Museum Karaeng Pattingalloang

Museum Karaeng Pattingalloang dari sisi depan.

Museum Karaeng Pattingalloang adalah museum khusus yang dibangun untuk mengenang riwayat hidup Karaeng Pattingalloang. Museum ini mulai dibangun sejak tahun 1989 dan selesai pada tahun 1995. Letak museum berada di sekitar Benteng Somba Opu, Barombong, Gowa. Koleksi yang dipamerkan dalam museum berupa mata uang, keramik, peninggalan budaya, teknologi, seni rupa, dan sejarah. Museum Karaeng Pattingalloang dapat dicapai melalui Bandar Udara Sultan Hasanuddin sejauh 26,3 km, dari Terminal Cappa Bunga sejauh 8,9 km, atau dari Pelabuhan Soekarno Hatta sejauh 10,7 km.[1]

Penamaan

Papan nama museum Karaeng Pattingalloang

Nama Museum Karaeng Pattingalloang berasal dari nama seorang bangsawan Kerajaan Tallo yaitu Karaeng Pattingalloang. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri pada masa pemerintahan Sultan Kesultanan Gowa ke-15 yaitu Sultan Malikussaid. Karaeng Pattingalloang adalah seorang saudagar dan ahli hukum. Ia juga menguasai Bahasa Belanda, Bahasa Denmark, Bahasa Spanyol dan Bahasa Tionghoa.[2]

Pemanfaatan

Museum Karaeng Pattingalloang digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan bersejarah milik Kesultanan Gowa. Koleksi ini kemudian dimanfaatkan lagi untuk melakukan penelitian tentang penyebaran Islam di wilayah Kesultanan Gowa. Penelitian ini terutama berkaitan dengan Benteng Somba Opu yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perdagangan Kesultanan Gowa di kawasan Indonesia Timur selama abad ke-16 hingga ke-17 Masehi.[2]

Tata pamer

Interior Museum Karaeng Pattingalloang

Sejak tahun 1992, pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Kapariwisataan, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Koleksi dalam museum merupakan hasil ekskavasi dari Benteng Somba Opu.[3] Bentuk museum ini aalah rumah panggung dengan model rumah controleur Belanda di Bone. Pendesainnya adalah Ananto Yudono dari Universitas Hasanuddin. Museum ini memiliki dua lantai. Lantai atas digunakan sebagai tempat pameran tetap dengan beragam koleksi. Lantai bawah digunakan sebagai tempat memperoleh informasi mengenai koleksi yang ada di lantai atas. Selain itu, di lantai bawah terdapat beberapa koleksi peralatan makan, keramik, batu bata, lukisan, alat musik tradisional, dan mata tombak. Bagian luar museum juga terdapat meriam besi, berbentuk bulat panjang dengan warna cokelat kehitaman.[4]

Penyampaian informasi dalam Museum Karaeng Pattingalloang dimulai dengan pengantar mengenai keistimewaan Karaeng Pattingalloang dan penjelasan tentang tema pameran. Setelah itu, diberikan informasi mengenai Kareang Pattingalloang sebagai negarawan dan sejarahnya hingga mampu menjadi perdana menteri. Informasi yang diberikan pada sesi ini adalah kegiatan Karaeng Pattingalloang selama menjadi Perdana Menteri. Sesi dilanjutkan dengan minat Kareang Pattingaloang terhadap ilmu pengetahuan. Sesi ini dimulai dengan pemesanan bola dunia, peta dunia, teleskop, dan atlas oleh Karaeng Pattingalloang. Kemudian dijelaskan tentang keahliannya dalam menguasai berbagai bahasa dan melakukan diplomasi. Sesi berikutnya berupa penyampaian informasi tentang Karaeng Pattingalloang sebagai saudagar yang yang berdagang untuk Kesultanan Gowa dan Kerajaan Tallo. Selain itu, juga diberikan informasi tentang usahanya dalam mengembangkan Somba Opu sebagai pusat perdagangan. Sesi terakhir berupa akhir hayat dari Karaeng Pattingalloang. Sesi ini menjelaskan kegiatannya yaitu menerjemahkan berbagai risalah bangsa Eropa, pemesanan perahu Galley dan atlas Maior Blaeu. Selain itu, sesi ini memberikan informasi tentang pesan terakhir dari Karaeng Pattingalloang sebelum wafat.[5]

Koleksi

Serpihan batu bata dengan tulisan kuno di Museum Karaeng Pattingalloang

Batu bata

Dalam Museum Karaeng Pattingalloang terdapat 14 batu bata polos dengan ukuran yang beragam. Panjangnya berkisar antara 23 hingga 31 cm dengan lebar antara 13 hingga 18,5 cm dan tebalnya antara 2,5 hingga 5 cm. Batu bata ini diperolah dari hasil ekskavasi Benteng Somba Opu dan digunakan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat terhadap warisan budaya dan identitas bangsa.[6]

Galeri

Referensi

  1. ^ Rusmiyati; et al. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid II (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 378. ISBN 978-979-8250-67-5. 
  2. ^ a b Muhaeminah 2014, hlm. 310.
  3. ^ Perdana 2020, hlm. 60-61.
  4. ^ Perdana 2020, hlm. 61.
  5. ^ Perdana 2020, hlm. 65.
  6. ^ Muhaeminah 2014, hlm. 311.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya