Moirai
Moirai (Bahasa Yunani: Μοῖραι) dalam mitologi Yunani adalah tiga orang dewi takdir. Mereka mengendalikan nasib setiap manusia sejak lahir hingga mati. Dalam mitologi Romawi mereka dikenal sebagai Parkae. Mereka juga disebutkan dalam budaya-budaya yang diturunkan dari mitologi Proto-Indo-Eropa. Peran moirai adalah untuk memastikan bahwa semua makhluk, baik fana maupun kekal, menghidupi takdir mereka yang telah diputuskan berdasarkan hukum semesta. Bagi makhluk fana, takdir mereka direpresentasikan sebagai gulungan benang dari sebuah alat pemintal. Secara umum, mereka memiliki kedudukan di atas para dewa lainnya dengan peran mereka sebagai pengatur takdir, meski begitu dalam beberapa representasi Zeus sebagai pemimpin para dewa dapat memerintah mereka dengan kekuasaannya.[1] Di puisi Homer Moira atau Aisa berperan dalam batas dan akhir kehidupan, dan Zeus muncul sebagai penuntun takdir. Dalam Theogonia yang dibuat Hesiod, ketiga Moirai dipersonifikasikan, putri Nyx dan bertindak di atas para dewa.[2] Konsep dasar alam semesta dari tatanan alam dan keseimbangan juga telah dibandingkan dengan konsep dalam budaya lainnya seperti Vedic Rta, Asha dari Avestan, dan Maat dari Mesir. EtimologiDalam bahasa Yunani kuno, moira (μοῖρα) berarti sebagian atau banyak dari keseluruhan, dan kata ini berkaitan dengan meros yang berarti bagian atau banyak dan moros yang berarti takdir, nasib, atau ajal.[3] Dalam bahasa Latin,kata ini berkaitan dengan meritum yang berarti pantas, penghargaan. Moira dapat berarti bagian dalam pembagian barang rampasan (ίση μοῖρα, ísē moîra),[4] bagian kehidupan, undian, takdir, (μοῖραv ἔθηκαν ἀθάνατοι, moîran éthēken athánatoi, "yang kekal menetapkan takdir"),[5] kematian(μοῖρα θανάτοιο, moîra thanátoio, "takdir kematian"),dan bagian lahan yang didistribusikan.[6] Kata itu juga digunakan untuk sesuatu yang benar dan saling berkaitan.(κατὰ μοῖραν, kata moîran, "berdasarkan nasib, tertata , dengan benar").[7] AsalSosok yang dikenal sebagai Atropos berasal dari agama pra-Yunani Mycenaean sebagai salah satu daemon atau roh bernama Aisa.[8] Banyak peninggalan agama Mycenaean yang bertahan sampai era Yunani klasik, tetapi tidak diketahui sejauh mana kepercayaan agama Yunani klasik adalah Mycenaean, atau seberapa besar produk dari Zaman Kegelapan Yunani atau zaman yang lebih baru. Moses I. Finley hanya mendeteksi sedikit kepercayaan asli Mycenaean di dunia Homer pada abad ke-8.[9] Salah satu keyakinan tersebut adalah adanya peran dalam peristiwa tak yang diduga berasal dari roh atau daemon, yang muncul dalam kejadian khusus. Martin P. Nilsson mengaitkan daemon-daemon tersebut pada agama hipotesis pra-Yunani.[10] Filsafat Mycenaean menekankan dalam pengaruh peristiwa dan tindakan pada takdir dan penerimaan keniscayaan tatanan alam; yang sekarang dikenal sebagai fatalisme.[10] Konsep moira mengacu pada pembagian atau bagian yang adil, yang pada awalnya terkait dengan bagian jarahan dari pertempuran, yang dibagikan menurut tradisi ketat. Ide ini akhirnya mulai diterapkan pembagian keadilan seseorang dalam hidup. Memperoleh lebih dari satu porsi yang adil (υπέρ μοίραν "lebih dari porsi") dari jarahan atau kehidupan secara umum mungkin saja dilakukan, tetapi hal tersebut akan mengakibatkan konsekuensi yang parah karena ini dianggap sebagai pelanggaran tatanan alam. Misalnya dalam sebuah bagian dari Illiad, Apollo mencoba tiga kali untuk menghentikan Patroklos dari merampok Troya, dan memperingatkannya bahwa hal tersebut akan "melebihi porsinya".[11] Secara khusus, bagian terpenting dalam tatanan alam adalah kelahiran dan kematian. Akhirnya, konsep bagian takdir seseorang mulai dipersonifikasikan sebagai roh atau daemon, yang disebut sebagai Aisa atau Moira, yang akan menentukan waktu yang tepat untuk kematian seseorang pada saat kelahirannya.[8][9] Dalam konteks ini Moira juga bahkan memiliki kekuatan untuk mengatur para dewa. Seperti bagian lain pada Illiad, Zeus tahu bahwa putra kesayangannya Sarpedon akan dibunuh oleh Patroklos, tetapi Zeus tidak dapat mencegah nasibnya.[12] Dalam adegan selanjutnya yang dikenal sebagai kerostasia, Zeus muncul sebagai penengah takdir, dengan menggunakan sepasang timbangan untuk menimbang takdir Hektor dan menentukan bahwa ia ditakdirkan untuk mati.[13] Pada masa yang lebih kuno, Moirai hanya berjumlah satu dewa. Homer,[14] secara umum hanya menyebutkan Moira, yang menenun benang kehidupan manusia pada saat kelahiran mereka; dia adalah Moira Krataia "Moira yang kuasa"[15] atau ada juga beberapa Moirai lainnya.[16] Dalam Odyssey[17] disebutkan tentang Klôthes, atau Penenun. Di Delphi, hanya Takdir Kelahiran dan Kematian yang disebutkan.[18] Sebuah teks Eteokreta dwibahasa[19] menunjukkan terjemahan Yunani Ομοσαι δαπερ Ενορκίοισι (Omosai d-haper Enorkioisi, "Namun semoga dia bersumpah mengenai hal ini pada Para Penjaga Sumpah"). Dalam bahasa Etokreta, ini ditulis —S|TUPRMĒRIĒIA, dan MĒRIĒIA kemungkinan merujuk pada para dewa yang oleh orang Yunani kuno dikenal sebagai Moirai. Beberapa mitografer mengklaim bahwa Moirai adalah anak Zeus— hasil dari hubungan dengan Ananke ("keniscyaan") atau, menurut Hesiod,[20] dengan Themis yang merupakan tubuh dari aturan, hukum, dan adat atau Nix. Adanya pendapat bahwa Moirai memiliki ayah, menunjukkan bahwa orang Yunani kuno mau bertindak cukup jauh dengan mengubah mitos supaya lebih sesuai dengan tradisi Patrilineal (keturunan berasal dari ayah).[21] Klaim patrilineal itu sendiri tidak diterima oleh Aiskhilos, Herodotos, atau Plato. Dalam tulisannya Hesoid juga memperkenalkan tujuan moral pada Moirai yang tidak ada dalam puisi Homer. Dalam konsepsinya, Moirai tidak hanya menghukum manusia tetapi juga dewa atas dosa-dosa mereka.[2] Berbagai versi dari Moirai juga ada di beberapa mitologi Eropa lainnya. Moirai kemungkinan berkaitan dengan Norns, dewi takdir yang juga menenun, dari mitologi Nordik dan dewi Laima dari Baltik serta kedua saudarinya. PemujaanDi Sparta, kuil untuk Moirai berdiri di dekat perapian umum, seperti diamati oleh Pausanias.[22] Sementara pengantin di Athena mempersembahkan ikat rambut mereka untuk Moirai dan para mempelai wanita bersumpah demi nama Moirai. Ini memunculkan dugaan bahwa Moirai pada awalnya adalah para dewi pernikahan sebelum dianggap sebagai dewi takdir. Dari sebuah tulisan di Olympia pada abad ke-2 M, Pausanias menduga bahwa ada julukan Zeus Moiragetes ("Zeus Pemimpin Moirai) untuk Zeus. Pausanias menulis:[23]
Sementara di kuil Zeus di Megara, Pausanias mengamati:
Pausanias mendapati bahwa ada kuil untuk Moirai di Olympia,[24] Korintus,[25] dan Sparta,[26] serta satu tempat suci Moirai yang berdampingan dengan kuil Themis di luar gerbang kota Thebes[27] MitologiPara Moirai muncul tiga malam setelah kelahiran seorang bayi untuk menentukan takdir hidupnya. Dalam suatu cerita mengenai Perburuan Babi Kalidonia, diceritakan bahwa setelah Meleagros lahir, seorang dewi takdir muncul di depan ibu Meleagros dan memberitahunya bahwa Meleagros bisa tetap hidup selama kayu suci tetap utuh.[28] Bruce Karl Braswell[29] dari bacaan di leksikon Hesikhius, menghubungkan kemunculan Moirai di perapian keluarga pada hari ketujuh setelah kelahiran. Ada banyak pendapat mengenai asal mereka, ada yang mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak perempuan Zeus dan Themis atau dewa-dewi awal seperti seperti Nyx,[30] Khaos atau Ananke. Para Moirae biasanya digambarkan sebagai sosok yang dingin, kejam dan tidak berperasaan, dan digambarkan sebagai perempuan tua. Bahkan Para dewa pun tidak berani pada Moirai, meskipun tidak diketahui sejauh mana kekuasaan Moirai terhadap takdir para dewa. Menurut pendeta Pithia di Delphi, Zeus juga tunduk pada kekuasaan Moirai. Hesiod menulis, "Zeus sangat menghormati Moirai".[31] AnggotaTiga orang Moirai yaitu: KlothoKlotho (bahasa Yunani: Κλωθώ, "pemintal"), bertugas memintal benang kehidupan tiap manusia. Dia adalah yang termuda dibanding kedua saudarinya. Dia menentukan kapan manusia lahir. Ketika Pelops dibunuh oleh ayahnya sendiri, Tantalos, Klotho menghidupkan kembali Pelops. Klotho juga pernah dibuat mabuk oleh Alkestis sehingga Alkestis bisa menyelamatkan suaminya, Admetos, dari kematian dengan cara mengorbankan dirinya sendiri. Klotho, bersama kedua saudarinya serta Hermes, dipercaya sebagai penemu alfabet. Klotho disembah di banyak tempat di Yunani, dan kadang diasosiasikan dengan Keres serta Erinyes. Klotho digambarkan membawa gulungan benang. Kata Cloth (pakaian) dalam bahasa Inggris berasal dari nama Klotho. Padanan Romawinya adalah Nona, (yang 'Kesembilan'), yang pada awalnya merupakan dewi bulan kesembilan masa kelahiran. LakhesisLakhesis (bahasa Yunani: Λάχεσις, "pembagi"), bertugas mengukur benang kehidupan tiap manusia dengan tongkat pengukurnya. Dia adalah dewi yang menentukan umur manusia dan berapa lama seeorang hidup.[32] Setelah mengukurnya, Lakhesis memilihkan takdir dan nasib untuk kehidupan orang tersebut. Dia digambarkan sebagai wanita yang keibuan, namun juga cantik dan kuat. Dalam buku kesepuluh dari dialog Repbulik karangan Plato, Lakhesis adalah putri dari Keniscayaan. Diceritakan bahwa dia memberi perintah pada para roh yang hendak memilih kehidupan selanjutnya. Padanan Romawinya adalah Desima (yang 'Kesepuluh'). AtroposAtropos (bahasa Yunani: Ἄτροπος, "tak terubah", "tak terbelokkan", atau "tak terelakkan"),[33] bertugas menentukan kematian manusia. Dia mengatur bagaimana seseorang mati. Ketika waktunya tiba, dia menggunting benang kehidupan manusia dengan "gunting kebencian" miliknya.[34] Atropos adalah yang tertua di antara Moirai. Padanan Romawinya adalah Morta (Kematian). Istilah Atrofi, penyusutan jaringan atau organ, berasal dari nama Atropos. Dalam budaya populer
Catatan kaki
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Moirae.
|