Pasir Panjang, Komodo, Manggarai Barat
Pasir Panjang adalah nama sebuah desa yang terdapat di kecamatan Komodo, kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Desa ini memiliki luas wilayah 21.764 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2019 sebanyak 1.688 jiwa.[1] KependudukanPenduduk asli di kabupaten Manggarai Barat umumnya adalah suku Manggarai, Flores, Bajo, Saluan, dan saat ini ada pula suku pendatang lainnya seperti Jawa dari pulau Jawa, suku Bugis dari Sulawesi Selatan dan suku Bima dari Nusa Tenggara Barat.[2][3] Pekerjaan utama masyarakat Manggarai Barat, dan termasuk di desan ini adalah bertani dan nelayan, dan ada juga sebagai pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil.[1] Masyarakat kecamatan Komodo dikenal akan keberagaman budaya dan keagamaanya, termasuk di desa ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS tahun 2020, mencatat bahwa pemeluk agama Islam 99,82% dan Katolik 0,18%.[1] Pulau Rinca sebagai salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur, yang dihuni oleh masyarakat asli pulau Rinca maupun masyarakat pendatang sejak tahun 1907 yang berawal dari Desa adat yang diperintah secara turun temurun oleh rumpun bangsawan setempat. Pulau Rinca merupakan salah satu pulau yang berada di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat dilihat dari lokasinya terletak pada ketinggian 50,50 M, di atas permukaan laut. Berdasarkan catatan administrasi desa bahwa luas wilayah pulau Rinca adalah 19,62 Ha. Dengan luas tanah pertanian seluas 88,124 Ha. Lingkungan alam terdiri atas lahan garap persawahan (jagung, jambu mangga, dan lain-lain), perkebunan (pisang, sayur- sayuran, umbi-umbian, dan lain-lain), dan perhutanan (kayu jati, buah kelapa, dan sebagainya). Kebanyakan tanah dataran tinggi yang sangat subur untuk segala jenis tanaman di setiap musimnya. Batas Administratif Desa Pasir Panjang di Pulau Rinca meliputi: a. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Warlok. b. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Padar. c. Sebelah Utara berbatasan Desa Papagarang. d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Gili Motang. Berdasarkan jenis kelamin, populasi penduduk Desa Pasir Panjang di Pulau Rinca sampai dengan Juni Tahun 2017 adalah sebagai berikut: jumlah Laki-laki sebanyak 780 orang dan Perempuan sebanyak 770 orang. Jumlah kepala keluarga sebanyak 423 KK, sedangkan jumlah keluarga miskin 105 KK dengan persentase 33,39% dari jumlah keluarga. Penduduk yang mendiami Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat khususnya di Pulau Rinca, yang berasal dari beberapa etnis yaitu etnis Suku Bajo (Seme), Bima (Mbojo), Bugis, dan Manggarai. Masyarakat Pulau Rinca yang berasal dari daerah setempat dengan jumlah dusun yang tersebar di wilayah Desa Pasir Panjang sebanyak 6 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2017 yang tersebar di tiap dusun adalah sebagai berikut: dusun Komodo sebanyak 318 orang, dusun Bajo sebanyak 310 orang, dusun Beringin Jaya sebanyak 291 orang, dusun Kerora sebanyak 234 orang, dusun Kukusan sebanyak 203 orang, dusun Beringin Baru sebanyak 204 orang. (Tahun 2017)
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, mahkluk hidup termaksud manusia dan perilakunya. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan mencapai berbagai aspek yakni pembangunan ekonomi, teknologi, sosial maupun budaya. Permasalahan yang dialami dan bahkan dihadapi kedepan Desa Pasir Panjang adalah masih rendahnya SDM yang dimiliki masyarakat karena masih banyak generasi muda yang tidak sekolah, sulitnya akses trasportasi yang menyebabkan terhambatnya proses pengangkutan hasil laut masyarakat, sitem pengolahan hasil laut yang masih bersifat tradisional. Sarana dan prasarana yang ada di desa Pasir Panjang adalah jalan setapak dari Dusun Komodo sampai Dusun Bajo sepanjang 200 meter, jalan setapak di Dusun Kukusan sepanjang 100 meter, dermaga di Dusun Komodo sepanjang 132 meter, dermaga di Dusun Kukusan sepanjang 65 meter, motor tangki air dua unit. Untuk memenuhi pelayanan kesehatan di desa Pasir Panjang telah dibangun Polindes satu unit di Dusun Komodo, dan tiga Posyandu yang tersebar di tiga dusun. Masyarakat Pulau Rinca sangat erat dengan sistem gotong royong. Ada 3 sistem gotong royong, yaitu; Malaku Tuloh (minta tolong), Mase Te Kaan (kasihani saya), Daha Dipalaku (jangan diminta). Dari ketiga ungkapan tersebut ungkapan berbeda tapi artinya sama, kegiatan ini tidak hanya dalam bentuk material tetapi juga tenaga. Malaku Tuloh dapat di artikan sebagai pemberian pertolongan yang akan dibalas pada kesempatan lain. Masete Kaang lebih pada memberikan pertolongan yang harus dibalas pada kesempatan lainnya. Sedangkan Daha Dipalaku lebih dikhususkan tanpa mengharapkan imbalan berupa jasa atau materi. Masyarakat Pulau Rinca memiliki beberapa jenis upacara adat, nilai dari upacara adat daur hidup (life cycle) seperti proses kelahiran, perkawinan, bahkan dengan upacara kematian. Di samping itu juga, upacara yang berkaitan dengan suatu pekerjaan seperti membangun rumah, mendorong motor laut, melakukan sedekah (bersedekah) merupakan bagian penting dari adat masyarakat Bajo di pulau Rinca. Hal ini seperti sedekah orang, sedekah tolak bala, sedekah loho pote (sedekah bubur putih), parapu (sesajian), sedangkan upacara adat yang berhubungan dengan perkawinan seperti, pupo danakang (kumpul keluarga), pagiri diri (sasame kelurga), pupo keluarge (kumpul kelurga). Dalam upacara-upacara tersebut biasanya digelar kesenian seperti, pencat silat dan gong genong. Kehidupan masyarakat dalam berhubungan sosial masih memegang teguh yang namanya penggolongan atau pembagian strata yang mempengaruhi bagaimana pola kepemimpinan yang ada, secara umum terbagi menjadi dua strata sosial yaitu Aha Madia dan Aha Madiata (golongan bawah dan golongan atas). Dari sejumlah masyarakat Pulau Rinca di desa Pasir Panjang yang ada, hampir seluruhnya memeluk agama Islam, dan sebagain kecil beragama Kristen dan Katolik dikarenakan agama yang dianut oleh warga pendatang. Agama pertama yang dikenal oleh masyarakat Bajo di Pulau Rinca selama berabad-abad adalah agama Islam, masuknya agama Islam di Indonesia pada abad ke-15 dan abad ke-16. Dengan demikian agama penduduk asli Bajo di pulau Rinca berupa agama Islam. Masyarakat Pulau Rinca sekitar 99% beragama Islam, dan sisanya itu beragama Kristen dan agama Katolik. Walaupun terdapat berbagai macam agama pada masyarakat pulau Rinca, tetapi masyarakatnya sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Hal ini ditunjukkan adanya bangunan tempat beribadah masing-masing agama. Masyarakat Bajo mayoritasnya Islam tetapi masih banyak yang percaya akan kepercayaan dinamisme atau percaya pada pohon-pohon yang besar, batu- batu yang besar, dan tempat-tempat angker di huni oleh roh-roh, jin, dan setan, atau sering disebut oleh masyarakat Bajo “nia dapu ne” (tempat yang berpenghuni). Warga tersebut percaya kalau melewati tempat itu tidak boleh ribut, dan harus sopan, tidak boleh berkata sembarangan, jika itu dilanggar maka orang-orang yang melanggar akan mendapat musibah, gila, dan lain-lain. Masyarakat Bajo memiliki nama-nama terhadap makhluk-makhluk halus tersebut, ada yang diberi nama dapu dia, rombeh susu (makhluk halus yang terdapat di hutan), papokah (manusia jadi-jadian), dan jin. Sistem kepercayaan masyarakat Bajo percaya adanya guna-guna untuk menjatuhkan lawan, ada juga yang disebut bura yang disimpan ditempat yang akan dilalui oleh orang yang tidak diinginkan atau lawan, seperti dalam pertandingan bola, acara perkawinan, di kebun, di bawah pohon dan di bawah tangga rumah. Masyarakat Bajo juga percaya akan benda-benda pusaka yang bertuah seperti keris, golok yang mempunyai kekuatan gaib. Sama halnya dengan masyarakat Bajo pada umumnya, masyarakat pulau Rinca juga percaya dengan adanya makhluk lain (makhluk halus) akan tetapi bukan dijadikan sebagai sebuah kepercayan atau keyakinan untuk dianut oleh umat manusia, karena bertentangan dengan ajaran Islam bagi yang menganutnya. Ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat dari sisi kehidupan mereka lebih banyak mengacu keyakinan beragama, paling tidak memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan seperti ritual-ritual kitab suci dan tradisisi-tradisi. Aspek pengetahuan dan keyakinan telah memiliki hubungan erat, karena pengetahuan tentang keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak perlu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. Referensi
|