Ndalem Pujokusuman
Ndalem Pujokusuman atau Ndalem Danudiningratan (bahasa Jawa: ꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦸꦗꦏꦸꦱꦸꦩꦤ꧀, translit. Ndalěm Pujåkusuman) berada di kelurahan Keparakan, kěmantrèn Mergangsan, kota Yogyakarta.[1][2] Bangunan ini dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwana II. Pada awalnya dalem ini ditempati oleh KRT Danudiningrat yang merupakan menantu Sultan Hamengku Buwana VII. Pada tahun 1901 diberikan kepada GBPH Pujokusumo yang merupakan putra Sultan Hamengku Buwana VIII. Pada tahun 1948 hingga 1949, dalem ini pernah digunakan sebagai markas pasukan gerilya Hantu Maut.[3][4][5][6] RiwayatDalem Pujokusurnan ini dibangun pada masa Hamengkubuwana II dan pada masa perjuangan pernah digunakan sebagai Markas Laskar Hantu Maut. Pada masa penjajahan Belanda, GBPH Pujokusumo dikenal sebagai pejuang yang ulet dan tidak pernah mau kompromi dengan Belanda.[7][8] Bangunan terdiri atas pendopo, balai rata, pringgitan, dalem (sentong kanan, sentong tengah, sentong kiri), gandhok kanan, gandhok kiri, dan gadri. Pada saat ini, Ndalem Pujokusuman digunakan sebagai salah satu wadah pelestarian seni tradisional Yogyakarta di bawah pengelolaan Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa dan pada tahun 2011 ditetapkan sebagai pusat seni tari gaya Yogyakarta oleh Pemerintah Provinsi DIY. Kiprah Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa yang rutin menyenggarakan pendidikan tari di nDalem Pujokusuman telah melestarikan tari klasik dan menelurkan banyak penari handal.[9] Tari Golek Ayun-ayun yang diciptakan Rama Sas pada tahun 1976 sangat kerap dipentaskan dalam berbagai acara oleh beragam penari. Tari ini mengambarkan seorang gadis remaja yang tengah beranjak dewasa dan senang mempercantik diri sendiri. Meski tari tunggal namun dalam penyajiannya bisa juga ditarikan oleh lebih dari seorang penari dengan mengolah komposisi pola lantainya.[10][11] Begitulah saat peringatan ulang tahun YPBSM ke-54, Golek Ayun-Ayun ditarikan oleh para penari dari sanggar penciptanya di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta. Malam itu tari Golek Ayun-Ayun dibawakan oleh lima orang penari dengan stilisasi gerak yang anggun dan indah.[12][13] Diiringi gending yang bertempo lambat, tercipta rasa ayem dan adem bagi penonton. Dipentaskan pula tari Bedaya Awalokiteswara ciptaan istri Rama Sas, Siti Sutiyah Sasmintadipura,[14] yang kini memimpin YPBSM.[15][16] Tari ini mengambil cerita dari legenda di kalangan masyarakat Buddha yang sangat populer di China, Jepang, India dan Thailand. Awalokiteswara adalah salah seorang murid sang Buddha yang sudah mencapai kesempurnaan dan berkedudukan di langit. Ia dipercaya sebagai dewi penolong karena selalu melihat ke alam dan mendengarkan keluh kesah serta menolong penderitaan umat manusia yang memintanya. Diiringi gending yang ditata Bayu Papang Purnama, tarian ini juga lamban dan anggun.Pementasan bertajuk Revitalisasi Tari Klasik Gaya Yogyakarta #2 ini cukup dinamis karena menampilkan pula tari Yoga Nuraga dan Topeng Ngelana yang rancak. Tari Yoga Nuraga yang dibawakan oleh lima anak-anak berusia sekolah dasar bergerak dengan lincah.[17] Maklum, tari ciptaan Ical Yulianto ini kental dengan suasana bermain anak-anak. Kostumnya tradisional berunsur kekinian. Blangkon di kepala, kemeja putih lengan pendek dengan dasi kupu-kupu hitam, serta selendang di pinggang.[18] Lihat pula
Rujukan
Daftar pustakaBuku
Jurnal
Bacaan lanjutan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Ndalem Pujokusuman. |