Neil Ferguson (epidemiolog)
Neil Ferguson adalah ahli wabah. Ia memiliki latar belakang biologi matematis, yang memiliki spesialisasi wabah penyakit menular manusia dan binatang. Ia direktur Abdul Latif Jameel Institute for Disease and Emergency Analytics (J-IDEA), Kepala Departemen Pengetahuan Wabah Penyakit Menular di School of Public Health dan Wakil Dekan Academic Development di Fakultas Pengobatan, di Imperial College, London. Ferguson menggunakan modelling matematis untuk memperoleh beberapa wabah penyakit menular termasuk flu babi tahun 2009 di Kerajaan Inggris dan epidemi Ebola di Afrika Barat tahun 2016. Ia juga meneliti penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam zika, demam kuning, demam dengi, dan malaria.[2] Pada bulan Februari 2020, di tengah merebaknya pandemi novel coronavirus, yang dimulai di China, Ferguson dan timnya menggunakan model statistik untuk memperkirakan bahwa kasus Covid 19 sebenarnya kurang terdeteksi di China.[3] Ia melaporkan bahwa pada 18 Maret 2020, ia memperlihatkan gejala tertular Covid 19 dan melakukan isolasi mandiri. Diperkirakan Ferguson tertular saat mendatangi Konperensi Pers di Downing Street dua hari sebelumnya, sekaligus juga bertemu Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.[4] Masa kecil dan pendidikanNeil Ferguson lahir di Cumbria dan besar di Mid Wales. Ia melewati sekolah tingkat atas di SMA Llanidloes. Ayahnya adalah seorang psikolog pendidikan, sementara ibunya penjaga perpustakaan yang kemudian menjadi pendeta Anglikan.[5] Ia menerima Master of Arts in Physics tahun 1990 di Lady Margaret Hall, Oxford dan gelar Doctor of Philosophy degree in theoretical physics empat tahun kemudian di Linacre College, Oxford. Riset doktoralnya meneliti interpolasi dari crystalline menjadi permukaan acak yang tertriangulasi secara dinamis, disupervisi oleh John F. Wheate.[6] PenelitianCovid 19Pada bulan Februari 2020, saat merebaknya novel coronavirus (hingga Maret 2020), yang bermula di China, menggunakan model statistikal yang mempertimbangkan angka kematian dan kesembuhan di China, wisatawan dari luar China, dan mereka yang terkontak yang sudah pulang, Ferguson, Azra Ghani, dan tim memperkirakan bahwa angka resmi penularan yang ada saat ini jauh dari angka sebenarnya di lapamgan. Pada bulan yang sama ia memperkirakan hanya 10 persen kasus yang terdeteksi di China. Ia mencatat bahwa jumlah tes kit yang ada patut dipertanyakan, dan Ferguson menghitung bahwa hanya satu dari tiga kasus yang terjadi di UK terdeteksi. Ia menyatakan bahwa "Diperkirakan bahwa dua pertiga dari kasus perjalanan dari China hingga saat ini belum terdeteksi. Kemungkinan besar mereka yang tidak terdeteksi akan mulai membentuk rantai penularan begitu masuk ke sebuah negeri." Ia juga mengklaim bahwa novel coronavirus bisa mempengaruhi 60 persen populasi UK, dalam skenario terburuk dan memperkirakan bahwa, "akibat dari epidemi ini bisa sebanding dengan pandemi influenza sepanjang abad 20."[7] EbolaTahun 2014, sebagai Direktur di UK Medical Research Council's centre untuk analisis dan modeling penyebaran penyakit di Imperial, Ferguson memberikan analisis data untuk WHO, berdasarkan pandemi yang terjadi di Afrika Barat. Pada tahun yang sama, ia menerbitkan paper bersama Christopher J. M. Whitty di Nature dengan judul "Infectious disease: Tough choices to reduce Ebola transmission", guna menjelaskan respon pemerintah Kerajaan Inggris terhadap mewabahnya Ebola di Sierra Leone, termasuk juga proposal untuk membangun dan mendukung pusat-pusat isolasi mandiri untuk masyarakat jika mereka dicurigai terkena penyakit tersebut.[8] Flu babiSaat merebaknya flu babi di Kerajaan Inggris pada tahun 2009, ia menulis dalam sebuah artikel berjudul "Closure of schools during an influenza pandemic", yang diterbitkan Lancet Infectious Diseases, bahwa penutupan sekolah perlu dilakukan untuk mencegah semakin menularnya penyakit ini, memperlambat penyebarannya, dan menunda-nunda waktu untuk memberi kesempatan pengembangan vaksinnya. Timnya melaporkan bahwa efek ekonomi dan ketenagakerjaan dari penutupan sekolah akan terjadi karena dokter dan perawat yang ada di sana kebanyakan perempuan, yang setidaknya setengahnya memiliki anak-anak berumur di bawah 16 tahun. Mereka mempelajari pola ini pada pandemik flu 1918, influenza pada 1957 dan flu 1968.[9] Mereka juga memperhatikan pola penyebaran influenza di Perancis saat libur sekolah Perancis, yang memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kasus flu saat sekolah ditutup dan merebak kembali saat libur usai. Mereka mencatat bahwa saat terjadi demonstrasi guru saat terjadi musim flu 1999-2000, kunjungan ke dokter dan angka penyakit pernapasan berkurang hingga 1/5 - 2/5 nya.[9] Dalam laprannya kepada House of Lords tahun 2009, Ferguson merekomendasikan untuk menghentikan flu babi bisa dilakukan dengan cara mengobati kasus yang sudah diisolasi dengan antivirus, usaha-usaha kesehatan publik seperti penutupan sekolah, pembatasan perjalanan di sekitar daerah terdampak, dan penggunaan antiviral prophylaxis terhadap populasi yang terjangkit dan penggunaan vaksin bila telah tersedia." Ia juga mempertanyakan kenapa tidak ada usaha memvaksinasi petugas kesehatan pada saat tersebut.[9] PublikasiBerikut beberapa hasil penelitiannya yang telah diterbitkan:[10][11][12]
PenghargaanFerguson dianugerahi gelar kehormatan Order of the British Empire (OBE) pada tahun 2002 dalam 2002 New Year Honours untuk sumbangsihnya dalam permodelan penyakit mulut dan kaki pada tahun 2001 di Kerajaan Inggris. Ia juga terpilih sebagai Fellow of the Academy of Medical Sciences (FMedSci) pada tahun 2005.[22] Referensi
|