Winong Pati Tahun 1835-2002”. Berikut ini kutipan garis besarnya:
Selain keturunan empat bersaudara itu, masih ada keluarga besar lainnya yang tinggal di Desa Pekalongan. Antara lain, keluarga Yahya yang berasal dari Dukuh Panggang Desa Kepohkencono Kecamatan Pucakwangi. Berikut ini silsilahnya:
PemerintahanTidak diketahui secara tepat kapan pemerintahan Desa Pekalongan mulai beroperasi. Yang diketahui, bahwa Desa Pekalongan sudah mempunyai 6 (enam) kepala desa. Secara berurutan adalah Sapawi (Abdul Wahab), Abu Thoyib, Samari, Madpur, Ahmad Fahroni dan Ukhwatur Roi, S.Pd.I. Adapun aparat Desa Pekalongan saat ini adalah sebagai berikut:
Sementara itu, yang duduk sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah berikut ini:
Sedangkan yang menjadi pemimpin di level Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) adalah:
KependudukanMenurut data statistik tahun 2014, jumlah penduduk Desa Pekalongan mencapai 2.854 jiwa. Yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.442 jiwa (50,53 %) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 1.412 jiwa (49,47 %).[3] Berikut ini data berdasarkan mata pencarian:[3]
PendidikanDesa Pekalongan terkenal dengan warganya yang terpelajar. Walaupun untuk hidup sehari-hari saja warganya masih ada yang serba kekurangan, tetapi untuk pendidikan tidak boleh berkurang. Kalau perlu, utang pun dilakukan. Hampir sulit mencari pemuda-pemudi desa ini yang tidak melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Tidak heran bila pernah berdiri organisasi bernama Forum Komunikasi Mahasiswa dan Pelajar Pekalongan (FKMPP) tahun 1992 yang diketuai pertama kali oleh Drs. KH. Abdul Kafi, M.Ag. Semangat belajar di desa ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Secara formal, pada tahun 1930 telah berdiri lembaga pendidikan di Desa Pekalongan, yaitu Matholi’ul Falah (di kemudian hari berubah nama menjadi Tarbiyatul Banin) yang didirikan oleh KH. Munji dan KH. Mahfudz Salam (ayahanda KH. Sahal Mahfudz) dari Kajen. Pada masa awal, banyak guru dari Kajen dikirim untuk mengajar di Desa Pekalongan, seperti KH. Sanaji dan KH. Ahmad Fahrurrozi.[4] Guru-guru itulah yang menanamkan semangat belajar kepada para pemuda kala itu, sehingga menular ke generasi sekarang.
Ada 2 sekolah tingkat dasar, 2 sekolah tingkat menengah pertama dan 3 sekolah menengah tingkat atas. Tidak ada alasan bagi anak-anak Desa Pekalongan untuk tidak belajar, karena sekolah ada di depan mata. Sekurang-kurangnya mereka bisa menikmati pendidikan sampai tingkat SLTA. Walaupun sekolah yang ada di Desa Pekalongan kebanyakan sekolah agama, tetapi dalam kenyataannya para pemuda-pemudi tidak sedikit yang melanjutkan ke jenjang pendidikan umum, seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Muria Kudus, Universitas Negeri Semarang, Universitas Airlangga dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Yang membanggakan lagi, banyak dari mereka mendapatkan beasiswa selama pendidikan. Hingga saat ini, sudah ada 3 (tiga) putra kelahiran Desa Pekalongan yang meraih gelar tertinggi di bidang akademik, yaitu doktor (S-3). Bahkan satu dari tiga itu juga meraih professor. Mereka adalah Prof. DR. Imam Asrori, M.Pd. (guru besar Universitas Negeri Malang), DR. Munjahid, M.Ag. (dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan DR. A. Zaenurrosyid, MA. (dosen Institut Pesantren Mathali’ul Falah Kajen). KeagamaanSelain layak dijuluki “Desa Pendidikan”, Desa Pekalongan ini juga layak menyandang predikat “Desa Agamis”. Hal itu, karena kultur yang terbentuk menunjukkan semangat keberagamaannya yang kental. Misalnya, dari pagi anak-anak berangkat ke sekolah, lalu sore hari mereka berangkat ke Taman Pendidikan Al-Qur'an dan malam hari berangkat ke mushola untuk belajar mengaji lagi. Tidak hanya anak-anak. Bapak-bapak biasanya mengadakan pengajian tersendiri. Demikian pula ibu-ibu juga mengadakan pertemuan rutin bulanan. Banyak kyai (ahli ilmu agama) yang tinggal di Desa Pekalongan. Antara lain K. Ahmad Fadlil, KH. Masyhuri Marzuki, K. Hasyim Syukur, K. Abu Thoyib, KH. Syahri Ismail, KH. Jabir Hasan, KH. Zaini Surahman, KH. Habib Hasan, KH. Nur Yahya K. Lahuri, K. Sudjono Kholil Diarsipkan 2020-02-06 di Wayback Machine. dan K. Alwan Sahlan. Banyak pula ditemukan penghafal Al-Quran di Desa Pekalongan. Mereka adalah K. Hamid Manan, Drs. KH. Abdul Kafi, M.Ag. (sekarang kepala KUA Kecamatan Winong), DR. Munjahid, M.Ag. (sekarang pindah ke Yogyakarta), Hanifah Rofi’i, Khadrowi, Ahmad Muslih, Musta’in Yasir, Hendri Marwan Anas, Amirotus Saidah, Sikhoh Nur Mukhsin, Mahmudah Arfat, Fariha Izzulmuna Hamid, Lutfiana dan Yun Nafe’. KepemudaanPara pemuda Desa Pekalongan tergolong sangat aktif berorganisasi. Sejak tahun 1985, mereka telah mengenal organisasi karang taruna yang untuk pertama kalinya dipimpin oleh Zamahsari. Organisasi kepemudaan lainnya bernama Ikatan Remaja Masjid Darussalam (IRMADA) yang didirikan tahun 1987 dan ketua pertamanya adalah Ir. Purnomo. Begitu aktifnya berorganisasi, beberapa anggota IRMADA pernah terpilih untuk mengikuti pertukaran pemuda ke provinsi lain. Tahun 1996, Amirul Arifin, Nur Halim, Sholeh dan Supaat berangkat ke Ambon dan tinggal di sana selama 6 bulan. Tahun berikutnya, 1997, Ibnu Salim Muslih dan Wahono Al-Muis berangkat ke Banjarmasin. Kegiatan itu bertujuan untuk mengenalkan budaya masyarakat dan sumber daya alam di wilayah provinsi lain, sehingga pemuda di satu provinsi juga mengetahui kondisi di tempat lain, yang sama-sama wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Olah RagaOlahraga yang diidolakan warga Desa Pekalongan adalah sepak bola. Hampir setiap sore para pemuda desa ini bermain sepak bola. Tidak hanya untuk menghadapi kejuaraan. Mereka memang biasa bermain di lapangan. Karena selain untuk menjaga kesehatan, bermain sepak bola juga ajang refreshing dan mempererat hubungan sesama warga desa. Kebiasaan bermain sepak bola itu memudahkan Tim sepak bola Desa Pekalongan yang bernama Putra Kencana untuk mencari bibit-bibit unggul. Dari generasi ke generasi selalu ditemukan pemain-pemain handal. Berulang kali Putra Kencana menorehkan sejarah sebagai juara turnamen di tingkat Kecamatan Winong. Di antara pemain legendarisnya adalah Halimi, Imas, Dwi, Tiyo, Abdullah, Anshori, Sugiyono, Sugiarto, Budi Hartono, Umang, Sanusi, Suhari Jajuk dan Jundan Humaidillah. Selain sepak bola, olahraga lainnya yang dibanggakan di Desa Pekalongan adalah bola voli. Salah satu pemain andalannya adalah Putut. Pukulan smash-nya membuat penonton berdecak kagum. KesenianKesenian termasuk bidang yang mendapat perhatian warga Desa Pekalongan. Tercatat pernah terbentuk beberapa grup seni budaya di desa ini, baik yang sampai sekarang masih aktif maupun telah bubar. Di antaranya sebagai berikut:
Tarian tradisional yang dimainkan oleh para remaja ini mencapai puncak kejayaannya pada tahun 80-an. Biasa diundang untuk mengisi acara hajatan dari rumah ke rumah warga desa.
Pencik merupakan hiburan rakyat yang menarik. Di antara tokohnya adalah Kyai Ma'sum, Surat, Zamzam, Pahing, Sungit, Asbin, Sarbin dan Juhari.
Pemain grup musik ini antara lain Sali (kendang), Salamun (melodi), Wage (icik icik) dan Bajuri (seruling).
Grup teater ini dikomandani oleh Ali Arwan dan beranggotakan Taufik M Nur, Nur Huda, Amirul Arifin dan Rafi.
Grup ini seluruh pemainnya perempuan yang dipimpin oleh Shoimah. Biasa tampil di acara pengajian atau pertunjukan di dalam maupun luar desa.
Grup sholawatan ini masih aktif hingga saat ini. Pernah tampil di Masjid Agung An-Nur Pati dan beberapa kali tampil di luar kota. Bahkan pernah diminta tampil di kediaman Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf di Kota Surakarta.
Sanggar seni yang digawangi oleh Sudadi dan Jaswadi ini berdiri pada tahun 2015. Sanggar ini terletak di RT. 03 RW. 01, dan memfokuskan diri pada kegiatan pelestarian seni karawitan/gamelan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan pada anak-anak dan generasi muda desa Pekalongan maupun luar desa Pekalongan. Sarana dan PrasaranaLembaga PendidikanSebagaimana disinggung di atas, bahwa di Desa Pekalongan ditemukan banyak lembaga pendidikan. Yaitu sebagai berikut:
Sekolah yang awalnya bernama MTs Negeri Winong ini berdiri tahun 1980.[5] Guru-gurunya untuk pertama kali banyak yang berasal dari luar kota. Lalu mereka menikah dengan penduduk setempat dan menetap di sini.
Sekolah ini pada tanggal 27 November 2016 yang lalu mendapat sorotan positif di pentas nasional. Pasalnya, pada peringatan Hari Guru Nasional di Bogor itu, Drs. KH. Ahmad Adib Al Arif, M.Ag. sebagai kepala sekolah menerima penghargaan Satya Lencana Pendidikan yang diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.[6] Selain lembaga formal, di Desa Pekalongan terdapat lembaga non-formal berupa Taman Pendidikan Al-Qur'an Assalam yang berdiri tahun 1991 dengan ketua pertamanya Drs. H. Abdul Salam. Lembaga-lembaga pendidikan di atas tidak hanya diisi oleh warga Desa Pekalongan. Banyak putra-putri desa-desa lain berbondong-bondong datang untuk menuntut ilmu di sini. Bahkan tidak sedikit di antara mereka memilih untuk “mondok” (tinggal di sekitar sekolah). Tempat IbadahDi Desa Pekalongan terdapat masjid dan mushola di tiap-tiap RT.
Masjid Darussalam dibangun di atas tanah wakaf H. Siraj. Didirikan oleh KH. Munji dari Kajen tahun 1935 atau selang 5 tahun setelah berdirinya Madrasah Tarbiyatul Banin. Masjid ini tergolong masjid pertama di Kecamatan Winong. Saat ini kepengurusan takmir masjid diketuai oleh H. Ali Syafa', S.H. (mantan Kepala KUA Kecamatan Winong).
Selain masjid, di Desa Pekalongan juga terdapat mushola (bahasa Jawa: langgar) di tiap-tiap RT. Berikut ini daftar nama mushola:
PerbelanjaanDi Desa Pekalongan terdapat banyak sekali tempat-tempat perbelanjaan. Antara lain:
MakamDesa Pekalongan mempunyai 2 (dua) kuburan atau makam, yaitu Makam Toro dan Makam Muris. Selain Mbah Rante, warga Desa Pekalongan yang dimakamkan di Makam Toro adalah H. Hasan Mujarrot, KH. Masyhuri Marzuki dan K. Lahuri. Sedangkan warga Desa yang dimakamkan di Makam Muris adalah K. Umar, H. Ismail dan K. Abu Thoyib. Fasilitas Tingkat KecamatanSelain fasilitas umum yang disebutkan di atas, di Desa Pekalongan juga dijumpai fasilitas umum tingkat kecamatan:
Referensi
|