No Man's Land
No Man’s land adalah grup band musik asal Kota Malang, Jawa Timur Indonesia yang didirikan tahun 1994 formasi awal mereka adalah Didit Samodra, Didik Afandi dan Ferry. Mereka memainkan musik Oi!/Streetpunk dan merupakan salah satu band dengan riwayat karier cukup panjang di kancah skena Punk dan Skinhead di Indonesia. Mereka telah bermain dalam ratusan panggung di berbagai kota di Indonesia. No Man’s Land telah merilis 21 album yang terdiri atas 10 studio album, 6 album EP, 4 the best album dan 1 Live album serta puluhan kompilasi baik lokal maupun internasional. Didit Samodra sepanjang kariernya telah menulis lagu untuk No Man’s Land lebih dari 150 lagu. 145 di antaranya telah dirilis secara fisik baik dalam format kaset, CD maupun Vinyl. Delapan puluh persen karya mereka dirilis berbagai label Eropa khususnya Aggrobeat Records dari Belanda dan Rusty Knife Records dari Prancis. SejarahNo Man's Land didirikan pada tahun 1994. Mereka adalah salah satu pelopor skena skinhead di Indonesia oleh tiga orang sahabat yang bertempat di Malang, kota terbesar kedua di Jawa Timur, Fery, Didik dan Didit. Mereka bertiga sangat menyukai musik yang sama, yaitu musik cadas. Setelah menyelesaikan sekolah ketiga sahabat itu membentuk band Bernama No Man's Land pada tahun 1994, dan pada tahun 1996 mereka menambahkan Catur pada Bass. Mereka mengambil nama ini dari film perang yang pernah mereka tonton. Ketika band ini didirikan, musiknya adalah semacam punkrock sing-a-long yang ceria. Setelah Didit mengenalkan mereka pada Oi! band seperti The Last Resort, The Oppressed, Cockney Rejects dan The Strike mereka mengubah arah musik. Pada tahun 2001 band ini sedikit melambat untuk sementara waktu. Sebagian besar anggota menikah dan Didit mendapat pekerjaan di luar kota. Waktu berubah, para personil kini memiliki sedikit waktu untuk band dan No Man's Land akhirnya hanya bisa bermain sebulan sekali dan sulit untuk menggelar panggungnya di luar kota. Pada tahun 2005 Didit berganti pekerjaan dan memiliki lebih banyak waktu untuk berlatih dan manggung. Sekarang band menjadi lebih aktif lagi. No Man’s Land mendapatkan status veteran di skena saat ini. Setelah beberapa penundaan, tahun 2008 No Man's Land merekam untuk album barunya. 4 tahun kemudian album itu resmi dirilis oleh dua label dari Jerman, berjudul “Scattered Around And Buried”, itulah untuk pertama kalinya mereka merilis full albumnya di Eropa tepatnya awal tahun 2012. Setelah itu, mereka merilis lebih dari 10 rilisan fisik untuk beberapa label Eropa, baik album studio, EP maupun split dengan band lain. Sejak tahun-tahun itu band ini menjadi salah satu Oi! band Asia paling berbahaya. No Man's Land tetap setia pada akarnya, baik secara lirik maupun musik. Sebelum band tersebut bubar, mereka melakukan aksi panggung terakhir pada 1 April 2018 di Malang. NamaNama No Man's Land dipilih karena dianggap mampu mewakili isi pikiran mereka. Secara harfiah, No Man's Land berarti tanah tak bertuan. Didit dan kawan-kawan berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang kekal menjadi milik seseorang. Semua hanya masalah waktu, apapun yang ada di muka bumi bakal bisa berganti kepemilikan. "Tidak ada yang menjadi tuan di atas muka bumi. Seseorang hanya memiliki hak pakai, namun akan bergantian sesuai masa masing-masing," jelas Didit tentang arti nama No Man's Land.[1] Karier musikMomen Sejarah Aksi Panggung Pertama KaliAkhirnya formasi baru terbentuk, Didit Samodra di vokal dan gitar, Didik pada drum, sementara itu Ferry mengisi bass. Bersamaan dengan momen perekrutan Ferry, Didit mendapatkan tawaran dari sepupunya, Budi, untuk manggung di sebuah parade musik di Turen dua minggu lagi. Sebuah band batal bermain dan panitia mencari band pengganti. Walau baru terbentuk dan persiapan masih serba minim, mereka memutuskan untuk menerima tawaran itu. Satu-satunya yang membuat mereka percaya diri adalah No Man's Land bakal membawakan lagu sendiri, bukan punya orang lain. Dalam waktu yang cukup singkat ini, Ferry benar-benar digembleng untuk mengenal dan mempelajari lagu-lagu No Man's Land. Hari menegangkan itu tiba. Untuk pertama kalinya No Man's Land beraksi di atas panggung. Rombongan kecil itu berangkat ke Turen, sekitar 30 kilometer dari Kota Malang, ditemani oleh Rully yang rencananya menjadi juru foto band. Sesampainya di sana, mental mereka kembali diuji. The Biz, band yang akan mereka gantikan, ternyata berada di urutan terakhir. Praktis No Man’s Land harus menunggu sampai tengah malam sebelum naik ke atas panggung.[2] Anggota BandVokal
Gitaris
Bassis
Drummer
Additional Drummer
DiskografiAlbum Studio
E.P Album
Live Album
The Best Album
Compilation Albums
Rilisan lainTidak hanya rilisan berupa musik, No Man's Land juga mengabadikan karyanya berupa media lain seperti buku 20 Tahun No Man's Land (Konsistensi Di Skena Skinhead dan Punk) yang ditulis Adhib Mujaddid pada tahun 2015, True To Myself (Perihal No Man's Land Dan Akhirnya Saya Gantung Boot) yang ditulis sendiri front man No Man's Land Dian Samodra Arief, yang lebih akrab dipanggil Didit Samodra. Selain buku, pada awal tahun 2023 film dokumenter berjudul Oi! Dari Kota Bunga yang disutradarai oleh Gaharu Jabal juga resmi di terbitkan melalui kanal Youtube Malang Bawah Tanah. Dokumenter ini juga banyak bercerita tentang perjalanan panjang No Man's Land dalam skena skinhead dan punk di Indonesia. Referensi
Pranala luar |