Mustofa (akuntan)
Drs. H. Mustofa, AK, CA (lahir 2 Juni 1949) adalah salah satu tokoh akuntan publik yang sangat diperhitungkan di Indonesia. Kantor Akuntan Publik Hans, Tuanakotta & Mustofa (HTM) yang dia dirikan kini menjadi salah satu dari empat besar Kantor Akuntan Publik di Indonesia [1] BiografiCita-cita menjadi akuntan publik merupakan keinginan Mustofa sejak lama. Bahkan, sejak dia menempuh pendidikan di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.[2] Maklum, saat itu untuk belajar menjadi akuntan seorang mahasiswa harus menempuh pendidikan manajemen terlebih dahulu. Di Jurusan Manajemen, Mustofa belajar tentang independensi. Dia mengaku sangat terpengaruh oleh dorongan untuk menjadi sosok yang penuh integritas. Pemikiran semacam itu membuat dirinya mengarah pada profesi akuntan publik. Kemudian Mustofa menjadi penulis lepas di sejumlah media di Surabaya, seperti Jawa Pos dan Surabaya Post. Dia juga mulai mengembangkan kegiatan di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jawa Timur. Awalnya, dia sekretaris IAI JATIM, kemudian ketua pada 1987–1994. Selanjutnya, dia menjadi pengurus IAI pusat. Pada saat yang sama, Mustofa mulai merintis kantor akuntan di Kota Pahlawan. Dia mendirikan Kantor akuntan publik (KAP) Drs. Mustofa pada 1983. Setelah berkembang, empat tahun kemudian KAP Mustofa merger dengan Kantor Akuntan Publik Mustofa, Tony, dan Surjadinata (MTS). Kantor pusatnya di Jakarta. Mereka yang bergabung dengan Mustofa adalah teman-temannya sesama akuntan di SGV-Utomo. KAP tersebut terus berkembang. pada 1990 MTS kembali melakukan merger. Kali ini dengan KAP Hans & Co. (Deloitte) dan Capelle & Tuanakotta (CT). Kantor-kantor tersebut lantas dikenal dengan Kantor Akuntan Publik Hans, Tuanakotta & Mustofa (HTM) yang menjadi member dari Deloitte, Touche, Tohmatsu (DTT) International. HTM inilah yang lantas menjadi salah satu kantor big four auditors di Indonesia.[3] Sukses Mustofa menjadi akuntan publik juga diikuti perjalanan karier yang menanjak di dunia akademik. Mustofa sejatinya sangat ingin menjadi dosen Fakultas Ekonomi (saat itu) UNAIR. Namun, karena satu dan lain hal, hal itu tidak terwujud. Dia lantas merintis dan mendirikan Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Hanya dalam tempo 5 tahun, jurusan yang baru didirikan itu mampu setara dengan UNAIR. Saat membangun jurusan tersebut, Mustofa menggunakan jalur IAI untuk mengangkatnya. Cara tersebut berhasil. Kini anak didik Mustofa sudah banyak yang menjadi Profesor dan Doktor [4] Beberapa bahkan juga menjadi penulis yang bagus. Meski begitu, Mustofa tak mau jabatan yang terlalu tinggi di kampus. Dia tidak mau jabatan lebih dari ketua jurusan. Tawaran menjadi dekan juga dia tepis. Alasannya, dia tak mau disibukkan dengan birokrasi kampus. Dia ingin waktunya lebih banyak diluar. Dia ingin bisa mencari pengajar yang top bagi para mahasiswa. Juga membuka jaringan ke luar. Upayanya berhasil. Kini, lulusan akuntansi Universitas Brawijaya tersebar mulai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan sejumlah KAP besar. Meski ”menyeberang” ke Universitas Brawijaya, Mustofa tak bisa dilepaskan dari almamaternya. Karena itu, dua buku yang dia terbitkan tentang pengelolaan kantor akuntan dia persembahkan untuk UNAIR.[5] Judulnya, Branding Kantor Akuntan dan Manajemen Modern Bisnis Kantor Akuntan. Buku tersebut ikut mengerek citra kampus di Surabaya tersebut.[6] Sebab, selama ini Mustofa lebih banyak diasosiasikan dengan Universitas Brawijaya. Kini, setelah pensiun dari HTM-Deloitte, Mustofa lebih banyak tinggal di Jakarta. Selain itu, dia menghabiskan waktu dengan traveling ke banyak negara. Setelah beberapa tahun HTM-Deloitte berjalan, para pendiri yang masih ada seperti Hans Kartikahadi, Paul Capelle, Th. M. Tuanakotta dan Mustofa memang sepakat pensiun bersama pada 2005. Para pendiri juga sepakat menyerahkan Deloitte kepada penerus yang sudah dipersiapkan. Mereka adalah Osman Sitorus, Danilo R. Alcantara, dan 9 partner senior lainnya. Referensi
Pranala luar |