Orang Franka Sali

Permukiman orang Sali di Toksandria, tempat mereka menetap pada 358, manakala Kaisar Yulianus Si Murtad menjadikan mereka dediticii.

Orang Franka Sali atau Orang Sali (bahasa Latin: Salii; bahasa Yunani: Σάλιοι, Salioi), adalah salah satu puak orang Franka yang paling tua. Orang Franka Sali mendiami kawasan barat laut Eropa, dan pertama kali muncul dalam catatan sejarah pada abad ke-3 Masehi.

Asal usul dan permulaan sejarah

Sebagaimana puak-puak Franka lainnya, orang Franka Sali tergolong suku Jermani yang mendiami daerah Lembah Sungai Rhein, yakni daerah yang sudah sejak lama merupakan kawasan tapal batas yang dijaga tentara Romawi. Tidak seperti puak-puak Franka lainnya, orang Franka Sali pertama kali disebut-sebut dalam catatan sejarah telah menetap di dalam wilayah Kekaisaran Romawi. Mereka mendiami kawasan di sekitar muara Sungai Rhein yang sekarang menjadi Negeri Belanda. Dalam karya-karya tulis modern, orang Franka Sali sering kali dibanding-bandingkan dengan jiran mereka di sebelah timur, yakni orang Rheinland atau orang Franka Ripuari, puak Franka yang di kemudian hari berhasil menguasai kota Romawi, Köln (bahasa Latin: Colonia Agrippina), di Jerman sekarang ini. Tidak diketahui secara pasti apakah puak-puak Franka ini terpisah atau terhubung secara politik, maupun berapa banyak puak Franka yang ada, sampai seluruh puak Franka tunduk di bawah pemerintahan Klovis I. Seorang pujangga dari masa yang lebih belakangan, Gregorius dari Tours, meriwayatkan bahwa dalam catatan-catatan sejarah kuno yang ia jumpai, tampaknya orang-orang Franka pernah diperintah oleh raja-raja kecil (bahasa Latin: regulus, jamak: reguli) di tiap-tiap kota yang mereka kuasai.

Meskipun orang Franka Sali sering kali dianggap sebagai sebuah suku, Matthias Springer berpendapat bahwa anggapan ini agaknya timbul akibat kesalahpahaman. Semua catatan sejarah klasik mengenai orang Franka Sali diturunkan dari sebaris kalimat dalam laporan Amianus Marselinus yang berbunyi "orang Franka, yakni orang-orang yang menurut kebiasaan disebut Salii".[1] Amianus, yang berprofesi sebagai seorang tentara Romawi, melaporkan bahwa orang Salii pindah dari kampung halaman mereka di Batavia ke Toksandria (kedua daerah ini termasuk wilayah Kekaisaran Romawi), karena terdesak oleh orang Kamavi yang bukan bangsa Romawi. Sejarawan pertama yang mencatat bahwa orang-orang Sali berpindah dari luar ke dalam wilayah Kekaisaran Romawi adalah Zosimus, namun keterangannya mengenai peristiwa perpindahan itu tampaknya keliru dan diturunkan dari sumber-sumber lain.

Keterangan Zosimus mengenai orang-orang Sali yang terdesak sehingga berpindah ke dalam wilayah Kekaisaran Romawi sebagai satu suku, sering kali masih dipercaya. Berdasarkan keterangan ini, mungkin saja kampung halaman mereka adalah daerah di antara Sungai Rhein dan Sungai IJssel di Veluwe, provinsi Gelderland, Negeri Belanda sekarang ini, bahkan mungkin saja nama daerah Salland berasal dari nama mereka.[2] Diduga pula bahwa Salii mungkin adalah salah satu dari puak-puak yang membentuk suku besar Kausi pada zaman Kekaisaran Romawi, yakni puak-puak yang sebagian besar menjadi orang Saksen di kemudian hari (tidak ada perbedaan yang jelas antara orang Saksen dan orang Franka dalam catatan-catatan sejarah mengenai mereka).[3]

Pada 358, orang Sali menyepakati suatu perjanjian dengan orang-orang Romawi agar diperbolehkan terus menetap di sebelah selatan muara Sungai Rhein di Toksandria, yakni kawasan di antara Sungai Scheldt, Sungai Maas, dan Sungai Demer, yang sekarang ini kurang lebih meliputi wilayah provinsi Noord-Brabant di Negeri Belanda, dan sejumlah daerah di provinsi Antwerpen dan provinsi Limburg di Belgia yang berbatasan langsung dengan provinsi Noord-Brabant, yakni kawasan yang disebut "De Kempen".

Raja-raja wangsa Meroving yang menaklukkan Galia diduga masih keturunan orang Sali, karena mereka menerapkan undang-undang yang disebut Hukum Sali (bahasa Latin: Lex Salica) di daerah-daerah berpenduduk Romawi antara Sungai Loire dan Silva Carbonaria, meskipun mereka jelas-jelas berkerabat dengan orang Rheinland atau orang Franka Ripuari, bahkan sebelum mereka menaklukkan orang Franka Ripuari.[4] Lex Ripuaria muncul sekitar 630 M dan disebut-sebut sebagai salah satu hasil pengembangan dari hukum-hukum orang Franka yang termaktub dalam Lex Salica. Di lain pihak, menurut penafsiran Matthias Springer, Lex Salica bisa saja hanya berarti suatu pranata semacam "hukum adat".

Etimologi

Ada berbagai pendapat mengenai etimologi kata "Sali". Nama kelompok etnis ini tidak ada kaitannya dengan imam-imam penari dewa Mars, yang juga disebut Salii. Sejalan dengan teori-teori yang mengatakan bahwa orang Sali sudah terwujud menjadi sebuah suku di luar wilayah Kekaisaran Romawi, nama ini mungkin saja berasal dari nama Sungai IJssel, yang sebelumnya disebut Hisloa atau Hisla, dan pada zaman kuno disebut Sala, yakni sungai di daerah yang mungkin saja adalah tempat orang Sali mula-mula bermukim.[5] Daerah ini sekarang disebut Salland.

Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa nama ini mungkin saja berasal dari kata *saljon dalam bahasa Jermani, artinya kawan atau rekan, yang menunjukkan bahwa istilah ini mula-mula menyiratkan adanya suatu persekutuan.[6] Menurut pendapat ini, nama "sali" adalah nama asli yang berasal dari imperium suku-suku Jermani itu sendiri, dan nama sungai dan/atau daerah tempat mereka bermukim berasal dari nama masyarakat pemukimnya (bukan sebaliknya).[2]

Budaya

Cincin mohor Kilderik I, raja orang Franka Sali sejak 457 sampai 481. Tulisan pada cincin berbunyi CHILDIRICI REGIS ("milik Kilderik Sang Raja").[7] Ditemukan di makam Kilderik di Tournai, kini tersimpan di Monnaie de Paris

Selain dari beberapa potongan naskah, tidak ada catatan sejarah mengenai bahasa orang Franka Sali, namun diduga bahasa mereka adalah leluhur dari rumpun dialek Franka Hilir yang ada sekarang ini, yakni dialek Belanda, dialek Vlaams, dan dialek Afrikaans.

Sebelum takluk di bawah pemerintahan wangsa Meroving, puak-puak orang Sali agaknya terhimpun dalam suatu perserikatan longgar yang sesekali bersatu padu untuk tujuan tertentu, misalnya untuk berunding dengan pemerintah Romawi. Masing-masing puak terdiri atas kelompok-kelompok keluarga besar yang dipimpin oleh satu keluarga terkemuka atau dimuliakan. Keutamaan ikatan kekeluargaan diperjelas oleh aturan Hukum Sali yang menetapkan bahwa seseorang tidak berhak mendapatkan perlindungan jika bukan bagian dari suatu keluarga.

Meskipun sekurang-kurangnya sebagian orang Goth atau orang Vandal telah memeluk agama Kristen sejak pertengahan abad ke-4, kepercayaan akan banyak dewa diduga masih dipegang teguh dalam masyarakat Franka Sali sampai Raja Klovis memeluk agama Kristen Katolik, tak lama sebelum atau sesudah tahun 500; semenjak itu, penyembahan berhala lambat laun menghilang.[8] Di lain pihak, ada pula kemungkinan bahwa banyak orang Sali di Galia sudah memeluk bidah Kristen Arian, sebagaimana yang dianut oleh kerajaan-kerajaan Jermani kala itu.[9]

Sejarah

Di wilayah Kekaisaran Romawi, suku-suku Jermani sudah menetap di daerah muara sungai yang sekarang termasuk wilayah Negeri Belanda, lama sebelum muncul nama "Franka" maupun "Sali". Suku Jermani di daerah itu yang paling terkenal dalam sejarah adalah orang Batavi. Nama suku ini berasal dari nama lama pulau tempat tinggal mereka, yakni pulau yang disebut-sebut dalam sejarah sebagai permukiman pertama orang Sali. Menurut laporan Tacitus, orang Batavi adalah kaum pendatang dari negeri orang Kati (bahasa Latin: Chatti atau Catti).

Keberadaan orang Franka di daerah itu pertama kali disebut-sebut dalam catatan sejarah sekitar 286 M, pada masa pemerintahan Kaisar Probus (276-282), manakala Karausius diperintahkan untuk mempertahankan daerah-daerah pesisir di sekitar Selat Dover dari serbuan perompak-perompak Saksen dan Franka.[10] Pada masa pemerintahan Kaisar Probus ini pula dilaporkan bahwa ada segerombolan besar orang yang memutuskan untuk membajak beberapa kapal Romawi di Laut Hitam, kemudian berlayar pulang menuju Samudra Atlantik sesudah terlebih dahulu mengacaubalaukan negeri Yunani, Sisilia, dan Gibraltar.[11] Ada pendapat yang mengatakan bahwa istilah "Franka" mengalami perubahan makna seiring perjalanan waktu, dan bahwasanya perompak-perompak yang disebut sebagai orang Franka dalam laporan itu sebenarnya adalah orang Frisi, atau suku-suku pesisir.[12] Berabad-abad sebelum kemunculan orang Viking, istilah "Saksen" sudah digunakan sebagai sebutan bagi suku-suku Jermani pesisir yang menyerbu daerah-daerah kekuasaan Romawi sambil berlayar dengan perahu, sementara istilah "Franka" digunakan sebagai sebutan bagi suku-suku Jermani di kawasan pedalaman Lembah Sungai Rhein.

Di kemudian hari, ketika orang Sali pertama kali muncul dalam catatan sejarah, istilah "Franka" tidak lagi disangkutpautkan dengan suku-suku pelaut atau penghuni daerah pesisir. Asal usul mereka sebelum menetap di Batavia tidak diketahui secara pasti. Lebih jauh lagi di kemudian hari, hanya Zosimus, bukan Amianus Marselinus (yang sebagian keterangannya mungkin sekali telah dipakai oleh Zosimus), yang menyatakan bahwa orang Sali pernah menetap dengan nama yang sama di luar wilayah Kekaisaran Romawi. Zosimus meriwayatkan bahwa orang Sali terdesak oleh orang Saksen sehingga pindah ke Batavia dan berbagi kekuasaan atas daerah itu dengan orang-orang Romawi. Dari mana pun asal mereka, Zosimus meriwayatkan bahwa orang Sali kemudian disingkirkan dari Batavia oleh salah satu puak Saksen yang disebut "Kouadoi", ejaan Yunani dari kata "Quadi". Sejumlah penulis yakin bahwa bisa saja "Kouadoi" ini adalah sebutan yang telah keliru digunakan untuk menyebut orang Franka Kamavi, yang pernah disebut-sebut oleh Amianus.[13]

Menurut keterangan Zosimus, orang-orang Saksen ini pernah berperahu menyusuri Sungai Rhein untuk mendesak suku-suku Franka yang secara efektif melindungi tapal batas wilayah Kekaisaran Romawi, dan ke daerah muara sungai yang dikuasai Romawi. Kaisar Yulianus memanfaatkan situasi ini untuk mengizinkan orang Sali menetap di Toksandria, di selatan Batavia, tempat tinggal lama mereka ketika terusir sebelumnya:

"[Kaisar Yulianus] memerintahkan bala tentaranya untuk menyerang mereka dengan segera; tetapi jangan sampai menewaskan orang Sali, ataupun mencegah mereka memasuki wilayah Romawi, karena mereka datang bukan sebagai musuh, melainkan karena terpaksa [...] Segera sesudah orang Sali mendengar kebaikan hati Kaisar Yulianus Si Murtad, beberapa orang dari antara mereka pergi bersama raja mereka ke wilayah Romawi, dan yang lain melarikan diri ke pinggiran negeri mereka, tetapi semuanya dengan rendah hati memasrahkan hidup dan nasib mereka ke dalam kemurahan perlindungan kaisar."[14]

Orang-orang Sali kemudian dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan Romawi yang membela kekaisaran dari rongrongan gerombolan-gerombolan Franka lainnya. Di lain pihak Aminanus Marselinus mencatat bahwa orang Kamavi, yang biasanya dianggap masih tergolong orang Franka, sebagai suku Jermani yang masuk ke Toksandria kala itu. Berbeda dari orang Sali, orang-orang Kamavi berpindah karena terusir dari daerah-daerah Romawi, tempat mereka sebelumnya hidup berdampingan dengan orang-orang Romawi yang merasa kecewa karena rendahnya mutu gandum yang mereka hasilkan.[15]

Dalam sebuah syair yang ditulis pada tahun 400 Masehi, Klaudianus memuji-muji keberhasilan Stiliko menjinakkan suku-suku Jermani dengan menyebutkan sejumlah nama kaum yang mungkin semata-mata demi keindahan bunyi syair: "Orang Sali kini membajak ladang-ladangnya, orang Sugambri menempa pedang lurusnya menjadi arit yang lengkung" (orang Sugambri rupanya sudah lama ditaklukkan dan dipindahkan oleh orang Romawi).[16]

Semenjak era 420-an, di bawah pimpinan seorang tokoh bernama Klodio, sekelompok orang Franka menerobos tapal batas wilayah Silva Carbonaria yang didiami orang-orang Romawi, dan meluaskan daerah kekuasaan mereka sampai ke Sungai Somme di kawasan utara Prancis. Orang Franka kemudian menguasai daerah itu, termasuk kota Tournai di Belgia, dan kota Cambrai di Prancis. Klodio tidak pernah disebut sebagai orang Sali, hanya sebagai orang Franka, dan asal usulnya tidak jelas. Menurut Gregorius dari Tours (II.9), Klodio menyerang Tournai dari Carbonaria Silva, yakni dari sebuah benteng bernama Dispargum yang terletak di "Thoringia". Menurut tafsiran yang paling umum, "Dispargum" dan "Thoringia" bukanlah nama-nama tempat di Batavia maupun Toksandria, yakni daerah-daerah tempat orang Sali bermukim.

Pada 451, seteru Klodio, Flavius Aëtius, penguasa de facto Kekaisaran Romawi Barat, menyeru suku-suku Jermani sekutunya yang berdiam di wilayah Romawi untuk membantunya menghadapi invasi orang Hun di bawah pimpinan Attila. Orang Franka menanggapi seruan itu, membentuk persekutuan dengan orang Romawi dan orang Visigoth untuk sementara waktu, dan bersama-sama menggempur orang Hun dalam pertempuran medan Katalaunia. Kemenangan mereka secara de facto melenyapkan ancaman orang Hun atas Eropa Barat.

Naskah Notitia Dignitatum yang berisi perincian kesatuan-kesatuan militer Romawi pada abad ke-5 menyebutkan bahwa Salii iuniores Gallicani (orang Sali kecil dari Galia) bermarkas di Hispania, dan Salii seniores (orang Sali besar) bermarkas di Galia. Ada pula keterangan tentang numerus Saliorum (sejumlah kesatuan orang Sali lainnya).[17]

Meskipun tidak dapat dipastikan kebenarannya, Kilderik I dan putranya, Klovis I, yang berhasil menguasai Galia Romawi, konon masih terhitung berkerabat dengan Klodio. Lagi pula kitab undang-undang yang mereka keluarkan untuk diterapkan di negeri-negeri berpenduduk Romawi antara Sungai Loire dan Silva Carbonaria, yakni wilayah yang disebut Neustria oleh orang-orang Franka, disebut sebagai Hukum Sali.[18] Nama wangsa mereka, Meroving, berasal dari nama ayah Kilderik, yakni Merovek, yang konon lahir secara ajaib.[19] Kilderik dan Klovis disebut-sebut sebagai raja-raja orang Franka, dan penguasa-penguasa provinsi Romawi Belgica Secunda. Pada 486, Klovis menjadi penguasa mutlak atas sebuah kerajaan Jermani yang warganya terdiri atas campuran orang-orang Galoroman dan Jermani. Ia mengukuhkan kekuasaannya dengan kemenangannya atas orang-orang Galia-Romawi dan seluruh puak Franka, serta menjadikan Paris sebagai ibu kota kerajaannya. Setelah Klovis mengalahkan orang Visigoth dan orang Alemani, putra-putranya menyingkirkan orang Visigoth ke Spanyol dan menundukkan orang Burgundi, orang Alemani, dan orang Turingi. Sekalipun demikian, setelah berkuasa selama 250 tahun dan melalui banyak pertikaian internal, wangsa Meroving sedikit demi sedikit mengalami kemerosotan. Kekuasaan wangsa Meroving jatuh ke tangan wangsa Karoling yang berasal dari daerah utara, yakni daerah di sekitar Sungai Maas yang kini berada dalam wilayah Belgia dan kawasan selatan Negeri Belanda.

Di Galia, masyarakat Romawi membaur dan menyatu dengan masyarakat Jermani. Pada masa pemerintahan raja-raja wangsa Meroving, orang Franka mulai menerima agama Kristen setelah Raja Klovis I dibaptis pada 496. Peristiwa pembaptisan ini menjadi awal mula persekutuan antara Kerajaan Franka dan Gereja Katolik Roma. Tidak seperti orang Goth, orang Burgundi, dan orang Lombardi yang menerima bidah Arianisme, orang Sali semenjak awal sudah menerima agama Kristen Katolik; penerimaan agama Kristen Katolik ini membuat orang Sali memiliki keterkaitan dengan hierarki kepemimpinan Gereja, dan dengan rakyat di daerah-daerah taklukan mereka.

Pembagi-bagian wilayah Kerajaan Franka oleh keempat putra Raja Klovis pada 511 adalah suatu peristiwa yang terulang di kemudian hari dalam sejarah orang Franka sesudah lebih dari empat abad. Kala itu, Hukum Sali telah menetapkan hak khusus keturunan laki-laki untuk mewarisi gelar kepemimpinan. Meskipun demikian, asas ini ternyata lebih merupakan suatu usaha tafsir, ketimbang suatu penerapan sederhana dari cara alih gelar atau alih jabatan yang baru. Pada kenyataannya, memang tidak ada jejak keberadaan suatu praktik yang sudah melembaga sehubungan dengan pembagian wilayah kekuasaan yang dapat ditemukan dalam suku-suku Jermani selain Franka.

Rujukan

  1. ^ Bahasa Latin: Francos, eos videlicet quos consuetudo Salios appellavit. Bahasa Latin,Bahasa Inggris.
  2. ^ a b Naam regio: Salland (dalam bahasa Belanda) Diarsipkan 2016-11-24 di Wayback Machine., hlm.6, Rijksdienst voor het Cultureel Erfgoed
  3. ^ Ulrich Nonn, Die Franken, hlm.82
  4. ^ Halsall p.308
  5. ^ Perry, Walter Copland (1857). The Franks, from their first appearance in history to the death of King Pepin [Orang Franka, mulai dari kemunculan perdananya dalam sejarah sampai dengan mangkatnya Raja Pipin]. London: Longman, Brown, Green, Longmans, and Roberts. 
  6. ^ Lanting; van der Plicht (2010), "De 14C-chronologie van de Nederlandse Pre- en Protohistorie VI: Romeinse tijd en Merovingische periode, deel A: historische bronnen en chronologische schema's", Palaeohistoria, 51/52: 69 
  7. ^ G. Salaün, A. McGregor & P. Périn, "Empreintes inédites de l'anneau sigillaire de Childéric Ier: état des connaissances", Antiquités Nationales, 39 (2008), hlmn. 217-224 (khususnya hlm. 218).
  8. ^ K. Fischer Drew, The laws of the Salian Franks. Translated and with an Introduction by Katherine Fischer Drew [Hukum-hukum orang Franka Sali. Diterjemahkan dan diberi pengantar oleh Katherine Fischer Drew] (1991), 6
  9. ^ Halsall
  10. ^ Eutropius, Ikhtisar Sejarah Romawi Kitab IX:21
  11. ^ Zosimus, Nova Historia Kitab I dan Panegyrici Latini kepada Konstantinus Klorus, [1].
  12. ^ Lanting; van der Plicht (2010) hlmn.67&73
  13. ^ Lanting; van der Plicht (2010) hlm.69, Nonn hlm.26
  14. ^ Zosimus Nova Historia Kitab III
  15. ^ Ammianus Marcellinus, Res Gestae, Book XVII-8
  16. ^ http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Claudian/De_Consulatu_Stilichonis/1*.html
  17. ^ Nonn hlm.26
  18. ^ Contohnya lihat James hlm.58.
  19. ^  Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Merovingians". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11). Cambridge University Press. 

Sumber

Primer
Sekunder
Kembali kehalaman sebelumnya