Pagar mangkuk

Mangkuk berjajar.

Pagar mangkuk (bahasa Jawa: ꦥꦒꦼꦂꦩꦁꦏꦺꦴꦏ꧀ pager mangkok) adalah sebuah metafora dalam masyarakat Jawa yang bermakna perilaku saling berbagi, peduli dan menjaga di antara orang-orang yang hidup bersama dalam suatu lingkungan. Pagar mangkuk disebutkan dalam peribahasa Jawa luwih becik pager mangkok, tinimbang pager témbok yang artinya "lebih baik pagar mangkuk daripada pagar tembok". Berbagi dan saling menjaga di antara orang-orang selingkungan dianggap sebagai sistem keamanan yang lebih baik daripada meninggikan atau memperbesar tembok pagar (sesuatu yang bersifat kebendaan).[1][2]

Hubungan saling menguntungkan antarwarga ini dapat mempererat persaudaraan dan hal itu dipercaya lebih kuat daripada mengamankan rumah dengan sesuatu yang bersifat fisik, seperti tembok bata atau pagar.[3][4] Mangkuk dalam ungkapan ini adalah simbol memberi sebagaimana mangkuk umumnya digunakan sebagai wadah untuk memberi makanan ke para tetangga.[5][6]

Penerapan

Pagar mangkuk tidak hanya diterapkan dalam kehidupan bertetangga, tetapi juga dapat diterapkan dalam pelbagai bidang. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memanfaatkan kearifan lokal pagar mangkuk untuk mengamankan situs Sangiran. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara intensif di area situs Sangiran, baik dalam hal pengangkatan pegawai ataupun penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.[3] Selain itu, Kementerian Kehutanan juga menerapkan kearifan lokal pagar mangkuk untuk menjaga kawasan hutan. Rakyat di sekitar hutan diberdayaan dengan beragam kegiatan perekonomian pengelolaan hutan sehingga menjadi sejahtera. Dengan demikian, rakyat turut menjadi penjaga dan pengawas hutan.[7] Budidaya tanaman hias berharga mahal di lingkungan warga juga dapat menerapkan sistem pagar mangkuk. Warga dilibatkan dalam perawatan dan menjalin hubungan yang saling menguntungkan.[8]

Pengangkatan

  • Dongeng anak berjudul "Pagar Mangkok" pernah terbit dalam seri Nusantara Bertutur, Kompas.[9]

Catatan kaki

  1. ^ "Pagar Mangkok". www.pitoyo.com. Diakses tanggal 2019-09-27. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Prabawani, Bulan; Manalu, Rouli; Alfirdaus, Laila Khalid; Hanani, Retna; Rosyidin, Mohammad (2020-04-23). ICISPE 2019: Proceedings of the 4th International Conference on Indonesian Social and Political Enquiries, ICISPE 2019, 21-22 October 2019, Semarang, Central Java, Indonesia (dalam bahasa Inggris). European Alliance for Innovation. ISBN 978-1-63190-239-0. 
  3. ^ a b Sangiran, BPSMP (2015-07-29). "pager mangkok : local genius yang efektif untuk mendukung pelestarian". BPSMP Sangiran (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-27. 
  4. ^ Rustopo (2007). Menjadi Jawa: orang-orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1998. Ombak bekerjasama dengan Yayasan Nabil, Jakarta. ISBN 978-979-3472-75-1. 
  5. ^ "Bagaimana orang desa membuat rumahnya aman tanpa tembok tinggi?". esensiana. 2017-08-16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-27. Diakses tanggal 2019-09-27. 
  6. ^ Iqbal, Muhaimin (2006). Asuransi umum syariah dalam praktik: upaya menghilangkan gharar, maisir, dan riba. Gema Insani. ISBN 9789795601166. 
  7. ^ "Pagar Mangkuk Kemenhut Beri Mamfaat Bagi Rakyat". Republika Online. 2014-08-31. Diakses tanggal 2019-09-27. 
  8. ^ Anthurium Koleksi Para Kolektor. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3539-5. 
  9. ^ Dimitri (2018-06-23). "Dongeng Anak: Pagar Mangkok". Klasika (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-13. 
Kembali kehalaman sebelumnya