Menara Saidah
Menara Saidah adalah nama sebuah gedung terbengkalai yang pernah berfungsi sebagai pusat perkantoran, terletak di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Indonesia (sebelumnya nama gedung ini adalah Menara Drassindo). Nama yang diberikan pada gedung ini diambil dari nama pemiliknya, Saidah Abu Bakar Ibrahim. Penyewanya termasuk Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (sekarang Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal) yang pernah berkantor di lantai 18.[1] Gedung ini juga sempat berfungsi sebagai tempat acara buka puasa bersama artis Inneke Koesherawati yang menikah dengan salah satu keluarga Saidah, Fahmi Darmawansyah.[1][2][3] Bangunan dan arsitekturKekhasan gedung ini adalah desainnya dengan patung-patung bernuansa Romawi diimpor dari Italia.[4] Desain interiornya menggunakan "sentuhan Las Vegas" dengan langit - langit bagian lobi yang nuansanya bisa diganti.[4] Gedung ini memiliki 24 lantai (2 basement, 2 semi - basement). Gedung ini terletak di Jalan MT Haryono, Jakarta. Lokasinya bersampingan dengan rel kereta yang masuk ke Stasiun Cawang, juga terletak di sebelah utara setelah flyover Tol Cawang - Grogol. SejarahPembangunan dan lelangGedung ini dibangun pada tahun 1995 hingga 1997 oleh PT Hutama Karya dan merupakan gedung tinggi pertama yang dibangun oleh kontraktor tersebut.[4] Pada awalnya, gedung yang belum dibangun ini dimiliki oleh PT. Mustika Ratu atas nama Mooryati Soedibyo. Pada tahun 1995, kepemilikan gedung ini dilelang dan lelang ini dimenangkan oleh anak kelima keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim, dan kemudian berpindah tangan ke anak bungsunya, Fahmi Darmawansyah.[5] PenggunaanArsip Harian Kompas mengatakan, gedung ini sempat digunakan sebagai Sekretariat Panitia Pembangunan Umum pada tahun 1999.[6] Penutupan dan kontroversiPada tahun 2007, gedung ini resmi ditutup untuk umum karena pondasi gedung tidak tegak berdiri dan miring beberapa derajat serta dianggap membahayakan keselamatan penghuni gedung.[7] Konstruksinya dianggap bermasalah sejak awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan.[7] Rahmat, salah satu petugas keamanan yang pernah bekerja selama delapan tahun di gedung tersebut menuturkan pada tahun 2007 pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak, dan hingga hari ini ratusan karyawan belum memperoleh pesangon.[8] Karena lokasinya yang strategis banyak penawaran masuk, termasuk dari Universitas Satyagama pada tahun 2011.[8] Keterangan yang diberikan oleh salah satu petugas keamanan, Rahmat, pindah tangan pemilik tidak terjadi karena pemilik awal tidak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung.[9] Menara Saidah pada tahun 2012 oleh pemilik kemudian diserahkan ke dalam pengawasan Polisi Sektor Cawang, Jakarta Timur. Setiap pagi polisi dari Cawang datang, dan menandatangani daftar.[9] Masalah keamanan, termasuk kebakaran, sepenuhnya menjadi tanggung jawab polisi.[9] Pada tahun 2012 gedung dalam keadaan tidak terawat karena jalan akses masuk dan keluar gedung sudah banyak yang pecah, dalam keadaan gelap, dan hanya taman depannya yang masih dibersihkan dengan menyewa jasa petugas kebersihan jalan raya.[10] Ketidakjelasan status gedung ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal di sekitarnya khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.[11] Lurah setempat, Shalih Nopiansyar, mengatakan permintaan bertemu dengan pemilik terkait kelangsungan bangunan tidak berhasil, begitu pula pihak yang tertarik membeli gedung yang selalu terhenti di tengah jalan dan tidak ada kabar lagi.[8] Pemerintah daerah setempat pun belum menerima laporan mengenai rencana terkait bangunan Menara Saidah.[8] Dua pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna[11] dan Nirwono Joga[12] menyatakan bahwa Pemerintah (Dinas P2B) dan pemilik harus bertanggung jawab terhadap pembiaran gedung. Nirwono menyatakan miringnya Menara Saidah dapat dikategorikan sebagai gagal pembangunan akibat terjadinya kemiringan atau keteledoran.[12] Menurut Yayat, Dinas P2B tidak segera bertindak pada pemilik yang terkesan membiarkan.[11] Padahal tidak boleh melakukan pembiaran hanya karena alasan rugi.[11] Sementara Nirwono berpendapat bahwa Dinas P2B seharusnya memerintahkan pemilik gedung untuk segera membongkar dan merenovasi agar gedung aman untuk digunakan. Pemerintah tidak pernah tegas terhadap perencana, pengawas, dan pelaksana gedung yang bermasalah.[12] Selama ini kecelakaan karena faktor struktur gedung tidak pernah diproses hukum sampai ke pengadilan. Pemilik gedung juga tidak terlalu mengindahkan syarat-syarat pendirian gedung sesuai dengan aturan.[12] Walaupun dilakukan audit bangunan, apabila ada korban pun kasus selesai setelah memberikan uang kerohiman, dan tidak diproses hukum.[12] Sementara Yayat menyatakan kasus Menara Saidah sebagai pelajaran dalam proyek pembangunan gedung lainnya dalam melakukan pengawasan yang baik, termasuk juga konstruksinya.[11] Pihak pengelola Menara Saidah, Dami Okta (Manajer Umum) PT Gamlindo Nusa, membantah pemberitaan Tempo pada tahun 2013 bahwa gedung itu miring.[13] Menurut mereka, gedung itu sengaja dikosongkan sampai masa sewa penyewa habis dan skema penyewaan pada calon penyewa berikutnya adalah satu gedung secara keseluruhan.[13] Gedung ini dikabarkan sempat direnovasi pada tahun 2015, akan tetapi pengerjaan dihentikan setelah dua bulan.[6] Manajemen burukPada tahun 2012 situs web Merdeka.com mencatat bahwa Menara Saidah dikelola oleh beberapa perusahaan berbeda namun masih di dalam Merial Group; Diantaranya PT Merial Esa dan PT Merial Medika,[1] Banyaknya pihak yang ikut mengelola gedung, termasuk kakak-adiknya, juga ikut mengelola, membuat harga sewa menjadi tinggi.[1] Pada tahun 2013 Kepala Suku Dinas P2B, Putu Indiana membantah adanya kegagalan konstruksi dan menyatakan terbengkalainya Menara Saidah dikarenakan masalah internal manajemen yang tidak dikelola dengan baik dan kisruh kepemilikan.[14] Pengecekan kemiringan bangunan menurut Putu dilakukan menggunakan alat ukur bernama teodolit, dan dikonfirmasi tidak miring oleh Kepala Suku Dinas P2B Jakarta Selatan.[14] Pemprov DKI JakartaDjarot Saiful Hidayat, mantan wakil gubernur DKI Jakarta, pada tahun 2016 menyatakan niatnya untuk mengambil alih Menara Saidah ke dalam pemanfaatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.[15] Longsor tanahPada Kamis, 12 Oktober 2017, terjadi longsoran dari dinding penahan tanah yang ada di depan Menara Saidah. Longsoran ini masuk ke dalam area pekerjaan light rail transit (LRT) Jakarta yang sedang dikonstruksi PT. Adhi Karya. Sekretaris perusahaan, Ki Syahgolang, menyatakan bahwa longsoran ini tidak berdampak terhadap tiang maupun fondasi LRT. Pihaknya kemudian menutup lereng di sisi gedung ini serta membersihkan tanah yang longsor ke dalam area pekerjaan LRT.[16] Dalam budaya populerCerita hororGedung ini merupakan lokasi utama dari berbagai cerita hantu yang beredar dalam kisah populer masyarakat Jakarta. Antara lain, CNNIndonesia.com melansir bahwa terdapat mitos dasar gedung tersebut merupakan "tempat tinggal kuntilanak merah dan koloni siluman". Daud, seorang paranormal yang diwawancarai, mengatakan bahwa kuntilanak tersebut adalah korban kecelakaan kereta dari rel yang berada di dekat menara. Sementara koloni siluman yang ada di dasar gedung merupakan bagian dari praktik pesugihan orang-orang yang menganggap keramat menara itu. Kisah di koran digital itu sendiri pun ditulis lantaran ada gosip terkait pesanan ojek daring yang didapat dari menara terbengkalai itu.[17] Rujukan
|