Muhammad Zaini Abdul Ghani
Muhammad Zaini Abdul Ghani atau lebih populer dengan sebutan Abah Guru Sekumpul atau Guru Ijai (11 Februari 1942 – 10 Agustus 2005) adalah salah seorang ulama yang berpengaruh dari Kalimantan Selatan. Gelar-GelarTerdapat beragam sebutan untuk Muhammad Zaini, di antaranya yang umum adalah:
Adapun gelar panjang yang diberikan oleh masyarakat luas terutama dari kalangan ulama adalah:
Kehidupan pribadiAbah Guru Sekumpul dilahirkan pada malam Rabu 11 Februari 1942 (27 Muharam 1361 Hijriah) di desa Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar dari pasangan suami-istri yang sholeh dan sholehah yaitu Syekh Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman dengan Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin.[2][3] Abah Guru Sekumpul merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama Hj. Rahmah.[3] Abah Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Tanah Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari. Adapun silsilah keturunannya adalah: Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.[2][4] Abah Guru Sekumpul memiliki 2 orang putra, yaitu Muhammad Amin Badali dan Ahmad Hafi Badali.[3] PendidikanSaat masa kecil, Guru Sekumpul selalu berada di samping orang tua dan neneknya yang bernama Salbiyah. Mereka menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Al-Qur'an. Karena itulah, guru pertama dari Guru Sekumpul adalah orang tua dan neneknya sendiri.[2] Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama dan habaib. Menurut riwayat, Abah Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya. Lingkungan keluargaGemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Misalnya, suatu saat ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah. Pada waktu itu, sang ayah menelungkupinya untuk melindungi tubuh Guru Sekumpul dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan. Syekh Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem manajemen usaha dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu. Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah saat Guru Sekumpul kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah sekalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada Qusyairi (nama kecil Guru Sekumpul). Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah dari Guru Sekumpul menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustadz setempat pernah mengomentari hal ini, “Bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil Guru Sekumpul bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Guru Sekumpul langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah. Madrasah Pondok Pesantren Darussalam MartapuraPada tahun 1949 saat berumur 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Darussalam, Martapura. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Darussalam, Martapura.[4] Pada masa ini juga, beliau sudah belajar dengan guru-guru besar dan kharismatik di Kalimantan Selatan yang spesialis dalam bidang keilmuan agama Islam seperti:
Tiga yang terakhir merupakan gurunya yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid. Sapinah al-AuliyaPada usia 9 tahun, tepat malam Jum'at Guru Sekumpul bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal, berdiri seorang penjaga dengan jubah putih. Di pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Guru Sekumpul ingin masuk, tetapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliau pun terbangun. Pada malam Jumat berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Pada malam Jumat ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tetapi kali ini beliau dipersilakan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk, Guru Sekumpul melihat masih banyak kursi yang kosong. Ketika Guru Sekumpul merantau ke tanah Jawa untuk memperdalam ilmu agama Islam, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut. Kasyaf HissiKetika umur kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiah dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Dalam usia muda itu Guru sekumpul pernah didatangi oleh seseorang perampok yang sangat ditakuti masyarakat banjar karena kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentu sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi? Ketika perampok tersebut melihat Guru Sekumpul, langsung sungkem dan minta ampun, dia memohon bimbingan dan diperiksa ilmunya yang selama itu dia amalkan. Jika ilmunya salah atau sesat, dia minta diluruskan dan dibimbing untuk bertobat. Syekh Seman MuliaSyaikh Seman Mulia adalah pamannya yang secara intensif mendidiknya baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepadanya kecuali di sekolahan. Tetapi, Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan spesialisasinya masing-masing baik di daerah Kalimantan Selatan maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami hadis dan tafsir, Guru Seman mengajak (mengantarkan) Guru Sekumpul kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Seman Mulia adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tetapi karena kerendahan hati dan tawaduk tidak menampakkannya ke depan khalayak. Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika Guru Sekumpul ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulia dihadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi pengawalnya. beliau pun langsung pulang ke rumah. Syekh Salman JalilSedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraid. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu dia dan almarhum K.H. Hanafie Gobit). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri UIN Antasari Banjarmasin. Syekh Salman Jalil ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan kepada generasi sekarang agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.[5] Guru khususSelain itu, di antara guru-guru Guru Sekumpul lagi selanjutnya: Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus dia, atau meminjam perkataan dia sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru dia lagi adalah:
Dakwah ketokohan dan PengaruhPetuahSalah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yaitu agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugerah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau kemahiran. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istikamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tetapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tetapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya). Pada setiap 5 Rajab, kota Martapura, Kalimantan Selatan dikunjungi jutaan orang untuk memperingati Haul Guru Sekumpul. Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yaitu:
Karya tulisKarya tulisnya adalah sebagai berikut:
Meninggal DuniaKronologis
Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, ratusan ribu masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum. Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Musala Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Musala Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.[4][6] Referensi
Lihat PulaPranala Luar |