Museum Genosida Tuol SlengMuseum Genosida Tuol Sleng (Bahasa Khmer: សារមន្ទីរឧក្រិដ្ឋកម្មប្រល័យពូជសាសន៍ទួលស្លែង, Saramontir Ukred Thue Kamm Prolai Pouchsha Tuol Slaing) adalah sebuah Museum yang terletak di kota Phnom Penh, Kamboja. Museum ini menyimpan sejarah Genosida Kamboja.Tempat ini awalnya merupakan sebuah sekolah,[1] yang kemudian dialihfungsikan menjadi Kamp Konsentrasi pada masa rezim Komunis Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja pada saat itu, tepatnya dari tahun 1975-1979. Bangunan ini didirikan oleh Pol Pot, pemimpin dari Khmer Merah untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Diperkirakan ada 20.000 orang yang ditahan di Tuol Sleng. Bangunan tersebut merupakan salah satu dari sekitar 150 hingga 196 bangunan pusat penyiksaan dan eksekusi yang didirikan oleh Khmer Merah.[2] Nama Tuol Sleng merupakan Bahasa Khmer yang berarti "Bukit Pohon Beracun". SejarahTuol Sleng merupakan bekas Sekolah Tuol Svay Prey.[1] Pada masa rezim Khmer Merah bangunan sekolah tersebut dialih fungsikan menjadi sebuah penjara dan juga tempat interogasi para tawanan di bulan Maret atau April tahun 1976. Khmer Merah mengganti namanya menjadi "Penjara Keamanan 21" atau "Kompleks (S-21)" dan pembangunan dimulai dengan menyesuaikan bangunan tersebut sesuai fungsinya sebagai sebuah penjara: kawat berduri yang dialiri dengan listrik dipasang mengelilingi bangunan tersebut, kemudian ruang kelas diubah menjadi sel kecil dan ruang penyiksaan, yang disekat dengan tembok beton, lalu semua jendela ditutup dengan jeruji besi dan kawat berduri untuk mencegah tawanan kabur dari tempat tersebut. Dari tahun 1975 sampai 1979, diperkirakan ada 20.000 orang yang dipenjarakan di Tuol Sleng. Pada suatu waktu, penjara tersebut pernah menampung sebanyak 1.000–1.500 tawanan. Mereka berulang kali disiksa dan dipaksa untuk menyebutkan anggota keluarga dan rekan dekat mereka, yang kemudian juga ikut ditangkap, disiksa dan dibunuh. Pada bulan-bulan awal keberadaan S-21, sebagian besar korban berasal dari rezim sebelumnya "Lon Nol", termasuk tentara, dan juga pejabat pemerintahan, pelajar, dokter, guru, mahasiswa, buruh, biarawan, insinyur, dll. Bahkan, ribuan aktivis partai dan keluarga mereka dibawa ke Tuol Sleng dan dibunuh.[1] Beberapa politisi komunis tertinggi dan berpengaruh seperti Khoy Thoun, Vorn Vet dan Hu Nim juga termasuk dalam orang-orang yang ditangkap. Meskipun alasan resmi penangkapan mereka adalah karena "mata-mata", orang-orang ini mungkin telah dianggap oleh Pol Pot sebagai orang-orang yang memiliki potensi untuk melakukan kudeta. Keluarga para korban sering dibawa secara berombongan untuk diinterogasi dan kemudian dibunuh di Ladang Pembantaian Ek Choeung. Kehidupan di selPara tawanan yang tiba di kamp akan segera diambil fotonya dan diwajibkan untuk menceritakan kisah hidup mereka secara rinci mulai dari mereka kecil hingga ketika mereka ditangkap. Setelah itu mereka dipaksa untuk melepaskan seluruh pakaian mereka dan hanya mengenakan pakaian dalam saja.[3] Harta benda serta barang-barang yang mereka bawa juga disita. Para tawanan kemudian dibawa ke sel mereka. tawanan yang dibawa ke sel yang berukuran lebih kecil kemudian dibelenggu ke dinding atau lantai beton, sedangkan mereka yang ditahan di sel massal yang berukuran besar dibelenggu ke sebuah palang besi panjang. Mereka tidur di lantai tanpa alas, kelambu, atau selimut, dan mereka juga dilarang berbicara satu sama lain.[1] Rutinitas di kamp tersebut dimulai pada pukul 04:30 pagi ketika tawanan diperintahkan untuk membuka pakaian mereka untuk diperiksa. Para penjaga memeriksa para tawanan tersebut untuk memastikan apakah belenggu mereka masih terpasang dengan baik atau jika para tawanan menyembunyikan suatu benda yang dapat mereka gunakan untuk bunuh diri. Selama beberapa tahun, beberapa tawanan berhasil bunuh diri, sehingga para penjaga menjadi lebih teliti dalam memeriksa mereka. Para tawanan tersebut diberi makan satu mangkuk kecil bubur nasi dan sup encer dua kali sehari. Mereka akan dipukuli apabila berani minum tanpa meminta izin penjaga. Setiap empat hari sekali, para penjaga akan membersihkan para tawanan dengan menyemprot mereka dengan air.[1] Kamp tersebut memiliki peraturan yang sangat ketat. tawanan yang tidak patuh akan dianiaya. Hampir setiap tindakan yang dilakukan oleh para tawanan harus disetujui terlebih dahulu oleh salah satu penjaga. Para tawanan juga kadang-kadang dipaksa untuk makan kotoran mereka dan minum air seni mereka sendiri.[4] Kondisi kamp yang kotor menyebabkan banyaknya kutu dan juga merebaknya penyakit kulit seperti ruam, kurap,dan penyakit lainnya. Staf medis yang berada di kamp tersebut tidak terlatih dan hanya memberikan perawatan untuk sekadar mempertahankan hidup para tawanan setelah mereka mengalami luka-luka ketika menjalani proses interogasi. Para tawanan akan dipakaikan penutup kepala ketika mereka dibawa dari satu tempat ke tempat lain untuk diinterogas. Penjaga dan tawanan tidak diperbolehkan untuk saling berbicara. Selain itu, di dalam kamp, orang yang berada di kelompok yang berbeda tidak diizinkan untuk berbicara satu sama lain.[1] KorbanDiperkirakan terdapat 17.000 orang meninggal dalam tragedi pembantaian di Tuol Sleng ini, tetapi terdapat 7 orang yang masih hidup, dan hanya 3 orang yang diketahui namanya, di antaranya, Chum Mey, Bou Meng dan Chim Math, mereka dapat hidup karena mereka memiliki Keterampilan yang luar biasa menurut Pol Pot, Bou Meng yang istrinya meninggal di dalam Penjara, dia merupakan seorang Seniman, tugasnya adalah melukis setiap kejadian penyiksaan yang dilakukan oleh tentara Khmer Merah, Chum Mey, adalah seorang Mekanis, dia dapat memperbaiki Mesin-Mesin yang terdapat di Kamp Konsentrasi tersebut, Chim Math berada di Tuol Sleng selama 2 minggu dan dipindahkan ke penjara "Sar Prey" yang berada didekatnya. Dia mungkin telah terhindar karena dia berasal dari distrik "Stoeung" di "Kampong Thom" di mana dia lahir. Dia sengaja dibedakan sendiri dengan mengutamakan logat provinsi itu selama mengintrograsi dia. Peraturan keamananKetika tawanan dibawa ke Tuol Sleng, mereka harus mematuhi sepuluh aturan yang harus diikuti selama masa penahanan mereka. Berikut ini adalah Peraturan di Tuol Sleng, tata bahasa yang tidak sempurna merupakan hasil terjemahan yang salah dari bahasa Khmer asli:
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Khmer Merah pada tanggal 27 April 2009, Duch mengaku 10 peraturan keamanan adalah fabrikasi dari pejabat Vietnam yang pertama kali memasang Museum Genosida Tuol Sleng.[5][6] WisataBangunan-bangunan di Tuol Sleng dilestarikan, karena merupakan aset yang tersisa dan bukti kekejaman dari Khmer Merah. Rezim ini menyimpan bukti-bukti yang penting dari peristiwa tersebut, termasuk ribuan foto. Foto-foto hitam putih dari sekitar 20.000 tawanan yang pernah ditahan di tempat ini dipasang berjajar di ruangan-ruangan museum tersbut, termasuk di lantai hingga langit-langitnya. Bangunan ini terdiri dari empat gedung utama, yaitu gedung A, B, C, dan D. Di dalam Gedung A terdapat ruang-ruang tawanan yang luas yang merupakan tempat ditemukannya jasad dari korban-korban terakhir Khmer Merah. Di dalam Gedung B terdapat galeri yang menyimpan dokumentasi foto-foto. Gedung C memiliki kamar-kamar yang dibagi menjadi sel-sel kecil untuk tawanan. Gedung D menyimpan memorabilia lain termasuk instrumen penyiksaan. Ruangan lain hanya berisi rangka tempat tidur besi yang telah berkarat, di bawah foto hitam putih yang menunjukkan keadaan kamar tersebut ketika ditemukan oleh orang Vietnam. Dalam setiap foto, jasad seorang tawanan yang telah disiksa dirantai ke tempat tidur. Para tawanan tersebut dibunuh oleh orang-orang yang menawan mereka, yang melarikan diri hanya beberapa jam sebelum penjara itu diambil alih. Kamar lain menyimpan alat penyiksaan. Ada juga lukisan mantan narapidana, Vann Nath, yang menunjukkan orang-orang yang disiksa. Museum ini dibuka untuk umum dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Pengunjung memiliki kesempatan untuk melihat 'kesaksian para penyintas' dari pukul 14:30 hingga 15:00 (Senin–Jumat). Museum Genosida Tuol Sleng dan juga Ladang Pembantaian Choeung Ek, termasuk tempat yang menarik bagi mereka yang berkunjung ke Kamboja. Tuol Sleng juga tetap menjadi situs edukasi yang penting serta tempat peringatan bagi orang Kamboja. Masyarakat percaya bahwa arwah dari para korban Tuol Sleng masih menghantui tempat tersebut.[7] Sejumlah gambar dari Tuol Sleng ditampilkan di film Baraka (1992) oleh Ron Fricke. Pranala luar
Lihat jugaReferensiWikimedia Commons memiliki media mengenai Tuol Sleng. Wikiwisata memiliki panduan wisata Genocide Museum Tuol Sleng.
|