Paku Alam VII

Paku Alam VI
ꦦꦏꦸꦄꦭꦩ꧀꧇꧗꧇
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Suryadilaga
Adipati Kadipaten Pakualaman
ketujuh
Bertakhta1906-1937
Penobatan16 Oktober 1906
PendahuluPaku Alam VI
PenerusPaku Alam VIII
KelahiranBendara Raden Mas Haryo Soerardjo
9 Desember 1882
Kadipaten Pakualaman, Keresidenan Yogyakarta, Hindia Belanda
Kematian16 Februari 1937(1937-02-16) (umur 54)
Kadipaten Pakualaman, Keresidenan Yogyakarta, Hindia Belanda
Pemakaman
PermaisuriGusti Bendara Raden Ayu Adipati Retno Puwoso
Nama takhta
Sampeyan Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam ingkang Jumeneng Kaping Pitu
WangsaMataram
AyahPaku Alam VI
IbuBRAy. Siti Jaleka
AgamaIslam

Sampeyan Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII, lahir dengan nama Bendara Raden Mas Haryo Surardjo (9 Desember 1882 – 16 Februari 1937) adalah putra Paku Alam VI dari permaisuri, yang bertahta pada tahun 1906 hingga 1937.

Penobatan

Potret Paku Alam VII ketika bertahta.

Ia ditinggal mangkat oleh ayahnya saat masih menyelesaikan studi di HBS Semarang.

Sambil menunggu Surarjo menyelesaikan studi, Pemerintah Hindia Belanda mengangkat sebuah Raad van Beheer/Dewan Perwalian Pakualaman untuk menyelenggarakan pemerintahan Pakualaman sehari-hari. Akhirnya pada 16 Oktober 1906 ia diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai penguasa tahta Pakualaman dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabu Suryadilaga. Namun upacara resmi pentahtaan baru dilaksanakan pada 17 Desember tahun yang sama.

Sebagai Adipati Paku Alam

Paku Alam VII bersama oditur Militer Belanda.

Setelah bertahta, Prabu Suryodilogo bekerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda, mengadakan beberapa pembaruan di bidang sosial dan agraria. Kemudian ia juga mereformasi bidang pemerintahan dengan mulai menerbitkan rijksblad (semacam lembaran Negara) untuk daerah Pakualaman. Pengertian yang konservatif secara berangsur digantikan dengan pikiran yang modern dan berpandangan luas. Pada 10 Oktober 1921 pengganti Paku Alam VI menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII dan oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi pangkat Kolonel tituler. Pembaruan tidak berhenti pada tahun itu tetapi terus berlanjut, terutama dalam penyempurnaan pengelolaan anggaran keuangan. Pemerintah desa pun tidak luput dari pembenahan dan reorganisasi. Status kewarganegaraan penduduk dipertegas dengan membedakan antara warga Negara (kawulo kerajaan/kadipaten) dan bukan warga Negara (kawulo gubermen).

Disamping pemerintahan perhatian Paku Alam VII juga tertuju pada kesenian. Pagelaran wayang orang berkembang dengan baik. Dalam kesempatan menerima tamu-tamu dari luar negeri ia acapkali menjamu mereka dengan wayang orang dan beksan (tari-tarian klasik). Dalam bidang pendidikan ia mengizinkan sekolah-sekolah berdiri di daerah Adikarto (bagian selatan Kabupaten Kulon Progo sekarang) serta mengadakan sebuah lembaga beasisiwa untuk menjamin kelanjutan studi bagi mampu melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.

Pernikahan

GKBRAy Retna Puwasa, garwa padmi Paku Alam VII

Pada 5 Januari 1909 Paku Alam VII menikah dengan GRAj Retna Puwasa, Putri dari Sahandhap Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Susuhunan Pakubuwana X. Seluruh putra-putrinya ada 7 orang. Dari pernikahan ini, tercipta percampuran budaya gagrak Pakualaman yang terpengaruh gagrak Surakarta, mulai dari pakaian adat, gamelan, hingga tarian.

Wafat

Ketika putra mahkota berkunjung ke Nederland untuk menghadiri pesta perkawinan Putri Mahkota Belanda Juliana dan Pangeran Bernard, Paku Alam mangkat. Ia meninggal pada 16 Februari 1937 dan dimakamkan pada 18 Februari tahun yang sama di Girigondo Adikarto (sekarang bagian selatan Kabupaten Kulon Progo).

Referensi

Pranala luar

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Raad van Beheer/Dewan Perwalian Pakualaman
Penguasa Paku Alam di Yogyakarta
1906-1937
Diteruskan oleh:
Paku Alam VIII


Kembali kehalaman sebelumnya