Mikropsia
Sindrom Alice in Wonderland atau mikropsia adalah keadaan disorientasi saraf yang memengaruhi persepsi penglihatan pada manusia. Dinamakan Sindrom Alice di Wonderland sesuai dengan judul novel karya Lewis Carroll. Penderita sindrom ini akan merasa melihat rekannya, bagian tubuh dari manusia, hewan, objek tak bergerak menjadi lebih kecil dari kenyataan. Secara umum, objek yang dipersepsi muncul sangat jauh atau sangat dekat pada waktu bersamaan. Misalnya, seorang penderita melihat kucing peliharaannya menjadi sekecil tikus. Tanda ini disebut juga Penglihatan Liliput atau Halusinasi Liliput, yang istilahnya diambil dari nama negeri yang dihuni oleh makhluk setinggi enam inci dalam Petualangan Gulliver, novel karya Jonathan Swift. Tanda ini hanya berpengaruh pada persepsi saja, tidak pada mekanika mata. Persepsi dipengaruhi oleh interpretasi otak terhadap informasi yang didapat dari mata. Dalam kondisis sementara, sindrom ini sering dikaitkan dengan sakit kepala migrain, tumor otak, dan penggunaan obat psikoaktif. Sindrom Alice di Wonderland ini dapat merupakan gejala utama dari Virus Epstein-Barr (lihat infeksi mononukleosis).[4] SejarahSindrom ini disebut juga sindrom Todd, mengacu pada Dr. John Todd (1914-1987), seorang berkebangsaan Inggris berprofesi sebagai Psikiater Konsultan di Rumah Sakit Jiwa High Royds di Menston, Yorkshire Barat, yang pada tahun 1955 mendeskripsikan kondisi yang sama.[5][6][7] Todd menemukan beberapa pasiennya mengalami sakit kepala migrain yang parah yang mengakibatkan mereka melihat dan mempersepsikan objek-objek sangat berubah ukurannya. Mereka menderita karena merasakan perubahan waktu dan sentuhan, serta persepsi yang menyimpang terhadap tubuh mereka sendiri. Meskipun ada gejala sakit kepala migrain, tidak seorang pasien pun yang mengalami tumor otak, kerusakan penglihatan, atau penyakit kejiwaan yang memiliki gejala yang sama. Mereka juga mampu berpikir jernih dan dapat membedakan halusinasi dari kenyataan. Tetapi, persepsi mereka tidak sesuai dengan yang sebenarnya.[8] Lewis Carroll, sang penulis novel Alice’s Adventures in Wonderland (tahun 1865), diketahui menderita migrain dengan gejala yang serupa, Todd kemudian berspekulasi bahwa Carroll telah menjadikan migrain yang dideritanya sebagai sumber inspirasi novel terkenalnya itu. Catatan harian Carroll mengungkapkan bahwa pada 1856 ia berkonsultasi pada William Bowman, seorang oftalmologis ternama, mengenai manifestasi visual dari migrainnya.[9] Karena Carroll telah menderita gejala migrain selama bertahun-tahun sebelum ia menulis Petualangan Alice, cukup beralasan bahwa Carroll menjadikannya sebagai sebuah inspirasi. Tanda dan gejalaUntuk penderita sindrom Alice di Wonderland, sistem optik secara fisik normal sepenuhnya. Sindrom menyebabkan perubahan persepsi yang berbeda dengan malafungsi mata itu sendiri. AIWS mempengaruhi indra penderita terkait dengan penglihatan, sensasi, sentuhan, dan pendengaran, termasuk citra tubuh sendiri. Gejala yang menonjol dan sering mengganggu adalah perubahan citra tubuh: penderita mungkin mengalami kebingungan mengenai ukuran dan bentuk bagian (atau seluruh) tubuhnya. Sindrom Alice di Wonderland mengakibatkan distorsi persepsi ukuran dan bentuk objek. Dampak dan tanda lainnya yang mungkin dari sindrom adalah migrain, penggunaan obat-obatan yang bersifat halusinogen, dan infeksi mononukleosis.[10] Selain itu, penderita sindrom dapat mengalami halusinasi liliput, yaitu melihat objek-objek lebih kecil atau lebih besar daripada ukuran sebenarnya.[11] DiagnosisSindrom Alice di Wonderland lebih merupakan gangguan persepsi daripada perubahan fisiologis tertentu pada sistem tubuh. Sindrom dapat didiagnosis ketika penyebab-penyebab fisik lainnya tidak diketemukan dan jika pasien merasakan gejalan-gejala bersamaan dengan migrain dan merasakan sakit selama siang hari (meskipun dapat juga terjadi pada malam hari). Gejala sindrom lainnya adalah distorsi bunyi, seperti setiap gerakan kecil mengakibatkan suara berisik. Referensi
|