Padi emas
Kandungan beta-karotena ini menyebabkan warna berasnya tersebut tampak kuning-jingga[1] sehingga kultivarnya dinamakan "padi emas" dan "beras emas". Pada tipe liar (normal), endosperma padi tidak menghasilkan beta-karotena dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di dalam tubuh manusia, beta-karotena akan diubah menjadi vitamin A.[1] Kultivar padi ini dibuat untuk mengatasi defisiensi atau kekurangan vitamin A yang masih tinggi prevalensinya pada anak-anak, terutama di wilayah Asia dan Afrika. Nasi menjadi pangan pokok bagi sebagian besar warga di sana, dan kemiskinan sering kali tidak memungkinkan penyediaan sayuran atau buah-buahan yang biasa menjadi sumber provitamin-A dalam menu makanan sehari-hari.[2] Proses rekayasa genetikaPadi emas dikembangkan oleh Ingo Potrykus dari ETH Zurich dan Peter Beyer dari Universitas Freiburg.[1] Untuk merakit padi ini, digunakan dua gen dari spesies bukan padi, yaitu gen crt1 dari bakteri Erwinia uredovora dan gen psy dari tanaman narsis atau daffodil (Narcissus pseudonarcissus). Kultivar 'Golden Rice 2', generasi selanjutnya, menggunakan gen psy dari jagung (Zea mays) karena lebih kuat ekspresinya.[3][4][5] Pada sekitar tahun 1990 sekelompok ilmuwan Jepang berhasil mengisolasi gen penyandi biosintesis (pembentukan) karotenoid, crt1, dari suatu bakteri tanah, Erwinia uredovora.[2] Dari penelitian tersebut diketahui bahwa enzim fitoena (phytoene) desaturase yang dihasilkan bakteri tersebut dapat mengubah fitoena menjadi likopena. Fitoena merupakan senyawa antara pada biosintesis beta-karotena.[2] Beberapa tahun setelah itu diketahui bahwa endosperma pada bulir padi mengandung geranilgeranil-difosfat (GGDP), bahan dasar (prekursor) untuk biosintesis beta-karotena.[6] GGDP dapat diubah menjadi fitoena dengan bantuan enzim fitoena sintase yang disandi oleh gen psy. Sayangnya, secara alami pada padi ekspresi gen psy tersebut teredam sehingga tidak terbentuk fitoena.[2] Dengan menyisipkan konstruk gen Crt1 dari E. uredovora dan gen psy dari narsis (sejenis tanaman hias yang bunganya berwarna kuning atau jingga) ke dalam genom padi geranilgeranil difosfat diubah menjadi fitoena dan selanjutnya diubah lagi menjadi likopena.[2] Gen penyandi likopena siklase (Lcl) yang bertugas mengkatalisis perubahan likopena menjadi beta-karotena telah tersedia pada padi. KontroversiKehadiran padi emas tidak diterima sepenuhnya oleh masyarakat dunia.[7] Sebagian masyarakat tidak menyetujui budidaya padi emas karena adanya kekhawatiran akan terjadinya perubahan lingkungan atau ekosistem.[7] Mereka takut padi emas yang ditanam dapat menularkan sifat mutasinya ke tanaman alami lain.[7] Hal ini mungkin terjadi bila padi emas ditanam bersama padi jenis lain dalam satu lahan yang berdekatan sehingga polen (benang sari) padi emas dapat membuahi padi lain.[7] Hal lain yang ditakutkan adalah apabila sifat yang diciptakan oleh ilmuwan ternyata bisa berubah dan melenceng jauh dari yang diharapkan.[7] Masyarakat juga takut mengonsumsi padi emas karena takut akan membahayakan kesehatan.[7] Referensi
Pranala luar |