Nicolas Steno
Nicolas Steno (1 Januari 1638 – 25 November 1686[2][3] [NS: 11 Januari 1638 – 5 Desember 1686][2]) adalah seorang uskup dan ilmuwan Katolik asal Denmark yang merintis ilmu anatomi dan geologi. Pada tahun 1659, Steno memutuskan untuk tidak menerima kebenaran sebuah pernyataan hanya karena pernyataan itu tertulis di buku dan ingin bergantung pada hasil penelitiannya sendiri.[notes 1] Ia dianggap sebagai salah seorang pendiri stratigrafi modern dan geologi modern bersama James Hutton.[1][5] Paus Yohanes Paulus II membeatifikasi Steno pada tahun 1988.[6] Kehidupan awal dan karierNicolas Steno (bahasa Denmark: Niels Stensen; Dilatinkan menjadi Nicolaus Steno)[notes 2] lahir di Kopenhagen pada Hari Tahun Baru (kalender Julian), putra seorang pandai emas Lutheran yang rutin bekerja untuk Raja Christian IV dari Denmark. Stensen dibesarkan secara tertutup sepanjang masa kanak-kanaknya disebabkan penyakit yang tidak diketahui. Pada tahun 1644, ayahnya meninggal dunia, dan ibunya menikahi pandai emas lain. Tahun 1654–1655, 240 murid sekolahnya meninggal akibat wabah. Di seberang jalan, hiduplah Peder Schumacher (yang kelak menawarkan Steno jabatan profesor di Kopenhagen tahun 1671). Setelah menyelesaikan pendidikan di universitas, Steno bepergian melintasi Eropa; faktanya, ia akan terus bepergian sampai akhir hayatnya. Di Belanda, Prancis, Italia, dan Jerman, ia bertemu dengan sejumlah fisikawan dan ilmuwan ternama. Pengaruh dari mereka mendorongnya untuk menggunakan kemampuan pengamatannya untuk membuat sejumlah penemuan ilmiah penting. Pada masa ketika pertanyaan ilmiah dijawab oleh pemikiran lama, Steno cukup yakin untuk memercayai matanya sendiri, bahkan ketika pengamatannya berbeda dengan doktrin-doktrin yang berkembang pada masa itu. Atas bujukan Thomas Bartholin, Steno pertama pergi ke Rostock, kemudian Amsterdam, tempat ia mempelajari anatomi pada Gerard Blasius dan kembali fokus pada sistem limpa. Beberapa bulan kemudian, Steno pindah ke Leiden dan bertemu dengan mahasiswa Jan Swammerdam, Frederik Ruysch, Reinier de Graaf, Franciscus de le Boe Sylvius, seorang profesor terkenal, dan Baruch Spinoza.[8] Saat itu, Descartes sedang menerbitkan karya mengenai cara kerja otak, dan Steno tidak berpikir bahwa penjelasannya tentang asal mula air mata benar. Ia berangkat ke Saumur dan bertemu dengan Melchisédech Thévenot dan Ole Borch. Steno pergi ke Montpellier dan bertemu Martin Lister dan William Croone yang memperkenalkan karya Steno kepada Royal Society. Di Pisa, Steno bertemu Adipati Agung Toscana, yang mendukung seni dan ilmu pengetahuan. Steno diundang untuk tinggal di Palazzo Vecchio, sebagai imbalannya ia harus mengadakan Kabinet keingintahuan. Steno pertama berangkat ke Roma dan menemui Alexander VII dan Marcello Malpighi. Sebagai seorang anatomis di rumah sakit, Steno berfokus pada sistem otot dan sifat kontraksi otot. Ia juga menjadi anggota Accademia del Cimento di Firenze. Seperti Vincenzio Viviani, Steno menggunakan geometri untuk memperlihatkan bahwa otot yang berkontraksi mengubah bentuk otot tanpa mengubah volumenya. Sumbangan ilmiahAnatomiSelama menetap di Amsterdam, Steno menemukan struktur yang belum dideskripsikan sebelumnya, "ductus stenonianus" (duktus kelenjar liur parotid) pada kepala domba, anjing dan kelinci. Sengketa mengenai hak penemuan bersama Blasius pun muncul, namun nama Steno masih dikaitkan dengan struktur yang sekarang dikenal sebagai duktus Stenon.[9] Di Leiden, Steno mempelajari jantung, dan menetapkan bahwa jantung adalah otot biasa.[10][11] PaleontologiPada bulan Oktober 1666, dua nelayan menangkap seekor hiu betina raksasa dekat kota Livorno, dan Ferdinando II de' Medici, Adipati Agung Toscana, memerintahkan kepalanya dikirim kepada Steno. Steno membelah kepalanya dan empublikasikan penemuannya pada tahun 1667. Ia mencatat bahwa gigi hiu memiliki kesamaan dengan objek batuan tertentu yang ditemukan di bawah formasi batuan, yang disebut para pendahulunya sebagai glossopetrae atau "batu lidah". Pemikir lama, seperti penulis Romawi Kuno Plinius si Tua, dalam Naturalis Historia, menyatakan bahwa batu-batu itu jatuh dari langit atau dari Bulan. Pihak lainnya juga beropini, mengikuti pemikir lama, bahwa fosil secara alami tumbuh di dalam batuan. Pendahulu Steno, Athanasius Kircher, misalnya, menjelaskan fosil sebagai suatu "cairan membatu yang menyebar di seluruh lapisan geokosmik", dianggap sebagai karakteristik Bumi yang tetap — suatu pendekatan Aristotelian. Tetapi, Fabio Colonna telah membuktikan dengan baik bahwa glossopetrae adalah gigi hiu,[12] dalam traktatnya De glossopetris dissertatio yang diterbitkan tahun 1616.[13] Steno melengkapi teori Colonna dengan diskusi mengenai perbedaan komposisi antara glossopetrae dan gigi hiu hidup, sambil memikirkan bahwa komposisi kimia fosil dapat diubah tanpa mengubah bentuknya menggunakan teori zat korpuskular lama. Penelitian Steno terhadap gigi hiu memunculkan pertanyaan baginya tentang bagaimana benda padat bisa ditemukan di dalam benda padat lain, seperti batu atau lapisan batu. "Benda padat di dalam benda padat" yang menarik ketertarikan Steno bukan saja fosil, namun juga mineral, kristal, enkrustasi, pembuluh, dan bahkan seluruh lapisan batuan atau strata. Ia menerbitkan studi geologinya dalam De solido intra solidum naturaliter contento dissertationis prodromus, atau Wacana pendahuluan untuk disertasi mengenai benda padat yang secara alami terkandung di dalam benda padat pada tahun 1669. Steno bukanlah yang pertama mengidentifikasi bahwa fosil berasal dari organisme hidup; pendahulunya, Robert Hooke dan John Ray, juga menyatakan bahwa fosil adalah sisa-sisa organisme yang pernah hidup. Geologi dan stratigrafiSteno, dalam Dissertationis prodromus-nya tahun 1669, menetapkan tiga prinsip ilmu stratigrafi: hukum superposisi: "...pada masa ketika stratum apapun terbentuk, semua materi yang ada di atasnya berupa cairan, dan, maka dari itu, ketika stratum paling bawah terbentuk, strata paling atas belum terbentuk"; prinsip horizontalitas asli: "Strata yang tegak lurus terhadap cakrawala atau condong ke cakrawala pernah paralel terhadap cakrawala"; prinsip kontinuitas lateral: "Material yang membentuk stratum apapun saling berhubungan di permukaan Bumi sampai ada benda padat lain yang menghalangi jalannya"; dan prinsip diskontinuitas melintang: "Jika suatu badan atau diskontinuitas memotong melintasi suatu stratum, maka badan tersebut pasti terbentuk setelah stratum tersebut."[14] Prinsip-prinsip tersebut diterapkan dan diperluas pada tahun 1772 oleh Jean-Baptiste L. Romé de l'Isle. Teori terkenal Steno bahwa catatan fosil adalah kronologi bermacam makhluk hidup di era yang berbeda adalah sine qua non untuk teori Darwin tentang seleksi alam. KristalografiPrinsip dalam kristalografi, yang dikenal sebagai hukum Steno atau hukum sudut konstan Steno, menyatakan bahwa sudut antara bidang-bidang kristal yang saling berkaitan sama untuk semua spesimen material yang sama, suatu terobosan besar yang membentuk dasar seluruh penelitian terhadap struktur kristal.[15] Studi keagamaanPikiran Steno yang bertanya-tanya juga mempengaruhi pandangan keagamaannya. Setelah dibesarkan dalam kepercayaan Lutheran, ia langsung mempertanyaakn ajaran-ajarannya, sesuatu yang kelak menjadi masalah besar ketika berkonfrontasi dengan Katolik Roma ketika belajar di Firenze. Setelah melakukan studi teologi komparatif, termasuk membaca Bapa Gereja dan menggunakan kemampuan pengamatan alaminya, ia memutuskan bahwa Katolik memberikan nafkah yang lebih baik untuk keingintahuannya yang konstan. Steno pindah ke agama Katolik pada Hari Para Mendiang ketika dipaksa Lavinia Cenami Arnolfini. Steno berangkat ke Hungaria, Austria, dan pada musim semi 1670 ia tiba di Amsterdam. Di sana ia bertemu kawan lamanya, Jan Swammerdam dan Reinier de Graaf. Bersama Anna Maria van Schurman dan Antoinette Bourignon, ia membicarakan topik-topik ilmiah dan religius. Kutipan berikut berasal dari sebuah pidato tahun 1673:
Belum jelas apakah ia telah bertemu Nicolaes Wisen, namun ia pernah membaca buku Witsen tentang pembangunan kapal. Pada tahun 1671, ia menduduki sebuah jabatan di Kopenhagen, tetapi menjanjikan Cosimo III de' Medici bahwa ia akan kembali ketika ia ditunjuk sebagai tutor untuk Ferdinando III de' Medici. Pada tahun 1675, Steno kembali ke Firenze dan ditahbiskan sebagai pendeta. Athanasius Kircher menanyakan apa alasan Steno. Steno meninggalkan ilmu pengetahuan dan menjadi salah seorang figur utama Kontra-Reformasi. Pada tahun setelah ia dijadikan uskup, dan mungkin terlibat dalam pelarangan terbitan Spinoza,[17] ia mendatangi sebuah misi Lutheran di utara atas undangan John Frederick, Adipati Brunswick-Lüneburg. Di sana ia berbincang dengan Gottfried Leibniz, pustakawan; keduanya membicarakan Spinoza dan suratnya kepada Albert Burgh, yang kelak menjadi murid Steno.[18] Leibniz menyarankan reunifikasi gereja. Steno bekerja di kota Hannover sampai tahun 1680. Ia kemudian menduduki jabatan di Münster (Gereja Saint Liudger) karena pangeran-elektor yang baru, Ernest Augustus, Elektor Hanover adalah seorang Protestan. Sebelumnya, istri Augustus, Sophia dari Hanover, menertawakan kesalehan Steno; ia telah menjual cincin dan salib uskupnya untuk membantu kaum yang tidak mampu. Pada tahunn 1684, Steno pindah ke Hamburg setelah bertengkar mengenai pemilihan uskup baru, Maximilian Henry dari Bavaria. Di sana, Steno kembali terlibat mempelajari otak dan sistem saraf bersama kawan lamanya Dirck Kerckring. Steno diundang ke Schwerin, ketika sudah semakin jelas bahwa ia tidak diterima di Hamburg. Steno berpakaian seperti orang miskin berjubah tua. Ia menaiki gerobak terbuka dalam keadaan salju dan hujan. Bertahan hidup dengan roti dan bir selama empat hari seminggu, ia menjadi begitu kurus.[notes 3] Ketika Steno telah menyelesaikan misinya, beberapa tahun tugas sulit, ia ingin pulang ke Italia. Sebelum ia dapat pulang, Steno sakit keras, perutnya membengkak hari demi hari. Steno meninggal dunia di Jerman setelah cukup menderita. Jenazahnya dikirimkan oleh Kerckring ke Firenze dan dimakamkan di Basilika San Lorenzo dekat pelindungnya, keluarga De' Medici. Pada tahun 1953, makamnya ditemukan, dan jenazahnya (tanpa tengkorak yang hilang) dimakamkan kembali setelah diarak keliling kota.[19] BeatifikasiSetelah meninggal dunia tahun 1686, Steno diangkat sebagai santo di diosesan Hildesheim.[7] Kesalehan dan kebajikan Steno telah dinilai dengan keputusan berhak menjalani kanonisasi. Proses kanonisasinya dimulai di Osnabrück tahun 1938.[7] Pada tahun 1953, jenazahnya digali, dan dimakamkan kembali Capella Stenoniana, namun tanpa tengkorak yang hilang. Pemerintah Italia menyumbangkan sebuah sarkofagus Kristen abad ke-4 yang ditemukan di sungai Arno.[7] Pada tahun 1988, ia dinyatakan "beatus" – tahap pertama untuk dijadikan santo – oleh Paus Yohanes Paulus II. Ia sekarang dipanggil Blessed Nicolas Steno oleh para penganut Katolik. Hari perayaannya tanggal 5 Desember.[7] PeninggalanKehidupan dan karya Steno telah dipelajari, terutama mengenai pengembangan geologi pada akhir abad ke-19.
Karya utama
Catatan kaki
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Nicolaus Steno.
|