Panasen, Kakas Barat, Minahasa
SejarahTerdapat dua kisah yang melatar belakangi Desa Panasen. Yang pertama adalah kisah tentang para pedagang dari bagian tenggara Minahasa (Belang) yang menuju Manarou atau Manado. Mereka sering memanfaatkan sungai yang berlokasi di desa ini sebagai tempat istirahat untuk memberi minum hewan sapi/kuda sebelum melanjutkan perjalanan ke Manado. Hal ini disebabkan pada waktu itu sarana transportasi masih menggunakan roda sapi/roda plat serta jalan yang masih jalan kebun. Karena kebiasaan para pedagang itulah maka tempat tersebut dinamakan tempat peristirahatan atau dalam Bahasa Toulour dengan "Pahasengan" (salah satu dialek minahasa sekitar Danau Tondano). Kisah yang kedua adalah pada pada zaman dulu desa ini masih berbentuk hutan belukar. Kemudian datang petani dan membuka perladangan untuk bercocok tanam. Mereka masih tinggal di rumah gubuk. Suatu waktu terdapat seorang ibu istri petani yang dalam keadaan hamil besar dan melahirkan bayi di tempat itu, tapi sayang bayi tersebut sudah dalam keadaan meninggal. Dengan sedihnya ibu dan keluarganya menangisi bayi tersebut. Berdasarkan adat/kepercayaan jenasah bayi tersebut dimandikan sebelum dikuburkan oleh keluarganya di sungai yang berada di lembah bagian utara. Keajaiban terjadi, bayi itu bergerak/bernafas kembali setelah dimandikan di sungai tersebut. Akhirnya tempat itu mereka namakan tempat memberi nafas/kehidunpan atau dalam Bahasa Toulour adalah "Paasengan". Pada tahun 1847, untuk memudahkan penyebutan nama desa ini berubah menjadi Panasen dari Paasengan. Kisah ini didapat dari mantan juru tulis desa (1958–1976), Johanis Henoch Ticoh, Hukum Tua Desa Panasen (1976–1993), dan Jan Laloan, mantan juru ukur desa.[2] Referensi
|